Regulasi Pajak Digital: Implementasi PMK 37 Tahun 2025 atas Transaksi PMSE

Di era yang serba maju dan digital saat ini, hampir seluruh aspek kehidupan mengalami transformasi berbasis teknologi, termasuk dalam cara manusia melakukan transaksi perdagangan. Inovasi digital telah mendorong perubahan perilaku konsumen dan pelaku usaha, yang kini lebih memilih platform daring sebagai sarana utama dalam berjual beli. Transaksi digital ini di kenal dengan Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) salah satu contohnya adalah Platform yang sangat dikenal luas seperti ‘toko ijo’ dan ‘toko orange’ merupakan contoh PMSE yang mempertemukan penjual dan pembeli dalam ekosistem digital.

Menyadari perkembangan ini, Pemerintah terus berupaya menciptakan kepastian hukum dan meningkatkan pengawasan perpajakan di sektor digital. Salah satu bentuk upaya tersebut adalah dengan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025 yang mengatur ketentuan perpajakan atas perdagangan melalui sistem elektronik yaitu penyelenggara perdagangan PMSE yang menggunakan rekening eskro (escrow account) untuk menampung sebagai pemungut pajak. PMK ini baru relase 11 Juni 2025 dan mulai berlaku pada saat tanggal di undangkan .

Beberapa poin penting yang diatur dalam PMK Nomor 37 Tahun 2025 yang terdiri dari 5 BAB dan 18 pasal antara lain sebagai berikut :

Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE), baik yang berada di dalam maupun luar wilayah Indonesia. Penunjukan dilakukan apabila PMSE menggunakan rekening escrow yaitu rekening yang menampung penghasilan dan memenuhi kriteria tertentu, yaitu memiliki nilai transaksi dengan pengguna di Indonesia melebihi jumlah tertentu dalam 12 bulan, dan atau jumlah traffic atau pengakses yang melebihi batas tertentu dalam periode yang sama. Besaran nilai transaksi dan traffic ditetapkan oleh Menteri Keuangan sebagai dasar penunjukan kewajiban pemungutan pajak.

Orang pribadi atau badan yang menerima penghasilan melalui rekening bank atau rekening keuangan sejenis, serta melakukan transaksi dengan alamat internet protocol (IP) di Indonesia atau nomor telepon berkode Indonesia. Termasuk dalam kategori ini adalah perusahaan jasa pengiriman, perusahaan asuransi, dan pihak lain yang melakukan transaksi barang dan/atau jasa melalui sistem elektronik. Hal ini memperjelas cakupan subjek pajak dalam perdagangan digital di domestik agar pengawasan dan pemungutan pajak dapat berjalan lebih efektif dan sesuai dengan perkembangan teknologi.

Pedagang Dalam Negeri wajib menyampaikan NPWP/NIK dan alamat korespondensi kepada pemungut pajak. Jika peredaran bruto ≤ Rp500 juta, harus melampirkan surat pernyataan. Semua informasi disampaikan sebelum penghasilan diterima. Surat pernyataan dan SKB harus diperbarui setiap tahun. Jika peredaran bruto melebihi Rp500 juta, wajib menyampaikan surat pernyataan terbaru paling lambat akhir bulan saat batas tersebut terlampaui.

Tarif pajak PPh Pasal 22 sebesar 0,5% dari peredaran bruto, tidak termasuk PPN dan PPnBM, dan terutang saat pembayaran diterima. PPh ini bisa diperhitungkan sebagai angsuran PPh atau pelunasan PPh final, tergantung jenis penghasilannya. Jika PPh yang dipungut lebih kecil dari yang seharusnya, kekurangannya wajib disetor sendiri. Jika lebih besar, bisa diminta kembali.Untuk transaksi dalam valuta asing, konversi ke rupiah memakai kurs Menteri Keuangan saat pembayaran.

Hal yang perlu diketahui dalam PMK 37 tahun 2025 ini adalah tidak semua transaksi dikenai pemungutan PPh Pasal 22. Beberapa jenis transaksi dikecualikan, seperti penjualan oleh Wajib Pajak orang pribadi dengan omzet tidak melebihi Rp500 juta dan telah menyampaikan surat pernyataan, jasa ekspedisi oleh mitra aplikasi, transaksi yang disertai Surat Keterangan Bebas (SKB), penjualan pulsa, kartu perdana, emas, batu permata, serta pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.

Namun pada prinsipnya atas penghasilan tersebut tetap terutang pajak, dan kewajiban pajak tetap harus dipenuhi oleh Wajib Pajak sesuai dengan mekanisme yang ditetapkan dalam peraturan perpajakan,sehingga untuk penghasilan tersebut tidak lagi dikenai pemotongan atau pemungutan PPh oleh pihak lain seperti penyelenggara PMSE.

Ketentuan ini diterapkan untuk menghindari terjadinya pemungutan pajak berganda (double taxation) atas penghasilan yang sama. Dengan kata lain, pengenaan pajak ini tidak berlaku lagi untuk penghasilan yang sudah dipungut PPh Pasal 22, karena prinsip keadilan dalam perpajakan mewajibkan bahwa setiap objek pajak hanya dikenai pungutan satu kali melalui mekanisme yang berlaku, agar tidak membebani Wajib Pajak.

Dengan demikian, kehadiran PMK 37/2025 merupakan wujud nyata komitmen Pemerintah dalam mengadaptasi kebijakan fiskal guna menjawab tantangan sekaligus memanfaatkan peluang di tengah pesatnya pertumbuhan ekonomi. Diharapkan, peraturan ini mampu menciptakan iklim perpajakan yang lebih transparan, adil, dan selaras dengan kebutuhan zaman, sekaligus mendorong kesadaran dan kepatuhan pajak bagi para pelaku usaha di ekosistem digital Indonesia.

Penulis adalah anggota Departemen Pendidikan IKPI

Tintje Beby

Email: tibeb.sugandi@gmail.com

Disclamer : Tulisan merupakan pendapat pribadi penulis

 

en_US