Italia Pangkas Pajak Karya Seni Jadi 5%, 

IKPI, Jakarta: Pemerintah Italia resmi memangkas tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas penyerahan karya seni dari 22% menjadi hanya 5%. Kebijakan ini diharapkan menjadi angin segar bagi sektor seni yang selama ini tertinggal dibanding negara tetangga di Eropa.

“Penurunan ini adalah keputusan bersejarah. Tarif PPN atas karya seni akhirnya turun menjadi 5% dari sebelumnya 22%,” kata Menteri Kebudayaan Italia, Alessandro Giuli, seperti dikutip dari ft.com, Senin (23/6/2025).

Menurut Giuli, keputusan ini bukan semata soal fiskal, tetapi merupakan langkah strategis untuk memulihkan daya saing dunia seni Italia. Ia menekankan bahwa seni merupakan bagian integral dari identitas nasional, dan sudah saatnya negara hadir untuk mendukung pelaku seni mulai dari galeri, pedagang karya seni, hingga seniman dan akademisi.

“Dengan penurunan PPN, kita menciptakan peluang baru bagi ekosistem seni untuk tumbuh dan berkembang,” ujarnya.

Langkah ini muncul setelah desakan kuat dari komunitas seni. Sebelumnya, lebih dari 500 seniman mengirim surat terbuka kepada Perdana Menteri Giorgia Meloni, meminta agar tarif PPN disesuaikan dengan standar Eropa. Mereka menilai PPN tinggi selama ini membuat karya seni Italia kalah bersaing di pasar internasional.

Dalam surat tersebut, para seniman memperingatkan bahwa tanpa reformasi pajak, Italia terancam menjadi “gurun kebudayaan”. Apalagi, negara-negara seperti Jerman dan Prancis sudah lebih dulu menurunkan PPN untuk seni: 7% di Jerman dan 5,5% di Prancis untuk karya yang dijual langsung oleh senimannya.

Sebenarnya, rencana penurunan PPN telah muncul sejak Februari 2025, namun sempat tertunda akibat kekhawatiran bahwa kebijakan ini akan dianggap sebagai “hadiah” bagi kalangan elit.

Kini, dengan resmi diberlakukannya tarif baru, pemerintah berharap seni tak lagi dilihat sebagai simbol kemewahan, melainkan sebagai motor penggerak budaya dan ekonomi kreatif.

“Italia tak boleh kalah dalam hal yang menjadi napas jiwanya sendiri,” pungkas Giuli. (alf)

 

 

Merekam Pertemuan Pajak: Hak Wajib Pajak atau Larangan Petugas?

Bolehkan Wajib Pajak merekam pertemuan dengan petugas pajak?, pertanyaan ini terus mengemuka, terutama ketika Wajib Pajak dihadapkan pada proses klarifikasi, tanggapan atas SP2DK, hingga pemeriksaan pajak. Beberapa petugas pajak secara spontan melarang perekaman, dengan dalih tidak ada aturan eksplisit yang membolehkan. Namun, benarkah tidak boleh?

Fakta hukum yang jarang disorot adalah: tidak ada satu pun ketentuan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan yang secara eksplisit melarang Wajib Pajak merekam audio atau video saat berinteraksi dengan petugas pajak. Justru, terdapat regulasi internal DJP yang mewajibkan petugas untuk melakukan perekaman dalam situasi-situasi tertentu sebuah sinyal bahwa perekaman dianggap penting dalam menjamin objektivitas dan akuntabilitas.

Regulasi internal DJP, seperti Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-12/PJ/2016, menyatakan secara eksplisit bahwa pada saat Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan:

• Petugas harus melakukan perekaman audio dan/atau visual,
• Petugas harus memberitahukan Wajib Pajak tentang adanya perekaman, dan
• Rekaman menjadi bagian tak terpisahkan dari berita acara pembahasan.

Selain itu, PER-07/PJ/2017 menegaskan bahwa pertemuan antara pemeriksa dan Wajib Pajak harus dilakukan di ruangan yang dilengkapi alat perekam suara dan gambar. Ini menegaskan bahwa dari sisi internal, DJP mengakui pentingnya dokumentasi untuk memastikan transparansi.

Meski peraturan internal jelas, masih banyak petugas yang melarang Wajib Pajak merekam pertemuan. Beberapa alasan yang sering dikemukakan antara lain:

• Kerahasiaan data – Pertemuan sering membahas informasi sensitif yang harus dilindungi, terutama pasca berlakunya UU Perlindungan Data Pribadi.
• Risiko penyalahgunaan – Rekaman dapat dipotong atau disebarkan di luar konteks, membuka potensi pemerasan atau pencemaran nama baik.
• Etika dan suasana diskusi – Perekaman dapat mengganggu kenyamanan dan membuat pihak yang direkam menjadi kaku atau tidak terbuka.
• Prosedur internal KPP – Beberapa KPP mengacu pada surat dinas seperti Nota Dinas Nomor ND-1/PJ/PJ.09/2024, meskipun ini bukan peraturan hukum yang mengikat publik.

Apakah Wajib Pajak Berhak Merekam?

Secara prinsip: Ya. Wajib Pajak boleh merekam, asalkan tidak mengganggu jalannya diskusi, tidak melanggar hukum, dan dilakukan dengan itikad baik. Tidak adanya larangan eksplisit dalam UU KUP adalah ruang hak yang patut dimanfaatkan.
Bahkan, jika mengacu pada peraturan perundang-undangan lain, posisi hukum Wajib Pajak cukup kuat:

• UU KUP menegaskan hak Wajib Pajak untuk mendapatkan penjelasan dan mengajukan keberatan. Rekaman dapat menjadi alat bantu untuk mengingat, mendokumentasi, bahkan membela diri.
• UU KIP mengandung semangat keterbukaan, yang relevan dalam hubungan antara warga negara dan institusi publik.
• UU ITE (terbaru) menyatakan bahwa dokumen elektronik dan rekaman adalah alat bukti sah, selama diperoleh secara legal.
• Prinsip audi alteram partem dalam hukum acara mengharuskan adanya ruang pembuktian dan pendokumentasian dari semua pihak.

Jika dilakukan dengan izin dan cara yang tepat, rekaman pertemuan memiliki sejumlah manfaat penting:

  1. Akuntabilitas dua arah – Tidak hanya petugas yang terawasi, tapi juga Wajib Pajak.
  2. Membantu ingatan – Diskusi pajak sering teknis dan padat; rekaman membantu dokumentasi.
  3. Bukti jika sengketa – Berguna saat keberatan atau banding.
  4. Cegah salah paham – Semua diklarifikasi dari rekaman, bukan sekadar ingatan.

Dorong transparansi institusional – Membangun kepercayaan antara Wajib Pajak dan DJP.

Rekomendasi untuk Wajib Pajak

Meski hak merekam itu sah secara prinsip, etika komunikasi tetap penting. Berikut tips agar hak ini dapat digunakan secara bijak:

• Minta izin terlebih dahulu. Sampaikan maksud dengan sopan dan jelas.
• Jika ditolak, tanyakan alasannya dan pastikan apakah ada dasar hukumnya.
• Pertimbangkan untuk membawa konsultan pajak atau kuasa hukum sebagai pendamping dan pencatat resmi.
• Jangan menyebarkan rekaman tanpa izin, karena bisa melanggar hukum pidana atau perdata.
• Gunakan rekaman hanya untuk tujuan pembuktian atau pelindungan hak, bukan publikasi sensasional.

Perekaman dalam pertemuan pajak bukanlah praktik yang tabu atau ilegal. Justru, dalam banyak hal, ia dapat berperan sebagai alat penting dalam menjamin keadilan, transparansi, dan profesionalisme hubungan antara Wajib Pajak dan fiskus. Tidak ada yang perlu disembunyikan jika proses dijalankan dengan benar dan sesuai hukum.

Sudah saatnya kita melihat perekaman bukan sebagai ancaman, tetapi sebagai jembatan menuju kepastian hukum dan perlindungan hak Wajib Pajak.

Ketua Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Lampung

Teten Dharmawan
Email:tetendharmawan@gmail.com

Disclaimer: Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis.

Sri Mulyani Rotasi Ratusan Pemeriksa, Penilai, dan Penyuluh DJP

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melakukan rotasi besar-besaran terhadap ratusan pejabat fungsional di lingkungan Kementerian Keuangan. Langkah strategis ini tertuang dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 194 Tahun 2025 tentang Pemindahan dan Pengukuhan Pejabat Fungsional di Lingkungan Kementerian Keuangan. KMK tersebut diterbitkan 19 Juni 2025 dan ditandatangani Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

Dalam KMK tersebut, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menjadi salah satu entitas utama yang terdampak rotasi ini, mencakup jabatan-jabatan fungsional penting seperti Pemeriksa Pajak, Penyuluh Pajak, dan Penilai Pajak. Langkah ini disebut sebagai bagian dari upaya memperkuat kapasitas institusional dan profesionalisme pegawai di sektor strategis penerimaan negara.

“Untuk mendukung kinerja organisasi dan pengembangan karier, serta dalam rangka meningkatkan efektivitas pelaksanaan tugas dan fungsi di lingkungan Kementerian Keuangan,” bunyi salah satu pertimbangan dalam keputusan tersebut.

Rotasi dan pengukuhan ini telah mendapat persetujuan dari Tim Penilai Kinerja Pusat Kementerian Keuangan, berdasarkan Berita Acara Nomor BA-8/TPK-P/2025 tertanggal 19 Juni 2025. Para pegawai diberhentikan secara hormat dari jabatan sebelumnya dan langsung diangkat ke jabatan fungsional baru mulai tanggal pelantikan.

Tak hanya DJP, rotasi juga mencakup pejabat fungsional dari beberapa direktorat strategis lainnya, antara lain:

• Direktorat Jenderal Anggaran (DJA)

• Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN)

• Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR)

• Inspektorat Jenderal

• Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK)

Langkah ini merujuk pada ketentuan pengelolaan karier berdasarkan PMK Nomor 224/PMK.01/2020 dan penguatan struktur organisasi sesuai PMK Nomor 124 Tahun 2024.

Dalam diktum KETIGA, ditegaskan bahwa pegawai yang diangkat ke jabatan fungsional baru berhak memperoleh tunjangan jabatan fungsional sesuai ketentuan yang berlaku. Keputusan ini juga membuka ruang koreksi apabila di kemudian hari ditemukan kekeliruan administratif.

Sri Mulyani menegaskan bahwa keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal pelantikan dan telah disampaikan kepada seluruh unit terkait, termasuk para direktur jenderal, kepala biro, dan Badan Kepegawaian Negara (BKN).

Rotasi ini diharapkan mampu memperkuat kualitas layanan dan akuntabilitas kerja, terutama pada fungsi-fungsi teknis yang menjadi tulang punggung fiskal negara. (bl)

DJP Kaltimtara: Penerimaan Neto Turun Tajam, Pajak Lain Tumbuh 655%

IKPI, Jakarta: Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kalimantan Timur dan Utara (Kaltimtara) mencatat realisasi penerimaan pajak bruto sebesar Rp11,31 triliun hingga Mei 2025. Meskipun terlihat impresif, angka ini ternyata mengalami kontraksi 5,80% dibandingkan capaian pada periode yang sama tahun lalu.

Kepala Bidang Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Kanwil DJP Kaltimtara, Teddy Heriyanto, mengungkapkan bahwa penerimaan pajak secara neto bahkan menyusut lebih tajam, yakni 48,61%, dengan realisasi hanya Rp5,03 triliun. Penurunan ini menandai tantangan serius yang dihadapi otoritas pajak di wilayah tersebut dalam menjaga stabilitas penerimaan di tengah dinamika ekonomi yang berubah cepat.

“Penerimaan pajak kami masih ditopang oleh beberapa jenis pajak utama seperti PPh Non-Migas, PPN, PPnBM, serta PBB,” kata Teddy dalam keterangan tertulis, Minggu (22/6/2025).

PPh Non-Migas secara bruto tercatat tumbuh 10,55% menjadi Rp5,58 triliun. Namun, kenyataannya tidak seindah angka bruto tersebut. Dari sisi neto, pajak ini justru terkontraksi 51,37% menjadi Rp2,5 triliun, menunjukkan adanya tantangan besar dalam pengembalian pajak atau restitusi yang meningkat tajam.

Sementara itu, penerimaan bruto dari PPN dan PPnBM menyumbang Rp5,4 triliun, tetapi juga mengalami penurunan 17,16%. Penurunan lebih dalam terlihat pada penerimaan neto yang anjlok hingga 57,63%, hanya mencapai Rp1,9 triliun.

Penerimaan dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) juga ikut melemah. Tercatat sebesar Rp0,225 triliun secara bruto (turun 47,49%) dan Rp0,207 triliun secara neto (turun 51,36%).

Meski begitu, masih ada secercah harapan dari kelompok pajak lainnya. Jenis pajak yang tidak masuk dalam kategori utama justru mencatat lonjakan luar biasa sebesar 653,7% secara bruto dengan realisasi Rp0,109 triliun. Dari sisi neto, pertumbuhannya bahkan mencapai 655,35% menjadi Rp0,108 triliun. Ini menjadi penanda bahwa ada potensi baru yang bisa digali lebih dalam oleh otoritas pajak.

Teddy menegaskan bahwa seluruh unit vertikal di bawah Kementerian Keuangan tetap solid dan aktif berkoordinasi dalam semangat “Kemenkeu Satu” untuk menjaga ketahanan fiskal dan memberi pelayanan terbaik bagi masyarakat. Salah satu bentuk sinergi itu terlihat dalam pelaksanaan Rapat Koordinasi Asset Liability Committee (ALCO) Regional Kalimantan Timur dan Utara yang digelar baru-baru ini.

“Koordinasi lintas unit sangat penting untuk menjaga keseimbangan antara penerimaan dan belanja negara. Kita harus saling mendukung, terutama di tengah tantangan fiskal yang semakin kompleks,” tutup Teddy. (alf)

 

Kanada Tetap Terapkan Pajak Digital, Siap Hadapi Tekanan Amerika Serikat

IKPI, Jakarta: Pemerintah Kanada memastikan akan tetap memberlakukan pajak layanan digital (digital services tax/DST) mulai 30 Juni 2025, meskipun mendapat tekanan kuat dari Amerika Serikat dan pelaku industri teknologi global. Kebijakan ini akan dikenakan secara retroaktif sejak 2022 dan diperkirakan dapat mengumpulkan penerimaan hingga USD 2 miliar atau sekitar Rp32 triliun (kurs Rp16.000 per dolar AS).

“Pajak layanan digital sudah disahkan Parlemen dan akan diterapkan. Ini adalah keputusan final,” tegas Menteri Keuangan Kanada François-Philippe Champagne saat berbicara kepada wartawan menjelang rapat kabinet di Gedung Parlemen, dikutip Sabtu (20/6/2025).

Pajak ini akan membebani perusahaan digital raksasa seperti Amazon, Google, Meta, Uber, dan Airbnb sebesar 3% atas pendapatan dari pengguna di Kanada. Objek pajaknya meliputi layanan periklanan digital, platform media sosial, pasar daring, dan penjualan data pengguna.

Ketegangan dengan AS Meningkat

Langkah berani Kanada ini memicu ketegangan baru dalam hubungan dagang dengan Amerika Serikat. Dalam surat kepada pemerintah Kanada, 21 anggota Kongres AS menyebut bahwa perusahaan Amerika akan menanggung hingga 90% dari total beban DST. Pemerintah AS pun mengancam akan mengambil langkah balasan, termasuk kebijakan yang bisa berdampak pada investasi dan dana pensiun warga Kanada.

Presiden Kamar Dagang Amerika di Kanada, Rick Tachuk, bahkan menyebut DST sebagai “provokasi” yang dapat menggagalkan perundingan perdagangan antara kedua negara. “Menjatuhkan pajak retroaktif seperti ini bukan strategi negosiasi, justru sebaliknya, ini memperkeruh suasana,” ujarnya.

Kamar Dagang Kanada pun turut mendesak agar pemerintah menunda penerapan DST demi menjaga hubungan dagang bilateral tetap kondusif. “Jika pemerintah bisa menyesuaikan tenggat waktu untuk tarif baja dan aluminium, mengapa tidak dengan pajak digital?” tanya Wakil Presiden Eksekutif Kamar Dagang Kanada, Matthew Holmes.

Namun bagi Champagne, DST bukan sekadar konflik dua negara. Ia menyebut kebijakan ini sebagai bagian dari upaya global untuk menciptakan rezim pajak digital yang adil, seiring ketertinggalan sistem perpajakan internasional dalam menjangkau ekonomi digital lintas negara.

Pajak digital sejatinya telah menjadi janji kampanye Partai Liberal Kanada sejak Pemilu 2019. Namun, implementasinya tertunda karena negosiasi global yang dipimpin oleh OECD berjalan lambat. Kini, mengikuti langkah Prancis dan Inggris, Kanada memilih menempuh jalur unilateral demi memastikan keadilan fiskal.

Pemerintah Kanada memperkirakan DST akan menghasilkan pemasukan hingga CAD 7,2 miliar atau sekitar Rp86 triliun dalam lima tahun ke depan.

AS Tarik Diri dari Konsensus Global

Situasi semakin kompleks setelah Presiden AS Donald Trump menarik negaranya dari proses multilateral perumusan pajak digital. Menurut pakar hukum digital dari Universitas Ottawa, Michael Geist, kebijakan unilateral Kanada kini menjadi sasaran empuk tekanan politik Washington.

Geist menilai, perusahaan teknologi AS yang punya akses kuat ke Gedung Putih kemungkinan akan mendorong penghapusan DST sebagai syarat dalam negosiasi dagang. Hal senada disampaikan Meredith Lilly, profesor dari Universitas Carleton. Ia memperingatkan bahwa aturan lain seperti Undang-Undang Streaming Daring Kanada juga berpotensi menjadi target penolakan AS.

Meski pasar Kanada bukan yang terbesar bagi raksasa teknologi AS, pengaruh politik yang menyertai tekanan dari Kongres dan Gedung Putih membuat posisi Kanada menjadi semakin rumit. Namun sejauh ini, Ottawa tetap bergeming.

“Siapa pun yang mengambil keuntungan dari pasar Kanada, harus ikut membayar kewajibannya secara adil,” kata Champagne. (alf)

 

 

 

AMRO Dorong Indonesia Percepat Reformasi Pajak dan Perkuat Belanja Produktif

IKPI, Jakarta: Lembaga riset ekonomi regional, ASEAN+3 Macroeconomic Research Office (AMRO), mendorong pemerintah Indonesia untuk memperkuat upaya mobilisasi pendapatan dan merasionalisasi belanja negara guna menjaga pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Dalam laporan terbarunya yang dirilis pada Minggu (22/6/2025), AMRO menekankan bahwa reformasi kebijakan dan administrasi perpajakan perlu dipercepat untuk meningkatkan kinerja penerimaan negara.

“Kebijakan pajak dan reformasi administrasi harus dimajukan untuk meningkatkan pendapatan,” tulis AMRO dalam pernyataannya.

AMRO mengapresiasi upaya efisiensi anggaran yang telah dilakukan pemerintah, termasuk pemangkasan belanja yang dinilai tidak esensial dan perbaikan dalam penyaluran subsidi agar lebih tepat sasaran. Efisiensi ini, menurut AMRO, membuka ruang fiskal yang lebih luas untuk pembiayaan infrastruktur, pengembangan sumber daya manusia, serta program mitigasi perubahan iklim.

Salah satu langkah fiskal yang juga disorot adalah rencana pemerintah melakukan skema debt switch atas surat utang negara yang diterbitkan selama masa pandemi. Kebijakan ini dianggap strategis jika dijalankan dengan prinsip kehati-hatian dan selaras dengan stabilitas fiskal-moneter.

“Upaya harus diperkuat sehubungan dengan keterlibatan investor obligasi dan pendalaman pasar obligasi,” tulis AMRO.

Di sisi struktural, AMRO menekankan perlunya akselerasi reformasi ekonomi untuk mendorong diversifikasi dan peningkatan produktivitas. Hilirisasi sumber daya alam harus diimbangi dengan peningkatan kapasitas sektor pertanian, manufaktur, dan jasa terutama pariwisata sebagai pendorong penciptaan lapangan kerja.

Penguatan kapasitas pemerintahan daerah juga dinilai krusial untuk mengurangi ketimpangan pembangunan antarwilayah. Dalam hal ini, peluncuran Lembaga Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) pada tahun 2025 dinilai sebagai inisiatif strategis. Namun, AMRO mengingatkan pentingnya rencana investasi yang kredibel untuk membangun kepercayaan investor.

Untuk menarik lebih banyak investasi asing langsung (FDI), AMRO mendorong Indonesia untuk memperkuat rantai pasok lokal, meningkatkan keterampilan tenaga kerja, memperbaiki infrastruktur, serta menciptakan iklim regulasi yang mendukung kegiatan usaha.(alf)

 

 

 

 

PER-51/PJ/2009 Resmi Dicabut: Aturan Natura Diperbarui

IKPI, Jakarta: Peraturan Dirjen Pajak PER-51/PJ/2009 resmi dicabut seiring terbitnya PER-8/PJ/2025 pada 21 Mei 2025. Beleid lawas tersebut sebelumnya menjadi pedoman teknis untuk pemberian kupon makan dan natura tertentu yang bisa diakui sebagai pengurang penghasilan bruto pemberi kerja.

PER-51/PJ/2009 merupakan turunan dari PMK 83/2009 dan mengatur secara rinci:

• Besaran kupon makan/minum yang bisa diberikan kepada pegawai yang tidak dapat mengakses fasilitas makan di kantor,

• Penetapan daerah tertentu terkait pemberian natura, dan

• Batasan sarana serta fasilitas yang diperbolehkan.

Dalam praktiknya, aturan ini memungkinkan pengusaha mengurangi beban pajak dengan tetap memberikan manfaat bagi pekerja, sepanjang nilainya wajar. Misalnya, nilai kupon makan dinilai wajar apabila tidak melebihi biaya penyediaan makan di kantor.

Namun, relevansi PER-51 mulai tergerus dengan hadirnya regulasi baru seperti UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), PP 50/2022, dan PMK 66/2023. Kini, seluruh ketentuan mengenai natura telah diatur ulang secara lebih komprehensif, membuat PER-51 tidak lagi relevan dengan kerangka regulasi terkini. (alf)

Waspada Penipuan Bermodus Pajak, DJP Ingatkan Masyarakat Jangan Terkecoh!

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) kembali mengeluarkan peringatan resmi kepada masyarakat terkait maraknya aksi penipuan yang mengatasnamakan institusi perpajakan tersebut. Melalui Pengumuman Nomor PENG-29/PJ.09/2025, yang dikeluarkan pada 20 Juni 2025, DJP menekankan agar masyarakat tetap waspada dan tidak mudah percaya terhadap pihak-pihak yang menghubungi atas nama DJP, terutama melalui pesan instan seperti WhatsApp.

DJP mencatat, para pelaku penipuan menggunakan berbagai modus yang seolah-olah berasal dari otoritas pajak. Beberapa latar belakang yang digunakan antara lain pemadanan NIK dan NPWP, pembaruan data wajib pajak, penerapan sistem Coretax DJP, hingga informasi soal promosi dan mutasi pegawai DJP.

Adapun bentuk-bentuk penipuan yang sering terjadi meliputi:

• Mengirimkan file .apk atau tautan aplikasi palsu bernama “M-Pajak”.
• Meminta pelunasan tagihan pajak melalui tautan mencurigakan.
• Menjanjikan pengembalian kelebihan pajak, tetapi disertai permintaan akses data atau transfer dana.
• Mengarahkan masyarakat membayar e-meterai melalui link palsu.
• Menelepon dan meminta transfer uang dengan mengatasnamakan pejabat DJP.

Jangan Langsung Percaya!

Bila Anda menerima pesan atau panggilan mencurigakan, DJP mengimbau untuk segera melakukan konfirmasi melalui:

• Kantor pajak terdekat,
• Kring Pajak 1500200,
• Email: pengaduan@pajak.go.id,
• Akun X (Twitter) @kring_pajak,
• Situs resmi https://pengaduan.pajak.go.id,
• Atau fitur live chat di www.pajak.go.id.

Laporkan Juga ke Kominfo dan Aparat Hukum Selain ke DJP, masyarakat juga diminta aktif melaporkan nomor telepon, tautan, atau aplikasi mencurigakan ke:

• Situs aduannomor.id untuk nomor telepon penipu,
• Situs aduankonten.id untuk konten atau aplikasi penipuan,
• Serta saluran pelaporan resmi aparat penegak hukum.

DJP berharap masyarakat berperan aktif dalam menyebarluaskan informasi ini demi mencegah korban berikutnya. Ingat, petugas pajak tidak pernah meminta transfer dana pribadi melalui WhatsApp. (bl)

Lima Calon Hakim Agung Pajak Jalani Uji Integritas dan Psikologi 

IKPI, Jakarta: Komisi Yudisial (KY) melanjutkan proses seleksi terhadap 33 calon hakim agung (CHA) dan 6 calon hakim ad hoc HAM, dengan fokus utama pada kesehatan, kompetensi, dan integritas. Dari seluruh peserta, lima di antaranya merupakan calon hakim agung untuk kamar Tata Usaha Negara (TUN) khusus pajak sebuah posisi krusial di tengah meningkatnya kompleksitas perkara perpajakan di Mahkamah Agung.

Kelima calon tersebut mengikuti serangkaian seleksi yang digelar secara ketat. Tes kesehatan dilangsungkan pada 11–12 Juni 2025, disusul asesmen kompetensi dan kepribadian pada 16–20 Juni 2025.

“Lima calon hakim agung pajak ini menjalani tahapan seleksi yang sama seperti kandidat lainnya. Tapi secara fungsi, mereka akan mengisi ruang peradilan yang sangat strategis, mengingat isu perpajakan kian hari makin kompleks dan berdampak luas,” ujar Anggota KY M.T. Taufiq HZ, Minggu (22/6/2025).

Dalam asesmen tersebut, para calon dinilai dari aspek psikologis, integritas pribadi, serta kompetensi teknis. KY juga melakukan klarifikasi menyeluruh terhadap rekam jejak masing-masing kandidat. Klarifikasi mencakup laporan masyarakat, hasil pelacakan rekam jejak profesional, serta data kekayaan yang diperoleh dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Khusus untuk calon hakim agung pajak, kami menaruh perhatian pada kredibilitas dan independensi mereka dalam menangani sengketa perpajakan. Integritas mereka akan menjadi garda terakhir menjaga kepercayaan publik terhadap sistem hukum pajak,” tutur Taufiq.

KY pun membuka partisipasi publik dalam proses ini. Masyarakat yang memiliki informasi terkait latar belakang, integritas, atau perilaku kandidat, termasuk lima CHA pajak tersebut, dapat menyampaikannya ke email rekrutmen@komisiyudisial.go.id paling lambat 15 Juli 2025.

Taufiq mengimbau semua pihak tidak tergoda bujuk rayu calo atau oknum yang mengaku bisa meluluskan peserta seleksi. Proses ini independen dan tidak bisa diintervensi.

Seleksi terhadap CHA kamar TUN khusus pajak menjadi penentu arah peradilan perpajakan Indonesia ke depan. Diharapkan, para calon yang lolos adalah sosok-sosok yang tidak hanya cerdas secara hukum, tetapi juga bersih dan berpihak pada keadilan pajak. (alf)

 

Ketua Umum Bersama Pengurus Pusat IKPI Kunjungi Pengcab Malang, Dukung Usulan Pelatihan Pajak untuk Siswa SMK

IKPI, Malang: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Vaudy Starworld, bersama jajaran Pengurus Pusat IKPI melakukan kunjungan kerja ke Sekretariat IKPI Pengurus Cabang (Pengcab) Malang, Sabtu (21/6/2025). Kunjungan ini bukan sekadar silaturahmi, melainkan juga ajang diskusi mendalam bersama pengurus dan anggota cabang untuk menyerap aspirasi.

Dalam pertemuan tersebut, Vaudy menegaskan bahwa pengurus pusat terbuka terhadap berbagai masukan dari pengurus cabang sebagai upaya membangun organisasi yang responsif dan inklusif.

“Kami datang untuk mendengar, karena kemajuan organisasi tidak bisa hanya ditentukan dari pusat. Suara cabang sangat penting,” ujar Vaudy di hadapan para anggota.

Salah satu usulan menarik datang dari pengurus IKPI Malang, yakni penyelenggaraan pelatihan perpajakan khusus bagi siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Tujuannya agar lulusan SMK dapat memiliki keterampilan yang relevan dan siap diserap oleh dunia kerja, khususnya di bidang perpajakan dan administrasi keuangan.

Menanggapi hal tersebut, Vaudy menyambut positif ide tersebut. Ia menyatakan bahwa pengurus pusat siap mendukung inisiatif pelatihan vokasi tersebut sebagai bentuk kontribusi nyata dalam meningkatkan kualitas SDM muda di daerah.

“Ini sejalan dengan semangat kami untuk tidak hanya fokus pada profesi konsultan pajak, tetapi juga mendorong literasi dan keterampilan perpajakan sejak usia dini. Kami akan kaji dan siapkan model pelatihan yang bisa diadopsi secara nasional,” tegasnya.

Kunjungan ke Malang ini menjadi bagian dari rangkaian roadshow Pengurus Pusat IKPI ke berbagai cabang di Indonesia, guna mempererat koordinasi sekaligus memperkuat peran strategis organisasi di tingkat daerah dan cabang. (bl)

id_ID