Penundaan Cukai Popok dan Tisu Dinilai Tepat, Indef Ingatkan Risiko Hilangnya Momentum Fiskal

IKPI, Jakarta: Kebijakan pemerintah menunda rencana pengenaan cukai terhadap popok dan tisu basah mendapat apresiasi sekaligus peringatan dari kalangan ekonom. Kepala Center of Macroeconomics and Finance Indef, M Rizal Taufikurahman, menilai keputusan tersebut tepat secara waktu, namun berisiko menghilangkan momentum perluasan penerimaan negara jika tidak dibarengi peta jalan yang jelas.

“Penundaan ini pada dasarnya tepat dari sisi timing karena daya beli masyarakat dan pemulihan konsumsi rumah tangga belum sepenuhnya solid,” ujarnya, Minggu (16/11/2025).

Menurut Rizal, target pertumbuhan ekonomi 6 persen dapat dijadikan ambang batas kebijakan sebelum pemerintah memberlakukan cukai baru agar tidak menimbulkan demand shock, terutama bagi keluarga muda dan pelaku UMKM yang tengah menanggung tekanan biaya hidup. Meski demikian, ia menegaskan ada konsekuensi fiskal yang tak bisa diabaikan.

“Risikonya adalah hilangnya momentum untuk memperluas basis penerimaan negara serta mendorong perubahan perilaku konsumsi,” katanya.

Rizal juga mengingatkan perlunya fase transisi yang nyata, mulai dari sosialisasi, insentif terhadap produk ramah lingkungan, hingga dukungan bagi UMKM produsen barang substitusi. Tanpa itu, penundaan dikhawatirkan menjadi pembatalan permanen dan gagal memberikan dorongan reformasi fiskal.

Ia menuturkan bahwa jika kelak cukai diberlakukan tanpa mitigasi, beban terbesar akan dirasakan keluarga muda dan kelompok berpenghasilan rendah karena popok dan tisu basah merupakan kebutuhan rumah tangga esensial. Desain tarif yang tidak hati-hati berpotensi menekan konsumsi kelompok menengah bawah dan memicu pergeseran ke produk murah yang tidak memenuhi standar.

Dari sisi industri, kebijakan cukai berpotensi menggerus margin produsen serta memicu peredaran barang substitusi yang tidak terjamin kualitasnya. Dari aspek keadilan fiskal, Rizal menilai kebijakan ini cenderung regresif lantaran beban paling besar ditanggung kelompok berpendapatan rendah.

Wacana ekstensifikasi cukai ini sebelumnya tercantum dalam PMK 70/2025 tentang Rencana Strategis Kemenkeu 2025–2029, yang membuka ruang penambahan Barang Kena Cukai (BKC) baru seperti popok sekali pakai, alat makan dan minum sekali pakai, serta tisu basah. Pemerintah juga mengkaji potensi cukai untuk produk plastik dan pangan olahan bernatrium sebagai strategi menambah penerimaan tanpa langsung menaikkan pajak utama.

Menanggapi hal itu, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa cukai popok dan tisu belum akan diterapkan dalam waktu dekat. Ia menyebut pemerintah tetap memegang prinsip untuk tidak menambah beban pajak sebelum ekonomi benar-benar stabil.

“Sebelum ekonominya stabil, saya tidak akan menambah pajak tambahan dulu. Ketika ekonominya tumbuh 6 persen atau lebih, baru kita pikirkan pajak-pajak tambahan,” ujar Purbaya di Jakarta, Jumat (14/11/2025). (alf)

en_US