Pajak Tinggi Gagal Selamatkan Krisis Ekonomi di Kenya

The concept of an economic crisis. Vector illustration in cartoon style is drawn by hand. Protest poster and various icons related to money and economy.

IKPI, Jakarta: Kenya yang dulu dijuluki sebagai lokomotif pertumbuhan Afrika Timur kini terpuruk dalam krisis ekonomi yang dalam. Kenaikan pajak yang tajam, korupsi sistemik, serta inflasi yang tak terkendali telah menggerus harapan jutaan warga, memaksa banyak dari mereka bertahan hidup dalam kondisi yang memprihatinkan.

Tak kurang dari 40 persen penduduk kini hidup di bawah garis kemiskinan. Di sudut-sudut kota Nairobi, kenyataan ini tergambar jelas dalam kehidupan sehari-hari. Christine Naswa, seorang ibu lima anak yang mengais rezeki dengan berjualan sayuran, mengaku kerap pulang dengan tangan hampa.

“Ekonomi sudah hancur. Tak ada uang beredar di Kenya. Anak-anak saya menangis karena lapar, tapi saya hanya bisa memeluk mereka tanpa jawaban,” ucapnya seperti dikutip AFP, Kamis (12/6/2025).

Meskipun pemerintah Presiden William Ruto telah memangkas beberapa jenis pajak melalui revisi RUU Keuangan, masyarakat menilai langkah tersebut sebatas kosmetik. Harga-harga tetap tinggi, pendapatan stagnan, dan beban hidup terus menumpuk.

Seorang pedagang di pusat bisnis Nairobi menggambarkan tahun ini sebagai periode tergelap dalam karier berdagangnya selama lebih dari tiga dekade. “Sejak pemerintahan ini naik, pajak langsung naik. Tapi kami tidak melihat manfaatnya. Yang ada malah penjualan anjlok dan toko saya pernah dijarah saat unjuk rasa,” katanya, enggan disebutkan namanya.

Pemerintah berdalih, kebijakan pajak diperlukan untuk menjaga stabilitas fiskal dan membayar utang luar negeri yang menumpuk. Namun, sejumlah ekonom menilai strategi ini kontraproduktif.

“Masyarakat Kenya sudah terlalu lelah. Pajak tidak lagi dirasakan sebagai kontribusi untuk negara, melainkan beban yang memiskinkan,” tutur Kwame Owino, Direktur Institute for Economic Affairs.

Kondisi ini diperburuk oleh tekanan eksternal dari lembaga-lembaga donor seperti IMF, yang mensyaratkan reformasi fiskal sebagai syarat bantuan. Ironisnya, pengeluaran pemerintah untuk membayar bunga utang kini melampaui anggaran untuk sektor vital seperti kesehatan dan pendidikan.

Patricia Rodrigues, analis politik dari Control Risks, menyebut Ruto telah kehilangan legitimasi moral di mata rakyat. “Ia naik dengan janji memperjuangkan rakyat kecil, tapi realitasnya sangat jauh dari itu. Banyak warga merasa dikhianati,” ujarnya.

Parlemen dijadwalkan membahas rancangan anggaran baru pekan ini. Namun, tekanan publik memaksa pemerintah menahan diri dari rencana menaikkan pajak langsung, demi menghindari potensi gelombang protes susulan.

“Masalah kita bukan hanya soal pajak, tapi soal kepercayaan. Jika korupsi terus dibiarkan, maka siapa pun yang berkuasa, rakyat akan tetap menderita,” kata seorang warga Nairobi dengan nada getir.

Menjelang Pemilu 2027, harapan akan perubahan mulai memudar. “Orang Kenya selalu memilih pencuri,” sindir pedagang tadi, mengakhiri obrolan dengan senyum pahit. (alf)

 

 

 

 

en_US