Indonesia resmi mengimplementasikan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (Coretax) sebagai langkah besar dalam reformasi sistem perpajakan. Berlandaskan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2024, sistem ini bertujuan untuk meningkatkan transparansi, efektivitas, efisiensi, akuntabilitas, dan fleksibilitas dalam administrasi perpajakan.
Namun, transisi ke Coretax tentu tidak terlepas dari tantangan. Masa Pajak Januari 2025 menjadi momen penting karena wajib pajak harus menggunakan sistem baru ini untuk pertama kalinya. Beberapa aspek teknis dan administratif mengalami perubahan, termasuk batas waktu penyetoran dan pelaporan pajak:
• PPh 21 dan PPh Unifikasi: Setor dan lapor paling lambat 17 Februari 2025
• PPN: Setor dan lapor paling lambat 28 Februari 2025
• Upload Faktur Pajak Keluaran: Paling lambat 15 Februari 2025
• Lapor PPh 21 dan Unifikasi: Paling lambat 20 Februari 2025
Tantangan Implementasi Coretax
Seperti sistem baru pada umumnya, Coretax di awal penerapannya mengalami gangguan teknis yang dapat menghambat kelancaran administrasi perpajakan. Beberapa kendala yang mungkin dihadapi meliputi:
• Adaptasi Wajib Pajak: Tidak semua wajib pajak familiar dengan sistem digital baru, sehingga diperlukan sosialisasi dan pelatihan yang lebih intensif.
• Kendala Teknis: Gangguan sistem atau downtime dapat menghambat penyetoran dan pelaporan pajak tepat waktu.
• Integrasi Data: Perubahan sistem memerlukan penyesuaian data dari sistem lama ke Coretax, yang bisa menyebabkan inkonsistensi jika tidak dikelola dengan baik.
• Beban Administratif bagi Pengusaha Kecil: Pengusaha yang belum terbiasa dengan sistem digital mungkin menghadapi tantangan tambahan dalam memahami dan mengoperasikan Coretax.
Harapan dan Manfaat Coretax
Meski di awal banyak tantangan, Coretax membawa harapan besar bagi sistem perpajakan Indonesia. Dengan 484 pasal yang mengatur berbagai aspek perpajakan, Coretax menawarkan kemudahan dalam:
• Pendaftaran Wajib Pajak dan Pengusaha Kena Pajak (PKP) secara lebih efisien.
• Penyetoran dan pelaporan pajak yang lebih cepat melalui sistem digital.
• Pengolahan SPT tahunan dan masa yang lebih terintegrasi.
• Transparansi dalam administrasi perpajakan, sehingga mengurangi potensi manipulasi data.
Ke depan, Coretax diharapkan terus mengalami penyempurnaan untuk meningkatkan keandalan sistem dan mengurangi kendala teknis yang mungkin dihadapi oleh wajib pajak. Dukungan penuh dari Direktorat Jenderal Pajak dalam bentuk bimbingan, pelatihan, dan respons cepat terhadap kendala teknis menjadi faktor kunci keberhasilan sistem ini.
Kesimpulan
Pemberlakuan Coretax menandai era baru dalam administrasi perpajakan Indonesia. Meskipun terdapat tantangan di awal implementasi, sistem ini memiliki potensi besar untuk menciptakan tata kelola pajak yang lebih modern dan efisien. Yang terpenting, sinergi antara pemerintah dan wajib pajak dalam beradaptasi dengan sistem baru ini akan menentukan keberhasilannya dalam jangka panjang.
Penulis: Anggota Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Kota Tangerang
Ratri Widiyanti, SE, BKP
Disclaimer: Tulisan ini adalah pendapat pribadi penulis