Urgensi Pembentukan Undang-Undang Konsultan Pajak Sebagai Payung Hukum Penegak Kode Etik Profesi Konsultan Pajak

Toto   

Universitas Esa Unggul Bekasi

A. PENDAHULUAN  

Kata Profesi yang bersumber dari kata “profesional” berasal dari kata bahasa Inggris “profession” yang berarti pekerjaan. Seseorang yang mahir atau ahli dalam menjalankan suatu profesi disebut sebagai profesional. Prinsip dasar profesi adalah bidang pekerjaan yang berlandaskan pada keahlian pendidikan tertentu (keterampilan, profesi, dan sebagainya). Dalam praktiknya, istilah pekerjaan dan profesional sering digunakan secara bergantian dan memiliki beberapa makna. Dalam konteks sehari-hari, istilah pekerjaan dipahami sebagai aktivitas (permanen) (Belanda: baan, Inggris: job atau profesional) untuk mencari penghidupan, baik yang legal maupun yang tidak. (Hornby dkk,  

1995:791) dalam Kamus “The Advanced Learner’s Dictionary of Current English” dinyatakan bahwa “profession is occupation, especially one requiring advanced education and special training.”  

Profesi Konsultan Pajak yang telah ada sejak tahun 1960-an atau saat ini sudah berkisar 65 tahun keberadaannya, masih harus menghadapi dinamika dalam implementasi pengaturan praktiknya terlepas dari permasalahan lainnya yang muncul seputar profesi Konsultan Pajak.  

Sejak awal keberadaannya, Konsultan Pajak telah memainkan peranan penting dalam hal membantu pemerintah untuk mendorong Wajib Pajak memenuhi kewajiban perpajakannya. Melalui kebijakan pengampunan pajak yang pertama dilakukan pada Tahun 1964, memperlihatkan salah satu wujud peran serta Konsultan Pajak sebagai mitra pemerintah (Toto, 2022).   

Kombinasi sistem penilaian mandiri, Undang – Undang perpajakan yang rumit, hukuman serius bagi ketidakpatuhan, peningkatan aktivitas internasional, dan prospek pengurangan tagihan pajak telah meningkatkan ketergantungan wajib pajak

pada praktisi perpajakan. Namun para praktisi perpajakan tidaklah homogen. Nasihat perpajakan saat ini diberikan oleh berbagai profesional termasuk akuntan, auditor, pengacara, mantan dan pegawai administrasi perpajakan. Otoritas dan ahli pajak yang bekerja di perusahaan, serta mereka yang secara resmi diidentifikasi sebagai Konsultan Pajak karena keanggotaan mereka di lembaga perpajakan profesional.  

Ungkapan “praktisi pajak” berupaya untuk mencakup berbagai macam individu. Beberapa beroperasi sebagai praktisi tunggal atau dalam kemitraan spesialis hukum, akuntansi, atau pajak dan memberikan beragam kategori nasihat perpajakan kepada mereka klien. Profesional pajak yang bekerja in-house biasanya dipekerjakan oleh organisasi dan akan bertindak semata-mata demi kepentingan organisasi tersebut sebagai anggota tim pajak internal.

Praktisi perpajakan telah diakui sebagai aktor kunci dalam proses kepatuhan pajak, yang memiliki pengaruh besar dalam membentuk tindakan kepatuhan pajak kliennya. Laporan tahun 2008 yang berasal dari  OECD mengakui kekuatan ini serta mengidentifikasi praktisi perpajakan sebagai salah satu faktor risiko kepatuhan pajak yang harus diawasi oleh administrasi perpajakan (Doyle, 2022).   

Namun Fakta maraknya praktik Konsultan Pajak oleh mereka yang belum jelas kompetensinya sudah dialami oleh beberapa figur publik seperti penyanyi Inul Daratista ataupun Maia Estianti serta entertainer lain seperti Deddy Cobuzier yang kapok menggunakan jasa Konsultan Pajak dan pada akhirnya menimbulkan kerugian bagi mereka selaku pengguna (mkl/hn, detik finance, 2015).  

Kondisi ini terjadi karena pengaturan Konsultan Pajak menetapkan standar kompetensi ketat melalui sertifikasi dan pelatihan berkelanjutan, sementara kuasa bukan Konsultan Pajak belum memiliki pengaturan teknis terkait kompetensi, hanya diwajibkan memahami peraturan perpajakan sesuai Undang – Undang dan Peraturan Pemerintah.

Selain itu, pengaturan kode etik hanya diberlakukan bagi kuasa wajib pajak yang berstatus sebagai Konsultan Pajak, sedangkan kuasa yang bukan Konsultan Pajak tidak diwajibkan untuk mematuhi standar etik tersebut. Berbeda halnya dengan Indonesia, negara pembanding dalam penelitian ini telah mengatur kode etik Konsultan Pajak secara tegas dan jelas melalui Undang – Undang yang mengatur profesi tersebut.   

Dari penulisan ini dapat dirumuskan dua hal,  

1). Bagaimana Urgensi Pembentukan Undang – Undang Konsultan Pajak Sebagai Payung Hukum Penegakan Kode Etik Profesi  

Konsultan Pajak? 2). Bagaimana Perbandingan Pengaturan Undang – Undang Tentang  

Konsultan Pajak dibeberapa Negara?   

  1. METODE PENELITIAN 

Jenis Penelitian  

Metode Penelitian Urgensi Pembentukan Undang – Undang Konsultan Pajak Sebagai Payung Hukum Penegakan Kode Etik Profesi Konsultan Pajak menggunakan jenis penelitian hukum normatif yang memaparkan permasalahan mengenai praktik Konsultan Pajak dengan menganalisa peraturan perundang-undangan perpajakan dan pengalaman penulis sebagai Konsultan Pajak dengan mempelajari dan mengkaji peraturan yang mengatur tentang praktik Konsultan Pajak serta peraturan organisasi Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) serta perbandingan dengan ketentuan hukum yang sudah diterapkan di negara Jepan dan Australia yang mengatur praktik Konsultan Pajak.  

Sumber Data.  

Bahan Hukum Primer  

Bahan hukum primer yaitu bahan ilmu hukum yang berasal dari Undang – Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 175 Tahun 2022, Tax Agent Service Act Tahun 2009 dan Japan Zeirishi Act.  

Bahan Hukum Sekunder  

Bahan hukum sekunder merupakan bahan hukum yang menjelaskan bahan hukum primer seperti Undang – Undang. Selain itu ada juga pendapat para ahli dan sumber informasi dari internet yang selaras dengan penulisan.  

Teknik Pengumpulan Bahan Hukum  

Penelitian hukum normatif menggunakan metode studi pustaka yang mencakup kajian dokumen. Proses ini meliputi pengumpulan dan analisis bahan hukum, serta penelaahan informasi relevan dari berbagai sumber, seperti buku, artikel, dan dokumen resmi terkait peraturan perundang-undangan, untuk mendukung kajian secara mendalam. Pendekatan ini memungkinkan peneliti menggali dan memahami berbagai aspek hukum secara sistematis dan komprehensif. Analisis Bahan hukum  

Setelah semua bahan hukum berhasil dikumpulan maka selanjutnya diolah dan dianalisa dengan menggunakan metode deduktif. Penyusunan dilakukan dengan menggunakan cara deskriptif analitis melalui pengumpulan, Menyusun dan menganalisis bahan hukum tersebut. Interpretasi dilakukan secara gramatikal dan sistematis, penafsiran Undang – Undang menurut istilah yang ada didalamnya dan merupakan keterkaitan pasal satu dengan lainnya dalam perundangundangan (Sidharta, 2013).

Selanjutnya, disampaikan dalam bentuk penjelasan yang logis dan sistematis guna memperoleh kejelasan dalam penyelesaian, kemudian diambil kesimpulan untuk menjawab masalah penelitian dengan mengandalkan prinsipprinsip umum lalu diambil faktor-faktor khusus sehingga dapat dihasilkan kesimpulan dari halhal yang bersifat umum.  

C. ANALISIS DAN PEMBAHASAN  

Bagaimana Urgensi Pembentukan Undang – Undang Konsultan Pajak Sebagai Payung Hukum Penegakan Kode Etik Profesi Konsultan Pajak.  

Keberadaan kuasa menurut Undang – Undang adalah untuk memberi kesempatan bagi Wajib Pajak meminta bantuan pihak lain yang dianggap lebih memahami perpajakan sebagai kuasanya. Bantuan ini meliputi pelaksanaan kewajiban formal dan material serta pemenuhan hak Wajib Pajak yang ditentukan dalam peraturan perpajakan.  

Konsultan Pajak merupakan salah satu pihak yang dapat bertindak sebagai kuasa Wajib Pajak yang telah diakui sejak tahun 1960-an hingga terbitnya Undang – Undang No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Pengaturan teknis dan ketat mengenai peran Konsultan Pajak sebagai kuasa Wajib Pajak diatur dalam beberapa regulasi.

Berbagai regulasi terkait kuasa wajib pajak dalam hal Konsultan Pajak di Indonesia meliputi Keputusan Menteri Keuangan Nomor PMK 97/PMK.03/2005, lalu ada juga PMK  22/PMK.03/2008, ditambahkan juga PMK  229/PMK.03/2014, kemudian PMK 175/PMK.01/2022. Terakhir PMK 175/PMK.01/2022 mengatur tentang  Konsultan Pajak, termasuk hak, kewajiban, dan persyaratan profesi tersebut.  

Kuasa Konsultan Pajak disyaratkan harus berpendidikan minimal Sarjana (S1) dan memiliki Sertifikasi Konsultan Pajak yang hanya bisa diperoleh jika seseorang telah dinyatakan lulus mengikuti uji sertifikasi yang diselenggarakan oleh Panitia Penyelenggara Sertifikasi Konsultan Pajak Kementrian Keuangan Republik Indonesia dengan tingkatan yang berbeda dari tingkat A sampai C. Bagian terpenting lainnya, kuasa sebagai Konsultan Pajak diwajibkan mematuhi kode etik yang dimiliki oleh asosiasi profesi (jdihkemenkeugoid, 2022).

Lalu bagaimana dengan kuasa bukan Konsultan Pajak?  

Kuasa bukan Konsultan Pajak secara umum, dalam pengaturannya disebutkan hanya memerlukan bukti kepemilikan sertifikat brevet atau ijazah pendidikan formal di bidang perpajakan yang diterbitkan oleh perguruan tinggi negeri atau swasta berstatus akreditasi A, minimal jenjang Diploma III, yang dibuktikan dengan menyerahkan salinan sertifikat brevet atau ijazah.  

Dalam Pasal 49 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 74 tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan dinyatakan bahwa seorang kuasa meliputi Konsultan Pajak dan bukan Konsultan Pajak. Lalu dinyatakan kembali dalam Pasal 32 ayat (3) dan ayat (3a) Undang – Undang Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Perpajakan beserta penjelasannya, menyatakan bahwa Wajib Pajak Orang pribadi atau badan dapat menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Seorang kuasa yang ditunjuk sebagaimana dimaksud harus mempunyai kompetensi tertentu dalam aspek perpajakan. Selanjutnya diamanatkan oleh Undang – Undang untuk mengatur secara teknis melalui Peraturan Menteri Keuangan.  

Hingga saat skripsi ini ditulis, Peraturan teknis yang terbit sebagai pemenuhan amanat Undang – Undang Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Perpajakan (atau aturan sebelumnya dalam pasal 32 ayat (3a) Undang – Undang No. 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan) baru sebatas pengaturan terhadap Konsultan Pajak yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 175 tahun 2022 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.03/2014 Tentang Konsultan Pajak.   

Jika pengaturan yang jelas dalam tataran teknis yang meliputi standar kompentensi masih belum ada bagi seorang kuasa wajib pajak khususnya kuasa bukan Konsultan Pajak, lalu bagaimana dengan standar etika yang merupakan bagian penting dalam pelaksanaan profesi seorang kuasa wajib wajib pajak.

Sejauh ini pengawasan terhadap etika dalam pelaksanaan kuasa oleh Konsultan Pajak merujuk kepada kode etik yang disusun oleh Asosiasi Konsultan Pajak yang dalam penulisan ini menggunakan rujukan kode etik Konsultan Pajak dari Ikatan Konsultan Pajak Indonesia. Dalam kode etik tersebut isi pengaturannya dapat diringkas sebagai berikut:

Konsultan Pajak Indonesia wajib memenuhi prinsip kepribadian, keahlian, integritas, kerahasiaan, kepatuhan hukum, serta menghindari benturan kepentingan.

Kepribadian: Konsultan Pajak harus warga negara Indonesia yang bertakwa, jujur, menjunjung keadilan, dan mematuhi hukum serta UUD 1945.

Keahlian: Dapat menolak memberikan jasa di luar keahliannya, namun tidak atas dasar diskriminasi agama, suku, atau keyakinan.

Integritas: Menjaga kepercayaan klien, bersikap jujur, dan melindungi rahasia penerima jasa tanpa mengorbankannya.

Kerahasiaan: Informasi klien wajib dijaga kecuali atas perintah hukum. Prinsip ini juga berlaku bagi staf dan pihak terkait.

Kepatuhan hukum: Tidak menangani kasus tanpa dasar hukum.

Benturan kepentingan: Wajib mundur jika terjadi konflik kepentingan.

Larangan: Meliputi menjalankan profesi lain yang berkaitan dengan ASN (kecuali riset dan pendidikan), memberikan informasi menyesatkan, menjamin hasil, atau melakukan tindakan yang melanggar hukum dan etika profesi. Konsultan wajib menyerahkan dokumen klien saat penggantian konsultan, melapor pelanggaran kode etik, serta menjaga solidaritas profesi dengan tidak merebut klien atau karyawan dari teman seprofesi. Pelanggaran kode etik terhadap teman seprofesi tidak boleh diumumkan melalui media.  

Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) sebagai organisasi Konsultan Pajak satusatunya hingga pertengahan tahun 2019 dimana seluruh anggotanya 100% telah memenuhi standar sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 175 tahun 2022 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.03/2014 Tentang Konsultan Pajak mengupayakan terbitnya Undang – Undang Konsultan Pajak sebagai upaya menetapkan standar yang jelas mengenai kompetensi, integritas, dan akuntabilitas Konsultan Pajak, serta memberikan kewenangan kepada asosiasi profesi untuk mengawasi dan memberikan sanksi kepada anggotanya yang melanggar kode etik untuk menjaga etika, standar dan kompetensi yang jelas.

Melalui proses politik, perjalanan mengusulkan Undang – Undang dimulai sejak tahun 2007 dilanjutkan tahun 2009 hingga 2011 melalui diskusi para ahli di Dewan Perwakilan Daerah. Rancangan Undang – Undang Konsultan Pajak pada saat itu mulai disusun, namun prosesnya terhenti disaat penyusunan naskah akademik yang menjadi salah satu syarat utama yang disebutkan dalam Undang – Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Nomor 12 tahun 2011. (jdihkemenkeu, 2011)  

Selanjutnya sejak 2014 hingga menjelang pertengahan 2018 berangkat dari kesadaran yang terus terjaga dalam diri Ketua Umum IKPI saat itu Bapak Mochamad Soebakir, melihat pernyataan seorang Anggota Dewan dari Komisi XI Fraksi Golkar yakni Bapak Mukhamad Misbahkun tentang pentingnya peranan Konsultan Pajak dalam meningkatkan kepatuhan sukarela (Redaktur DDTC News, 2018) di media masa, beliau langsung bergerak untuk mengundang sang anggota dewan pada perayaan hari ulang tahun IKPI yang ke 53 di bulan Agustus 2018.  

Proses penyusunan Rancangan Undang – Undang dilanjutkan untuk dimatangkan dengan koordinasi bersama Badan Legislasi (Baleg) DPR. Hingga akhirnya proses berlanjut dalam pembahasan yang dituangkan dalam risalah rapat pleno rancangan Undang – Undang tentang Konsultan Pajak tertanggal 4 Juli 2018 yang dalam kesimpulan akhirnya sepakat untuk menyempurnakan draft rancangan Undang – Undang diserahkan kepada tenaga ahli dan pengusul dan nanti akan ditetapkan pada rapat berikutnya, apakah langsung panja atau langsung dibawa ke rapat pleno Baleg.

Dalam laporan singkat rapat, Badan Legislasi menyimpulkan bahwa hasil rapat terkait pengambilan keputusan atas konsepsi RUU Konsultan Pajak menyepakati dan menyetujui RUU tersebut, yang telah melalui proses pengharmonisasian dan pemantapan konsepsi, untuk disampaikan kepada Pengusul RUU guna diproses lebih lanjut sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Hingga September 2018, sosialisasi melalui gelar diskusi publik terus dilakukan, salah satunya adalah bersama Vokasi Universitas Indonesia di Depok dengan kegiatan yang diberi judul Optimalkan Peran Akademisi, Vokasi UI, dan FIA UI Gelar Diskusi Publik RUU Konsultan Pajak. Melalui Surat Keputusan (SK) DPR Nomor 19 tertanggal 31 Oktober 2018 RUU Konsultan Pajak masuk kedalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas dengan nomor urut 18.  

Landasan filosofis RUU Konsultan Pajak adalah meningkatkan profesionalisme dan kemandirian profesi melalui pengaturan kualifikasi, etika, serta hak dan tanggung jawab. Regulasi ini melindungi Wajib Pajak dari praktik tidak kompeten, mendukung otoritas pajak meningkatkan penerimaan negara, dan mewujudkan tata kelola perpajakan yang terpercaya. Sedangkan landasan sosilogisnya adalah Pajak sebagai tulang punggung negara, menyumbang 85,63% APBN 2017. Meski rasio pajak  

Indonesia rendah (11%) dan kepatuhan Wajib Pajak masih kurang (63,16%), peran Konsultan Pajak strategis. Mereka mendukung otoritas pajak meningkatkan kepatuhan, mengurangi sengketa, serta melindungi Wajib Pajak. Undang-Undang Konsultan Pajak diperlukan untuk menjamin profesionalisme dan integritas profesi ini. Lalu landasan yuridisnya adalah Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945 menetapkan Indonesia sebagai negara hukum, di mana semua aspek kehidupan harus berdasarkan hukum nasional. Saat ini, profesi Konsultan  Pajak diatur melalui PMK No.  111/PMK.03/2014 dan Perdirjen Pajak No. PER-13/PJ/2015.

Namun, aturan ini hanya setingkat Peraturan Menteri, tidak memiliki landasan hukum yang kuat sebagaimana diatur UU No. 12 Tahun 2011. Profesi lain seperti Akuntan Publik (UU No. 5/2011) dan Advokat (UU No. 18/2003), memiliki pengaturan setingkat undang-undang. Negara lain, seperti Jepang dan Australia, juga mengatur profesi ini pada tingkat undang-undang. Oleh karena itu, UU Konsultan Pajak diperlukan untuk memperkuat landasan hukum, menyelaraskan regulasi internasional, dan mendukung pelaksanaan peraturan perpajakan secara efektif. (Badan Legislasi DPR, 2017).  

Membandingkan dengan profesi lain yang ada di Indonesia seperti diuraikan diatas, yakni Akuntan Publik dimana lingkup pekerjaan yang dilakukan dapat dikatakann hampir mirip dengan Profesi Konsultan Pajak, problematika kode etik juga kerap terjadi dikalangan anggotanya, namun pengaturan dengan sangat jelas telah ada melalui Undang – Undang Akuntan Publik tahun 2011, yang mendefenisikan Profesi Akuntan Publik adalah seseorang yang telah memperoleh izin untuk memberikan jasa atau menjalankan praktik Akuntan Publik dan selanjutnya Undang – Undang tersebut menjadi rujukan dalam penegakan kode etik profesi (Aflii, 2016).  

Bagaimana Perbandingan Pengaturan Undang – Undang Tentang Konsultan Pajak dibeberapa Negara?  

Merujuk pada Teori Perbandingan Hukum. Perbandingan Hukum hendaknya dilakukan sebagai jalan untuk mencari kebenaran. Perbandingan Hukum tidak boleh berhenti hanya pada tataran legal text tetapi lebih mendalam atau pre “text” yakni alasan atau latar belakang yang menyebabkan keluarnya teks tersebut. (Buana, M. S., & SH, 2024). Perbandingan hukum juga dapat dilakukan baik secara luas ataupun terbatas merujuk pada teori komparabilitas. Perbandingan hukum yang dilakukan secara luas memiliki sifat inklusif berpegang pada prinsip everything is comparable even if looks incomparable sehingga perbandingan tersebut dilakukan terhadap subjek hukum apapun.

Sedangkan perbandingan hukum secara terbatas memiliki sifat ekslusif dengan prinsip comparison is possible only if the instances are comparable and the results interpretable dengan berpegang pada tiga unsur dalam kegiatan kajian perbandingan hukum yaitu, comparatum (elemen perbandingan dalam kajian), comparandum (subjek perbandigan) dan tertium comparationis (elemen umumyang terdapat dalam masing-masing entitas hukum yang diperbandingkan). (Lukito, 2019). Sehingga kita dapat membandingkan juga bagaimana pengaturan Seorang Kuasa Wajib Pajak di Negara lain.  

Dalam penulisan skripsi ini sebagai bahan perbandingan digunakan negara Australia dan Jepang yang diketahui telah memiliki pengaturan setingkat Undang – Undang. Diketahui keberadaan Undang – Undang tersebut telah ada sejak tahun 1951, Zeirishi Act di Jepang dan sejak tahun 2009, Tax Agent Services Act di Australia.  

Mission Zeirishi atau dalam terjemahan bebas adalah Akuntan Pajak di Jepang sebagai pakar dalam masalah perpajakan, adalah berusaha dari sudut pandang yang independen dan adil, sesuai dengan prinsip sistem penilaian mandiri, untuk membuktikan diri layak mendapatkan kepercayaan para pembayar pajak dan memastikan pemenuhan kewajiban pajak yang ditetapkan dalam Undang – Undang dan peraturan terkait pajak (Japan Federation of Zeirishi Associations/JFCPTAA, 2016). Dalam pasal 36 sampai dengan pasal 38 terdapat larangan yang jelas diatur di dalamnya dan wajib untuk ditaati tentang suatu sikap dan etika yang harus dimiliki oleh seorang Zeirishi.  

Menariknya dalam pasa 39 disebutkan, Seorang Zeirishi harus mematuhi peraturan asosiasi dari Asosiasi Zeirishi yang berafiliasi dengannya dan Federasi Asosiasi Zeirishi Jepang. Secara tegas juga disebutkan dalam pasal 58 Bab 8 tentang Ketentuan Pidana, Setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 36 (termasuk dalam hal pasal tersebut diberlakukan mutatis mutandis sesuai dengan Pasal 48-16 atau Pasal 50 Ayat 2) dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga tahun atau denda paling banyak dua juta yen (Japan Federation of Zeirishi Associations/JFCPTAA, 2016). Melalui pengaturan yang demikian di dalam   – Undang, secara tegas mendorong secara langsung profesionalisme Zeirishi dalam menjalankan prakteknya.  

Serupa dengan Jepang, dalam Tax Agent Services Act disebutkan, tujuan dari Undang – Undang tersebut adalah untuk mendukung kepercayaan dan keyakinan publik terhadap integritas profesi pajak dan sistem perpajakan dengan memastikan bahwa layanan agen pajak diberikan kepada masyarakat sesuai dengan standar perilaku profesional dan etika yang tepat (the Office of Parliamentary Counsel, 2009). Part 3 Tax Agent Services Act secara khusus mengatur Kode Etik Profesional yang mencakup kewajiban, sanksi administratif, dan tanggung jawab lain bagi agen pajak.

Agen pajak wajib menerapkan hukum perpajakan dengan benar sesuai kondisi klien, memberi nasihat tentang hak dan kewajiban pajak, serta tidak menghalangi administrasi hukum perpajakan. Mereka diwajibkan memiliki asuransi ganti rugi profesional untuk melindungi dari potensi kerugian akibat kesalahan atau kelalaian. Agen pajak juga harus bertindak bertanggung jawab saat bekerja dengan entitas lain, tidak mempekerjakan pihak yang tidak memenuhi syarat tanpa persetujuan Dewan, dan menghindari hubungan dengan entitas yang didiskualifikasi untuk mencegah praktik pajak yang tidak etis.

Selain itu, agen pajak harus menjalin komunikasi tepat waktu dengan Dewan, termasuk menanggapi permintaan atau arahan dengan cepat. Kepatuhan terhadap standar hukum dan kewajiban tambahan yang ditetapkan memastikan integritas profesional serta melindungi klien dan sistem perpajakan. (the Office of Parliamentary Counsel, 2009)  

D. KESIMPULAN DAN SARAN  

Pengaturan kuasa wajib pajak di Indonesia masih belum memadai, terutama bagi kuasa bukan Konsultan Pajak. Saat ini, hanya Konsultan Pajak yang diwajibkan memiliki sertifikasi, pendidikan berkelanjutan, dan mematuhi kode etik, sedangkan kuasa bukan Konsultan Pajak diatur secara minimal tanpa standar kompetensi yang jelas. Kondisi ini berisiko memberikan layanan yang tidak profesional dan merugikan wajib pajak. Pentingnya Pengesahan Undang – Undang Konsultan Pajak di Indonesia mendesak dilakukan guna menetapkan standar kompetensi, sekaligus penegakan etika, dan pengawasan, melindungi wajib pajak, serta mendukung sistem perpajakan yang profesional dan akuntabel apalagi sudah pernah berproses di DPR.  

Negara seperti Jepang (melalui Zeirishi Act) dan Australia (melalui Tax Agent Services Act) telah menetapkan standar kompetensi, penegakan etika, dan sanksi pelanggaran, sehingga meningkatkan profesionalisme profesi Zeirishi dan Tax Agent. Penting bagi Indonesia untuk dapat mengimplementasikan hal serupa dengan mencontoh kedua negara tersebut yang secara geografis sangat dekat dengan Indonesia serta memiliki konsep pemajakan yang sama yakni self-assessment  system. 

REFRENCE  

Aflii. (2016). PENEGAKAN KODE ETIK PROFESI PADA SUATU KANTOR AKUNTAN PUBLIK 

0, 1–23.  

Badan Legislasi DPR. (2017). Naskah Akademik RUU Konsultan Pajak-2017 

Buana, M. S., & SH, M. H. (2024). Perbandingan Hukum Tata Negara: Filsafat, Teori, dan Praktik.  

Sinar Grafika.  

Doyle, E. (2022). Encouraging Ethical Tax Compliance Behaviour: the Role of the Tax Practitioner in Enhancing Tax Justice. Law and Contemporary Problems, 85(4), 137–157.  

Ikatan Konsultan Pajak Indonesia. (2019). ANGGARAN DASAR ANGGARAN RUMAH TANGGA IKPI – KONGRES XI. In Ikpi.Com 

Japan Federation of Zeirishi Associations/JFCPTAA. (2016). CERTIFIED PUBLIC TAX  

ACCOUNTANT ACT (Zeirishi Act) International Relations Department Japan Federation of  

Zeirishi Associations/JFCPTAA. https://www.nichizeiren.or.jp/eng/pdf/Zeirishi_Act.pdf jdihkemenkeu. (2011). Undang – Undang No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan 

jdihkemenkeugoid. (2022). 175/PMK.01/2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.03/2014 tentang Konsultan Pajak. 2.  

Kurniawati, putri. (2017). Apakah Standar Kompetensi itu? Universitas Nusantara PGRI Kediri, 01, 1–7.  

Lukito, R. (2019). Perbandingan Hukum (Fara, Ed.; Kedua). Gadjah Mada University Press.  

mkl/hn (detik finance). (2015, February). Kapok Pakai Konsultan Pajak 

https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-2831299/pernah-ketipu-inul-kapok-pakaikonsultan-pajak.  

Redaktur DDTC News. (2018). Konsultan Pajak Punya Peran Tingkatkan Kepatuhan Sukarela 

https://news.ddtc.co.id/berita/nasional/12713/misbakhun-konsultan-pajak-punya-perantingkatkan-kepatuhan-sukarela  

Redi, A. (2022). Hukum Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Tarmizi, Ed.; Ketiga). Sinar Grafika.  

Sidharta, B. A. (2013). Etika dan Kode Etik Profesi Hukum. 1, 30.  

Suhayati, E. (2020). Definisi Perilaku, Sikap, Kode Etik Dan Etika Profesi. 1–11.  

the Office of Parliamentary Counsel, C. (2009). Tax Agent Services Act 2009. www.legislation.gov.au  

Toto. (2022). Jajak Pajak (Rais Rozali, Ed.; 1st ed., Vol. 1). AkuprimPublishing.  

Wajdi, F. (2020). Etika profesi hukum / Dr.Mardani. Buku Ajar Eitka Profesi Hukum, 132.  

   

 

en_US