E-Commerce Lokal Jadi Pemungut Pajak! Pemerintah Sedang Kaji Aturannya

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah melakukan uji coba penarikan pajak oleh e-commerce lokal, seperti Tokopedia, Buk alapak, hingga Blibl. Tetapi, saat ini peraturannya masih dalam kajian agar kedepan kebijakan ini bisa benar-benar dijalankan.

Kasubdit Peraturan PPN Perdagangan, Jasa dan Pajak Tidak Langsung Lainnya Direktorat Jenderal Pajak Bonarsius Sipayung mengatakan kebijakan tersebut masih dalam proses tahap kajian.

Menurut Bonarius,  Ditjen Pajak akan mempertimbangkan kondisi sosial dan ekonomi, serta mempertimbangkan kondisi politik di tahun depan.

“Masa pemberlakuan juga masih menjadi hal yang dibahas, kondisi sosial, ekonomi dan tahun politik juga menjadi pertimbangan,” ujar Bonarsius seperti dikutip Kontan.co.id, Rabu (26/10/2022).

Bonarsius mengatakan, pengusaha-pengusaha kecil nantinya akan dibebaskan dari pengenaan pajak, baik pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPh). Salah satunya tertuang dalam Undang-Undang tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), di mana omzet usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) hingga Rp 500 juta bebas dari pajak penghasilan (PPh). Dengan kata lain, UMKM dengan omzet Rp 500 juta terbebas dari pungutan pajak penghasilan.

“Untuk merchant dengan kategori pengusaha kecil tidak akan dibebani untuk memungut pajak,” katanya.

Untuk itu diketahui, jenis pajak yang akan dipungut adalah PPN dan PPh. Adapun PPN adalah pajak yang seharusnya dibayar oleh merchant, sedangkan PPh yang dipungut oleh platform e-commerce adalah PPh merchant.

Ia mengatakan, selama ini pemungutan pajak lewat merchant telah dikenakan kepada Pengusaha Kena Pajak (PKP). Kedepannya, setelah platform e-commerce tersebut ditunjuk menjadi pemungut pajak, maka pemungutan pajak atas penjualan oleh merchant PKP sebagian akan dipungut oleh e-commerce.

“Pajak yang dipungut perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) menjadi pembayaran pajak dimuka bagi merchant, nilai pajak yang dipungut oleh PMSE relatif kecil,” katanya.

Bonarsius menegaskan, dalam menerapkan kebijakan tersebut pihaknya akan terus melakukan diskusi dan komunikasi dengan para stakeholder, termasuk asosiasi e-commerce. Kebijakan tersebut juga dalam rangka memfasilitasi warga negara untuk berpartisipasi dalam gotong royong pembangunan nasional menuju negara sejahtera (welfare state) sesuai dengan amanah Undang-Undang Dasar (UUD) dengan sumber pendanaan pembangunan yang berkelanjutan.

Asal tahu saja, rencana platform e-commerce sebagai pemungut pajak merupakan turunan dari pasal 32A UU Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) melalui UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Dalam UU tersebut, Menteri Keuangan menunjuk pihak lain untuk melakukan pemotongan, pemungutan, penyetoran, dan/atau pelaporan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pihak lain yang dimaksud merupakan pihak yang terlibat langsung atau memfasilitasi transaksi antarpihak yang bertransaksi seperti platform e-commerce.

Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo mengatakan, pihaknya masih akan melakukan diskusi lebih lanjut dengan para pelaku usaha dan juga para pihak marketplace terkait kapan waktu yang tepat untuk melakukan kebijakan tersebut dan juga mekanismenya.

“Karena kalau kami mau menugaskan orang tanpa harus bicara kan lucu. Kami mau tugaskan orang sebagai pemungut, mesti ya kami ajak bicara dulu mulai kapan mereka mulai mungut, cara melapornya begini, nanti melapornya begini,” ujar Suryo dalam Media Briefing, Senin (4/10/2022).

Pemerintah Akan Tarik Pajak dari Penjualan Barang di e-Commerce

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menyatakan segera menarik pajak terhadap penjualan barang di e-commerce maupun marketplace.

Staf Ahli Bidang Kepatuhan pajak DJP Yon Arsal mengatakan, kepastian pengenaan pajak tersebut setelah pihaknya melakukan berbagai evaluasi.

“Sejauh ini, kalau dari hasil evaluasi kami dengan konsep Bela Pengadaan tidak ada masalah yang menjadi catatan. Tidak ada masukan dari platform terkait kesulitan, artinya ini memang bisa dan dapat diterapkan,” ujarnya, Senin (24/10/2022).

Bela Pengadaan merupakan aplikasi yang dikelola oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) melalui kerja sama dengan Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE).

Kendati demikian, Yon menuturkan, waktu penerapan dari pajak e-commerce maupun market place masih belum dapat ditentukan.

“Tentu sebagaimana disampaikan Pak Dirjen (Pajak), implementasi semua regulasi tidak sebatas kena dan tidak kena. Tentu juga ada momentum yang tepat, kami evaluasi kapan kira-kira momen yang tepat untuk diimplementasikan, dan model pengenaannya akan seperti apa,” jelasnya.

Dengan demikian hingga saat itu, DJP masih akan melakukan evaluasi, terutama dari sisi teknis berserta konsep perpajakannya.

“Saya masih komunikasi dengan Pak Dirjen, kami siapkan konsepnya. Kira-kira nanti mungkin masih perlu pertimbangan, masih perlu didiskusikan tidak hanya di internal DJP, juga akan bicara dulu dengan berbagai stakeholders terkait,” ujarnya.

Saat ini, Yon menyatakan, DJP masih dalam proses kajian bersama stakeholders, karena setiap kebijakan tidak bisa diputuskan sepihak.

“Itu seperti kami keluarkan (kebijakan-Red) terkait dengan kripto dan fintech, tidak ujug-ujug DJP keluarin sendiri. Itu hasil pembicaraan bersama dengan Bappepti untuk kripto, dan fintech dengan OJK. Yang lain juga sama, kami dalam proses evaluasi, akan kami sampaikan ketika launching,” katanya.

Adapun, transaksi e-commerce terus meningkat. Hingga Juni 2022 lalu, transaksi e-commerce selama 6 bulan pertama tahun ini tercatat meningkat 22,1 persen dengan total mencapai Rp 227,8 triliun.

Dari sisi volume pun terjadi peningkatan yang cukup signifikan, di mana sepanjang Januari-Juni 2022 total volume transaksi e-commerce tercatat 1,74 juta transaksi atau tumbuh 39,9 persen yoy.

Dalam buku Kajian Stabilitas Keuangan Semester I/2022 edisi Oktober 2022, bank sentral menyebut, transaksi ekonomi dan keuangan digital makin digandrungi masyarakat. Bahkan, aktivitas itu makin meluas ke berbagai lapisan masyarakat, dan menjadi preferensi serta kebiasaan baru.

Selain terlihat dari total nilai dan volume transaksi e-commerce, transaksi uang elektronik juga meningkat. Dalam periode tersebut, transaksi uang elektronik tercatat mencapai Rp 185,7 triliun atau tumbuh 40,6 persen yoy.

Demikian dengan nilai transaksi layanan perbankan digital tercatat Rp 25.104 triliun, atau naik 40,2 persen yoy. Transaksi penggunaan QRIS juga terus meningkat. Dari nominalnya tumbuh pesat 322,5 persen yoy, sedangkan volumenya tumbuh 194,4 persen yoy. Pertumbuhan transaksi QRIS itu sejalan dengan akseptansi masyarakat. (bl)

en_US