IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan bahwa Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 akan menjadi instrumen utama untuk menjalankan delapan agenda prioritas pembangunan nasional Presiden Prabowo Subianto yang dikenal dengan Asta Cita.
Dalam tanggapan pemerintah atas Pemandangan Umum Fraksi-Fraksi DPR RI, Sri Mulyani menekankan bahwa APBN bukan sekadar dokumen anggaran, tetapi wujud nyata peran negara membangun kemandirian ekonomi sekaligus melindungi rakyat.
“APBN adalah instrumen kehadiran negara untuk mewujudkan ekonomi yang tangguh, mandiri, dan sejahtera. RAPBN 2026 disiapkan untuk melaksanakan Asta Cita melalui delapan agenda prioritas pembangunan,” ujar Sri Mulyani dalam Rapat Paripurna DPR RI, Kamis (21/8/2025).
Sebagian besar pembiayaan RAPBN 2026 masih akan ditopang dari penerimaan pajak. Menkeu menekankan bahwa kepatuhan dan perluasan basis pajak menjadi kunci untuk mendukung program-program prioritas, mulai dari ketahanan pangan hingga makan bergizi gratis (MBG) bagi 82,9 juta penerima.
“Subsidi energi, insentif perpajakan untuk transisi energi bersih, hingga pembiayaan murah bagi petani dan UMKM seluruhnya membutuhkan ruang fiskal yang sehat. Karena itu, pajak tetap menjadi tulang punggung pendanaan pembangunan,” tegasnya.
Alokasi Anggaran Prioritas
Dalam RAPBN 2026, sejumlah agenda besar disiapkan dengan anggaran jumbo, antara lain:
• Ketahanan pangan Rp164,4 triliun, termasuk subsidi pupuk Rp46,9 triliun.
• Ketahanan energi Rp402 triliun, sebagian berbentuk subsidi energi dan insentif pajak transisi energi.
• Makan Bergizi Gratis Rp335 triliun.
• Pendidikan Rp757,8 triliun atau 20% dari total belanja negara, termasuk dana abadi pendidikan Rp37 triliun.
• Kesehatan Rp244 triliun, dengan jaminan layanan kesehatan bagi 96,8 juta jiwa.
• Pertahanan semesta Rp185 triliun.
• Percepatan pembangunan desa, UMKM, dan perumahan rakyat melalui pembiayaan murah dan dukungan fiskal.
Sri Mulyani menegaskan, desain APBN 2026 diarahkan agar belanja negara tidak hanya bergantung pada pembiayaan utang, melainkan lebih kuat ditopang penerimaan dalam negeri.
“Profesionalisme, integritas, dan perluasan basis perpajakan menjadi fondasi pengelolaan fiskal yang transparan. Dengan begitu, APBN mampu menjawab kebutuhan rakyat sekaligus menjaga kemandirian ekonomi Indonesia,” jelasnya. (alf)