Wameninves Sebut Pajak Berlapis Bikin Industri Timah Tak Kompetitif

IKPI, Jakarta: Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi/Wakil Kepala BKPM Todotua Pasaribu menyoroti beban pajak berlapis yang menghantam rantai industri timah nasional. Akibatnya, produk hilir dalam negeri menjadi kurang kompetitif dibandingkan barang impor, termasuk dari negara tetangga seperti Malaysia.

“Tambang kita kena pajak, masuk ke tier satu kena pajak, keluar naik ke bursa kena pajak. Dari bursa turun ke buyer-nya pabrik solder atau tin chemical beli kena pajak, jual lagi kena pajak,” ujar Todotua di Jakarta, Selasa (28/10/2025).

Ironisnya, kata Todotua, bahan baku timah sepenuhnya berasal dari Indonesia, termasuk fasilitas hilirisasi dan smelternya. Namun setelah melalui bursa, produk timah domestik justru kalah bersaing di harga akhir.

“Produk solder Malaysia yang pakai timah kita malah bisa dijual lebih murah di Indonesia. Ini yang sedang kita mitigasi,” ujarnya menekankan.

Kondisi tersebut, lanjutnya, menunjukkan perlunya penataan ulang strategi fiskal agar industri hilir nasional tidak terus tertinggal di pasar global.

“Kenapa gak kompetitif? Setelah kita mitigasi, di situ ada strategi fiskal. Ini yang lagi kita minta,” tegasnya.

Pihaknya kini tengah melakukan langkah konkret dengan menggandeng Kementerian Keuangan untuk menyusun formula kebijakan yang lebih berpihak pada produsen dalam negeri.

“Kita bicara dengan Kementerian Keuangan beberapa hal strategis untuk memitigasi supaya ini menjadi kompetitif mulai dari perizinan, regulasi, strategi fiskal, sampai ekosistem supply-nya,” jelas Todotua.

Ia menambahkan, strategi tersebut juga akan mencakup faktor biaya tenaga kerja, energi, serta rantai pasok strategis agar daya saing industri timah nasional tidak terus tergerus.

“Kita ingin semua kebijakan fiskal dan nonfiskal diarahkan ke satu tujuan besar: hilirisasi yang efisien dan kompetitif. Jangan sampai bahan mentahnya dari kita, tapi nilai tambahnya justru lari ke luar negeri,” pungkas Todotua. (alf)

en_US