Sebanyak 5.448 Unit iPhone 16 Masuk ke Indonesia, Bea Cukai Ingatkan Aturan Barang Bawaan Penumpang

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan mencatat sebanyak 5.448 unit iPhone 16 telah masuk ke Indonesia hingga Oktober 2024. Barang-barang tersebut dibawa oleh penumpang yang datang dari luar negeri dan dilaporkan secara legal ke pihak kepabeanan.

Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai, Nirwala Dwi Heryanto, menjelaskan bahwa iPhone 16 tersebut masuk melalui barang bawaan penumpang. Menurutnya, selama barang bawaan tersebut memenuhi ketentuan yang berlaku, yaitu maksimal senilai US$500 per penumpang, maka hal tersebut dianggap sah.

“Prinsipnya, orang dari luar negeri boleh membawa handphone, tablet, atau komputer sebanyak dua unit per kedatangan per penumpang selama setahun,” ujar Nirwala dalam media briefing di kantornya, Jumat (10/1/2025).

Nirwala menegaskan bahwa penumpang yang membawa iPhone 16 wajib melaporkan IMEI (International Mobile Equipment Identity) perangkat tersebut. Jika tidak dilakukan, barang tersebut akan ditahan oleh Bea Cukai. “Kalau tidak dibayar (pajak dan registrasi IMEI), barang tersebut tidak akan bisa digunakan,” tegasnya.

iPhone 16 Bukan untuk Diperjualbelikan

Nirwala juga mengingatkan bahwa iPhone 16 yang belum resmi masuk ke Indonesia dapat dikategorikan sebagai barang ilegal jika diperjualbelikan. Namun, jika hanya digunakan sebagai barang bawaan pribadi, maka statusnya dianggap legal.

Hingga saat ini, negosiasi antara pemerintah Indonesia dan Apple terkait investasi untuk meloloskan produk terbarunya ke pasar Indonesia masih belum menemui titik terang. Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita sebelumnya menyatakan bahwa pihaknya masih menunggu kesepakatan dari Apple untuk membangun pabrik yang berkaitan dengan produk Handphone, Komputer Genggam, dan Tablet (HKT) di Indonesia.

Agus menegaskan bahwa pemerintah hanya dapat memberikan persetujuan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) jika Apple membangun pabrik di dalam negeri. Meskipun Apple telah merencanakan pembangunan pabrik AirTag di Indonesia, Agus menilai hal tersebut tidak dapat dikaitkan dengan persetujuan TKDN untuk produk HKT.

“Kami menghargai investasi Apple yang memproduksi AirTag, tetapi itu tidak bisa dikaitkan dengan Permenperin 29/2017 yang secara rigid menyatakan bahwa nilai investasi yang bisa diberi TKDN adalah yang langsung berkaitan dengan HKT,” jelas Agus di kantornya, Rabu (8/1/2025).

Dengan masih berlangsungnya negosiasi, masuknya iPhone 16 ke Indonesia melalui barang bawaan penumpang menjadi salah satu cara bagi konsumen untuk mendapatkan produk terbaru Apple sebelum resmi diluncurkan di pasar lokal. Namun, Bea Cukai mengimbau masyarakat untuk mematuhi aturan yang berlaku agar terhindar dari sanksi.(alf)

Edinburgh Resmi Kenakan Pajak Wisatawan, Pertama di Inggris Raya

IKPI, Jakarta: Edinburgh, ibu kota Skotlandia, resmi menjadi kota pertama di Inggris Raya yang memberlakukan pajak wisatawan. Mulai pertengahan 2026, pengunjung yang menginap di berbagai jenis akomodasi, seperti hotel, bed and breakfast, hostel, apartemen sewa mandiri, atau guest house, akan dikenakan biaya tambahan sebesar lima persen dari biaya akomodasi per malam. Pajak ini akan diberlakukan maksimal selama lima malam berturut-turut.

Dikutip dari CNN baru-baru ini, kebijakan ini diambil setelah proses diskusi panjang sejak 2018 dan menjadi mungkin setelah disahkannya Visitor Levy (Scotland) Act pada Juli 2024. Pendapatan dari pajak ini akan dialokasikan untuk mendukung fasilitas dan layanan lokal yang sering digunakan oleh wisatawan, baik untuk kepentingan bisnis maupun rekreasi.

Menurut Ketua Dewan Kota Edinburgh, Jane Meagher, langkah ini penting untuk membantu kota mengelola sumber daya yang terkuras akibat tingginya jumlah wisatawan. “Pariwisata memberi tekanan pada sumber daya kota yang membutuhkan pengembangan secara terencana dan berkelanjutan,” ujarnya.

Pada 2023, Edinburgh tercatat menerima hampir 5 juta pengunjung dengan pengeluaran wisatawan mencapai £2,2 miliar (setara Rp44,3 triliun), menurut badan pariwisata nasional Visit Scotland. Dengan pajak wisatawan ini, dewan kota memperkirakan dapat mengumpulkan pendapatan tambahan sebesar £45-50 juta (Rp907 miliar-Rp1 triliun) per tahun pada 2028 atau 2029.

Sebelum diterapkan, rancangan pajak ini melalui proses konsultasi dengan warga dan bisnis lokal. Hasil survei menunjukkan bahwa lebih dari separuh warga dan pelaku bisnis mendukung pengenaan pajak sebesar lima persen. Namun, mayoritas wisatawan (62 persen) menolak pajak tersebut atau menginginkan tarif yang lebih rendah.

Awalnya, rancangan pajak ini direncanakan berlaku selama tujuh malam berturut-turut, tetapi kemudian dikurangi menjadi lima malam. Perubahan ini didasarkan pada masukan dari *Visit Scotland* dan penyelenggara Edinburgh Festivals, yang menyatakan bahwa banyak pekerja festival atau pelaku seni yang menginap selama beberapa minggu saat acara berlangsung.

Beberapa anggota dewan kota menginginkan tarif pajak yang lebih tinggi, dengan harapan pendapatan tambahan ini dapat digunakan untuk memberikan solusi atas masalah perumahan terjangkau bagi warga lokal, terutama mereka yang bekerja di sektor perhotelan dan pariwisata.

Dengan pengenaan pajak wisatawan ini, Edinburgh bergabung dengan sejumlah kota besar di Eropa yang telah lebih dahulu memberlakukan kebijakan serupa. Beberapa contohnya adalah Amsterdam, yang menerapkan pajak wisatawan tertinggi di Eropa sebesar 12,5% dari tarif kamar untuk hotel, area perkemahan, dan penyewaan liburan, serta biaya tambahan untuk penumpang kapal pesiar sebesar €14,50 (Rp246 ribu) per orang. Selain itu, Venice sukses menerapkan program biaya masuk sementara untuk wisatawan harian, menghasilkan jutaan euro.

Pemerintah Wales juga berencana mengadopsi undang-undang serupa pada tahun ini untuk mendukung pariwisata yang berkelanjutan.

Ketua Dewan Kota Edinburgh, Jane Meagher, menyebut pengenaan pajak ini sebagai peluang besar untuk meningkatkan kualitas kota. “Ini adalah kesempatan sekali seumur hidup untuk menginvestasikan puluhan juta pound guna memperbaiki dan mempertahankan hal-hal yang membuat Edinburgh menjadi tempat yang luar biasa untuk dikunjungi dan ditinggali sepanjang tahun,” ujarnya dalam siaran pers resmi.

Kebijakan ini diharapkan dapat menyeimbangkan antara kepentingan pariwisata dan kesejahteraan warga lokal, sambil memastikan Edinburgh tetap menjadi destinasi yang menarik bagi wisatawan global.(alf)

PODCAST IKPI: Pino Siddharta Tegaskan Wajib Pajak Tetap Bertanggung Jawab dalam Sistem Impersonating

IKPI, Jakarta: Podcast Tax Talk Solutions yang diselenggarakan Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) pada 8 Januari 2025, nampaknya terus membahas isu-isu perpajakan yang menarik dan terbaru. Kali ini Moderator Podcast Jemmi Sutiono bersama

Ketua Departemen Litbang dan Pengkajian Kebijakan Fiskal IKPI Pino Siddharta, sebagai narasumber.

Dalam diskusi tersebut Pino menegaskan pentingnya tanggung jawab yang tetap berada di tangan wajib pajak badan meskipun akses impersonating diberikan kepada pihak lain. Pernyataan ini mengemuka sebagai bagian dari pembahasan mengenai kewajiban perusahaan dalam memenuhi ketentuan perpajakan, khususnya terkait dengan pemberian akses kepada pihak ketiga, seperti karyawan atau konsultan pajak.

Pino menjelaskan bahwa meskipun perusahaan memberikan akses kepada orang lain untuk mengelola kewajiban perpajakannya, tanggung jawab hukum perusahaan tetap tidak bisa dialihkan begitu saja. “Perusahaan tidak bisa lepas tangan hanya karena akses diberikan kepada karyawan atau konsultan pajak. Tanggung jawab hukum tetap melekat pada pemberi kuasa,” tegas Pino.

Hal ini penting untuk diperhatikan mengingat fenomena impersonating dalam sistem perpajakan, yang memungkinkan pihak ketiga mengakses data perpajakan perusahaan untuk keperluan pelaporan dan pemenuhan kewajiban pajak. Namun, meski pihak ketiga yang diberi kuasa melakukan tindakan tersebut, perusahaan sebagai wajib pajak tetap bertanggung jawab atas setiap keputusan dan pelaporan yang dilakukan.

Selain itu, Pino juga mengingatkan pentingnya kehati-hatian dalam memilih pihak yang diberi kuasa untuk mengelola kewajiban perpajakan perusahaan. Menurutnya, kapabilitas dan karakter pihak yang diberi kuasa harus benar-benar dipertimbangkan. “Kesalahan dalam memilih kuasa dapat berujung pada konsekuensi hukum serius. Oleh karena itu, pemilihan konsultan pajak atau karyawan yang tepat menjadi sangat krusial,” ujar Pino.

Tanggung jawab ini mencakup tidak hanya soal pelaporan pajak yang benar, tetapi juga potensi masalah hukum yang dapat timbul apabila terjadi kelalaian atau pelanggaran oleh pihak yang diberi kuasa. Pino berharap, melalui pemahaman yang lebih mendalam tentang aturan ini, perusahaan dapat lebih bijak dalam memilih dan mengelola kuasa dalam sistem perpajakan, serta memastikan kewajiban perpajakan tetap dipenuhi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. (bl)

Ini Strategi Presiden Prabowo Subianto Bayar Utang Jatuh Tempo 2025

IKPI, Jakarta: Presiden Prabowo Subianto telah mengeluarkan sejumlah strategi untuk membayar utang jatuh tempo pada 2025 yang nilainya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2024. Utang jatuh tempo pada 2025 mencapai Rp 800,33 triliun, terdiri dari Surat Berharga Negara (SBN) senilai Rp 705,5 triliun dan pinjaman sebesar Rp 94,83 triliun. Angka ini melonjak signifikan dari utang jatuh tempo 2024 yang tercatat sebesar Rp 434,29 triliun, terdiri dari SBN Rp 371,8 triliun dan pinjaman Rp 62,49 triliun.

Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, Suminto, menjelaskan bahwa salah satu strategi utama untuk menunaikan utang tersebut adalah melalui mekanisme pertukaran SBN jatuh tempo secara bilateral atau *debt switch*. Salah satu instrumen yang akan ditukar adalah SBN yang dimiliki oleh Bank Indonesia (BI).

“Kita telah melakukan kesepakatan dengan BI terkait SBN pembiayaan Covid yang dibeli atau dipegang BI yang akan jatuh tempo pada 2025. BI dan pemerintah sudah sepakat melakukan debt switch,” ujar Suminto dalam program Power Lunch CNBC Indonesia, Sabtu (10/1/2025).

Mekanisme debt switch ini dilakukan dengan menukar SBN yang jatuh tempo dengan SBN reguler yang dapat diperdagangkan di pasar (tradeable), menggunakan harga pasar yang berlaku. SBN pengganti akan memiliki tenor yang lebih panjang, disesuaikan dengan kebutuhan operasi moneter BI dan kesinambungan fiskal pemerintah.

Debt switch bilateral antara Kementerian Keuangan dan BI ini bukanlah hal baru. Mekanisme serupa telah dilakukan sebelumnya, termasuk pada 2021 dan 2022. “Jadi penukaran atas SBN jatuh tempo dalam rangka pembiayaan Covid yang dipegang BI dengan SBN reguler, dengan tenor lebih panjang sesuai mekanisme pasar,” jelas Suminto.

Selain debt switch, pemerintah juga memanfaatkan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (Silpa) dari defisit APBN 2024 yang terjaga rendah di level 2,29% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Total Silpa pada 2024 mencapai Rp 45 triliun. “Silpa dapat digunakan untuk memenuhi pembiayaan APBN 2025, tentu dengan mekanisme yang sudah diatur dalam Undang-undang,” tegas Suminto.

Silpa ini juga akan memperkuat akumulasi Saldo Anggaran Lebih (SAL) pemerintah, yang dapat digunakan untuk tahun anggaran berjalan. Per 2023, total SAL yang dipegang pemerintah mencapai Rp 459,5 triliun. SAL merupakan akumulasi dari Silpa tahun anggaran sebelumnya, ditambah atau dikurangi koreksi pembukuan.

Strategi terakhir yang dijalankan pemerintah adalah prefunding, yaitu menarik utang terlebih dahulu untuk menutup kebutuhan anggaran 2025. Pada 2024, pemerintah telah melakukan prefunding senilai Rp 85 triliun untuk pembiayaan tahun anggaran 2025.

“Itulah measure-measure yang dilakukan pemerintah untuk mengelola APBN 2025,” pungkas Suminto.

Dengan berbagai strategi tersebut, pemerintah berupaya menjaga stabilitas fiskal dan memastikan pembayaran utang jatuh tempo pada 2025 dapat dilakukan secara optimal. (alf)

DJP Sampaikan Permohonan Maaf atas Kendala Penggunaan Coretax: Ini Perbaikan yang Sedang Dilakukan

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh wajib pajak atas kendala-kendala yang terjadi dalam penggunaan fitur layanan aplikasi Coretax, yang menyebabkan ketidaknyamanan dan keterlambatan layanan administrasi perpajakan. DJP menjamin bahwa mereka terus berupaya untuk memperbaiki masalah tersebut dan memastikan layanan dapat berjalan dengan baik.

Dalam keterangan tertulisnya yang diterima, Jumat (10/1/2025), Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat, DJP, Dwi Astuti menyatakan bahwa pihaknya telah melakukan beberapa upaya perbaikan yang telah dilakukan hingga saat ini antara lain:

1. Memperluas jaringan dan meningkatkan kapasitas bandwidth.

2. Penunjukan penanggung jawab perusahaan dan PIC untuk pembuatan faktur pajak.

3. Peningkatan kapasitas untuk menerima pengiriman faktur pajak dalam format *.xml hingga 100 faktur per pengiriman.

4. Pembaruan dalam pendaftaran, termasuk pengaturan ulang kata sandi, pemadanan NIK-NPWP, dan penggunaan kode otorisasi sertifikat elektronik dengan face recognition.

5. Penyempurnaan layanan pembayaran, termasuk pembuatan kode billing, pemindahbukuan, dan pembayaran tunggakan utang pajak.

6. Peningkatan layanan pengajuan Surat Keterangan Bebas (SKB) dan Konfirmasi Status Wajib Pajak (KSWP).

Ia mengungkapkan, per 9 Januari 2025, sekitar 126.590 wajib pajak telah berhasil memperoleh sertifikat elektronik untuk menandatangani faktur pajak, sementara 34.401 wajib pajak telah berhasil membuat faktur pajak, dengan total 845.514 faktur yang dibuat dan 236.221 faktur yang telah divalidasi.

Dengan demikian lanjut Dwi, ia mengimbau agar wajib pajak tidak perlu khawatir mengenai sanksi administrasi atas keterlambatan penerbitan faktur pajak atau pelaporan pajak selama masa transisi ini. DJP memastikan tidak ada beban tambahan yang akan dikenakan kepada wajib pajak terkait peralihan ke sistem baru.

Selain itu, Dwi juga menyampaikan terima kasih atas kerja sama dan kesabaran wajib pajak dalam mendukung pengembangan sistem informasi perpajakan yang lebih baik. “Untuk informasi lebih lanjut, wajib pajak dapat mengakses laman FAQ di www.pajak.go.id atau menghubungi Kring Pajak di 1500 200,” ujarnya. (alf)

Intip Momen Suka Cita di Perayaan Natal Nasional IKPI 2024

IKPI, Jakarta: Gelaran Natal Nasional IKPI yang digelar di GBI House of Bleasing, Puri Indah, Jakarta, Kamis (9/1/2024) berlangsung sukses dan meriah. Dengan dihadiri sekira 700 peserta daring dan luring, hikmat Natal dirasakan oleh seluruh peserta yang hadir dari berbagai wilayah di Indonesia.

Ketua Panita Tan Alim menyatakan kesuksesan penyelenggaraan kegiatan tahunan tersebut berkat dukungan dan antusiasme para peserta. Untuk itu, panitia penyelenggara menyampaikan rasa terima kasih atas partisipasi aktif semua pihak yang membuat acara berjalan lancar.

Berikut momen suka cita para peserta yang hadir pada Perayaan Natal Nasional IKPI 2024. (Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

Dukung Efisiensi Logistik dan Konektivitas Nasional, Tarif Penyeberangan ASDP Bebas PPN

IKPI, Jakarta: PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) memastikan bahwa tarif layanan penyeberangan yang dikelolanya tetap bebas dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Kebijakan ini sejalan dengan upaya pemerintah untuk menjaga efisiensi biaya logistik serta memperkuat konektivitas antar pulau di Indonesia yang merupakan negara kepulauan.

Corporate Secretary ASDP, Shelvy Arifin, menjelaskan bahwa pembebasan PPN pada tarif penyeberangan ini berdasarkan amanat Pasal 4A ayat 3 Huruf J dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai, sebagaimana diubah oleh Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). “Layanan kapal penyeberangan termasuk dalam kategori jasa angkutan umum yang dibebaskan dari PPN. Dengan demikian, tarif tetap terjangkau bagi masyarakat di seluruh wilayah Indonesia,” ujar Shelvy dalam keterangan resminya Kamis, (9/1/2025).

Pembebasan PPN ini juga diharapkan dapat membantu stabilitas harga barang di daerah-daerah terpencil, sekaligus mendukung penguatan konektivitas logistik di wilayah-wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar). “Kebijakan ini sangat strategis untuk menekan biaya logistik dan menjaga harga kebutuhan pokok, khususnya di daerah 3T,” kata Shelvy.

Selain menjaga tarif tetap stabil, ASDP berkomitmen untuk meningkatkan kualitas layanan transportasi laut yang melayani lebih dari 300 lintasan penyeberangan dengan lebih dari 200 kapal, serta mengoperasikan 37 pelabuhan di seluruh Indonesia. Sekitar 66 persen dari lintasan tersebut merupakan lintasan perintis yang menjadi tulang punggung konektivitas di daerah-daerah terpencil.

Meski layanan penyeberangan ASDP dibebaskan dari PPN, perusahaan tetap memenuhi kewajiban perpajakan lainnya, termasuk membayar Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 15 sebesar 1,2 persen atas penghasilan bruto dari jasa angkutan laut. “Kami memastikan tarif yang diterapkan mematuhi regulasi dan tidak membebani masyarakat, sembari tetap mendukung pendapatan negara,” ujar Shelvy.

Dengan kebijakan ini, ASDP berharap dapat meningkatkan aksesibilitas masyarakat terhadap transportasi laut yang aman, nyaman, dan terjangkau. Pembebasan PPN dipandang sebagai langkah yang mendorong efisiensi logistik nasional dan memperkuat daya saing Indonesia, dengan harapan dapat mendukung pembangunan ekonomi yang merata dan kesejahteraan masyarakat di seluruh tanah air. (alf)

Mantan Staf Khusus Menkeu Beri Delapan Solusi Atasi Kendala Coretax

IKPI, Jakarta: Mantan Staf Khusus Menteri Keuangan (Menkeu) Yustinus Prastowo, menyarankan agar Direktorat Jenderal Pajak (DJP) segera memberikan solusi praktis untuk mengatasi berbagai permasalahan yang muncul pasca-peluncuran Coretax System. Sistem inti administrasi perpajakan yang resmi diluncurkan pada 1 Januari 2025 ini menghadapi sejumlah kendala, mulai dari kesulitan penerbitan faktur pajak hingga masalah impersonasi sistem.

Prastowo mengungkapkan bahwa dirinya menerima banyak keluhan baik dari wajib pajak maupun petugas pajak di lapangan. Wajib pajak, kata Prastowo, menghadapi kesulitan dalam menuntaskan kewajibannya untuk menghindari kesalahan dan sanksi, sementara petugas pajak kesulitan mengatasi kendala yang muncul.

Menurutnya, banyak petugas pajak yang belum dibekali dengan pedoman yang jelas atau solusi praktis terkait masalah yang timbul. Sebagai respons, Prastowo memberikan delapan solusi untuk DJP agar masalah yang dihadapi oleh para pengguna Coretax dapat segera teratasi. Adapun solusi tersebut adalah:

1. Permintaan Maaf: DJP diminta untuk segera meminta maaf atas ketidaknyamanan yang terjadi dan menghindari unggahan-unggahan yang tidak sensitif terhadap permasalahan yang ada.

2. Aktif Menjemput Masalah: DJP disarankan lebih aktif menanggapi keluhan dan komplain dari wajib pajak, serta memberikan solusi dan panduan yang jelas.

3.Panduan untuk Petugas Lapangan: DJP perlu menyusun panduan yang memadai bagi petugas lapangan agar dapat memberikan respons yang tepat kepada wajib pajak, serta melakukan sosialisasi yang berkelanjutan.

4. Laman atau Kanal Pengaduan: DJP diminta menyediakan laman atau contact center yang dapat digunakan untuk menampung keluhan dengan cepat dan tepat.

5.Update Berkala: DJP sebaiknya memberikan update secara berkala mengenai penanganan masalah yang ada kepada wajib pajak, termasuk melalui konsultan atau akuntan.

6. Alternatif Solusi: DJP diharapkan menyiapkan alternatif solusi, terutama terkait faktur pajak dan registrasi, seperti dengan parallel run SI DJP.

7. Skenario Keadaan Kahar:DJP perlu mempersiapkan skenario untuk mengantisipasi terjadinya sanksi administratif yang bukan disebabkan oleh kesalahan wajib pajak atau petugas.

8. Sikap Belarasa dan Tanggung Jawab: DJP perlu menunjukkan sikap belarasa, bertanggung jawab, dan memegang kendali penuh dalam menyelesaikan masalah, dengan pendekatan top-down.

“Baru saja kita berupaya solusi yang baik untuk PPN 12%. Semoga Coretax juga dapat diatasi dengan baik,” tutup Prastowo melalui akun X-nya.

Diberitakan sebelumnya, Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo, menegaskan bahwa tidak akan ada sanksi atau denda yang dikenakan kepada wajib pajak terkait masalah yang timbul akibat penggunaan sistem Coretax.

Suryo menjelaskan bahwa pengaplikasian Coretax masih dalam tahap transisi dan pihaknya akan memonitor perkembangan sistem tersebut setiap hari. Ditjen Pajak pun berkomitmen untuk segera menyelesaikan masalah yang ditemukan, dengan fokus pada optimalisasi kapasitas sistem dan pengelolaan beban akses.

“Ini baru hari keenam setelah peluncuran Coretax, jadi kami mohon maklum,” kata Suryo, yang juga menambahkan bahwa pihaknya terus berupaya untuk memperbaiki dan memperluas bandwidth guna mengatasi kendala yang ada.

Suryo memastikan bahwa wajib pajak tidak perlu khawatir mengenai keterlambatan penerbitan faktur atau masalah pelaporan lainnya selama proses transisi ini. “Kami akan memastikan tidak ada beban tambahan kepada masyarakat pada waktu menggunakan sistem yang baru ini,” ujarnya.(alf)

Rendahnya Kepatuhan Pajak Hambat Indonesia jadi Negara Maju

IKPI, Jakarta: Dewan Ekonomi Nasional (DEN) menyoroti rendahnya tingkat kepatuhan pajak di Indonesia yang dianggap menghambat ambisi negara ini untuk mencapai status negara maju pada tahun 2045. Anggota DEN Arief Anshory Jusuf, menegaskan bahwa hanya sebagian kecil individu dan perusahaan yang membayar pajak, dengan jumlah yang tidak sebanding dengan populasi Indonesia yang mencapai lebih dari 300 juta jiwa.

“Dengan hanya 7-8 juta orang yang membayar pajak dari 300 juta penduduk, serta hanya 0,5% perusahaan yang melaporkan pembayaran pajaknya, bagaimana kita bisa menjadi negara modern?” ujar Arief dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (9/1/2025).

Arief mengungkapkan bahwa rendahnya tingkat kepatuhan pajak ini menjadi salah satu faktor utama yang menghalangi Indonesia untuk mencapai tujuannya menjadi negara maju. Ia menjelaskan tentang teori Wagner’s Law yang menggambarkan bahwa semakin modern sebuah negara, semakin besar belanja negara yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, yang juga bergantung pada penerimaan pajak yang tinggi.

“Semakin modern suatu negara, negara semakin hadir dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat melalui belanja negara. Jika kita ingin menjadi negara maju, negara harus lebih hadir. Namun, ini bukan hanya tugas negara, kita semua harus berperan dalam mewujudkannya,” kata Arief.

Masalah ini, menurut Arief, tidak hanya terletak pada pemerintah, tetapi juga pada partisipasi aktif seluruh elemen masyarakat dalam membayar pajak secara jujur dan tepat waktu. Ia berharap agar ke depan, kepatuhan pajak dapat meningkat untuk mendukung pembangunan negara yang lebih adil dan sejahtera. (alf)

Rendahnya Penerimaan Pajak RI di Kritik Bank Dunia

IKPI, Jakarta: Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan, mengungkapkan kritik dari Bank Dunia terkait rendahnya penerimaan pajak Indonesia. Dalam konferensi pers perdana Dewan Ekonomi Nasional pada Kamis, (9/1/2025) ia menyebut Republik Indonesia (RI) memiliki kesamaan dengan Nigeria dalam hal pengumpulan pajak yang belum maksimal.

Luhut menegaskan bahwa implementasi program digitalisasi pemerintahan dapat menjadi langkah strategis untuk meningkatkan pendapatan negara. “Jika program ini dijalankan dengan baik, penerimaan negara bisa bertambah hingga Rp1.500 triliun atau setara dengan 6,4 persen dari PDB,” ujar Luhut.

Luhut juga menyoroti pentingnya dukungan terhadap program Kartu Kredit Pemerintah (KKS) yang digagas Kementerian Keuangan. Program ini dianggap dapat meningkatkan efisiensi dan transparansi dalam pengelolaan pajak serta memperbaiki tata kelola keuangan negara.

“Angka Rp1.500 triliun itu bisa dicapai jika semua pihak bekerja sama, tanpa terus-menerus memberikan kritik yang tidak konstruktif,” ujarnya.

Ia mengajak seluruh pihak untuk memberikan kritik yang membangun terhadap kebijakan yang sedang diimplementasikan. Ia juga menekankan bahwa masalah yang ada perlu diselesaikan secara bertahap, bukan dengan saling menyalahkan. “Biarkan program ini berjalan terlebih dahulu,” katanya.

Pernyataan Luhut ini muncul sebagai respon atas tantangan yang dihadapi Indonesia dalam meningkatkan kapasitas penerimaan pajak di tengah kebutuhan pembangunan yang semakin mendesak. Pemerintah berharap berbagai kebijakan baru, termasuk digitalisasi, akan membawa perubahan signifikan dalam sistem perpajakan Indonesia.(alf)

id_ID