Sekilas judul di atas tampak janggal bukan ? Kejanggalan tersebut wajar adanya, muncul karena keterbatasan pemikiran bahwa Konsultan Pajak tidak membuat suatu barang untuk dijual atau diserahkan kepada kliennya. Kejanggalan pemikiran lainnya terjadi karena penggunaan kata “jasa” yang kerap dipasangkan dengan kata “barang” yang memiliki bentuk wujud tertentu (dapat dilihat dan dipegang). Namun demikian, dalam dunia profesi kata “jasa” dapat dikonkretisasi menjadi sesuatu yang berwujud (dapat dilihat dan dipegang) serta yang terpenting adalah bermanfaat bagi pengguna (klien) untuk mengambil keputusan tertentu.
Pada beberapa profesi yang ada, sebagai contoh: profesi Notaris, profesi Advokat, profesi Akuntan Publik, dan profesi Konsultan Hukum Pasar Modal, profesi-profesi tersebut memberikan jasa sesuai keahliannya masing-masing. Advokat memberikan jasa hukum baik non litigasi maupun litigasi.
Jasa hukum non litigasi dikonkretisasi melalui berbagai bentuk seperti: pendapat hukum tertulis (legal opinion), pembuatan perjanjian dan lain-lain, sedangkan jasa hukum litigasi dikonkretisasi melalui bentuk – bentuk seperti: surat gugatan, surat jawaban, nota pembelaan (pledoi) dan lain-lain.
Notaris sebagai Pejabat Umum, jasa pelayanannya dikonkretisasi dalam bentuk pembuatan akta otentik maupun akta-akta lainnya. Akuntan Publik salah satu jasanya dikonkretisasi dalam bentuk laporan keuangan audit yang memuat opini Akuntan tersebut. Konsultan Hukum Pasar Modal salah satu jasanya, berupa pendapat hukum yang dikonkretisasi dalam bentuk prospektus perusahaan yang akan melakukan penawaran saham di pasar modal.
Konsultan Pajak memberikan jasa perpajakan dalam pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan kliennya. Jasa perpajakan tersebut meliputi:
Jasa konsultasi perpajakan;
Jasa pengurusan hak dan kewajiban perpajakan;
Jasa kuasa dan/atau pendampingan Wajib Pajak dalam rangka pemeriksaan pajak termasuk didalamnya pemeriksaan bukti permulaan, penyidikan tindak pidana perpajakan dan sengketa perpajakan (termasuk pajak daerah) pada Direktorat Jenderal Pajak, Pengadilan Pajak dan Mahkamah Agung.
(Bagian I angka 1 huruf b Standar Profesi IKPI)
Sama halnya dengan profesi yang lain, Konsultan Pajak dapat dan bahkan dianjurkan juga untuk mengkonkretisasi jasa perpajakan yang diberikan kepada kliennya. Bagian II angka 3.3.2. Standar Profesi IKPI adalah anjuran sekaligus pedoman bagi para Konsultan Pajak untuk dapat mengkonkretisasi jasa konsultasi / informasi / pendapat profesional yang diberikannya ke dalam bentuk tertulis.
“3.3.2. Anggota disarankan untuk memberikan konsultasi secara tertulis. Namun demikian jika anggota perlu memberikan jawaban secara spontan dalam rapat atau melalui telepon, maka anggota harus membuat catatan internal tentang materi diskusi, tanggal dan saran yang diberikan. Hal ini dilakukan baik untuk klien ataupun calon klien. Anggota mempunyai pilihan untuk menyampaikannya kepada klien atau tidak.”
Lebih lanjut, bentuk tertulis dari jasa konsultasi ini dinamai dengan surat saran (Bagian II angka 3.3.3. Standar Profesi IKPI). Surat saran tersebut di dalamnya harus memuat setidaknya 6 (enam) komponen, yaitu:
Alasan saran tersebut diperlukan;
Latar Belakang fakta serta asumsi yang mendasari saran;
Dasar hukum yang menjadi rujukan;
Alternatif yang disampaikan klien;
Risiko yang melekat pada saran yang diberikan;
Peringatan yang terkait dan pengecualian.
Dengan adanya surat saran dan catatan internal yang dibuat, maka jasa konsultasi yang dilakukan oleh Konsultan Pajak telah dikonkretisasi ke dalam suatu bentuk / wujud fisik tertentu. Konkretisasi sebaiknya dilakukan secara komprehensif terhadap seluruh jasa perpajakan yang dilakukan oleh Konsultan Pajak. Jika dalam pemberian jasa konsultasi, Konsultan Pajak disarankan untuk membuat surat saran dan catatan internal, maka pada awal penugasan untuk mengurus hak dan kewajiban pajak klien, Konsultan Pajak diwajibkan untuk membuat Surat Ikatan Kerja / Tugas (SIT). Kewajiban untuk membuat SIT ini tercantum pada Bagian II angka 5.1.2. Standar Profesi IKPI yang menyebutkan:
“Saat menerima penugasan, anggota diwajibkan untuk membuat Surat Ikatan Kerja (SIT) dengan klien, berkenaan dengan lingkup kerja dan sifat penugasan, serta meminta klien menyampaikan konfirmasi dan memberikan persetujuan tertulis. SIT ini merupakan kontrak antara anggota dengan klien yang berlaku efektif walaupun tanpa adanya surat konfirmasi. Diperlukan kecermatan kalimat dalam membuat definisi lingkup penugasan, sehingga klien memahami tugas penugasan yang telah disepakati untuk dikerjakan oleh anggota. SIT yang dibuat oleh anggota wajib mencakup jumlah besaran imbalan yang akan dikenakan pada klien.”
SIT merupakan bentuk konkret awal adanya tugas pengurusan hak dan kewajiban pajak dari klien kepada Konsultan Pajak. SIT memuat ruang lingkup pelaksanaan tugas pengurusan hak dan kewajiban pajak klien yang akan dilaksanakan oleh Konsultan Pajak. Setelah SIT ditandatangani oleh Konsultan Pajak dan kliennya, maka Konsultan Pajak melaksanakan jasa pengurusan hak dan kewajiban pajak dan menuangkannya dalam kertas kerja Konsultan Pajak.
Kertas kerja Konsultan Pajak merupakan bentuk konkret atas pelaksanaan jasa pengurusan hak dan kewajiban pajak, yang didalamnya merekam aktivitas-aktivitas ekonomi klien yang masuk dalam ruang lingkup penugasan untuk menyiapkan perhitungan pajak. Pembuatan kertas kerja itu sendiri didasarkan pada informasi yang diperoleh secara simultan dari klien yang dikumpulkan berikut dengan bukti-bukti pendukungnya.
Jasa perpajakan berikutnya adalah jasa perpajakan berupa pendampingan klien dalam hal adanya pemeriksaan pajak, penyidikan dan sengketa pajak. Pada tahap awal pemberian jasa pendampingan ini ditandai dengan adanya surat kuasa dari klien kepada Konsultan Pajak sebagai bentuk konkretnya.
Surat Kuasa ini diperlukan untuk memperlengkapi Konsultan Pajak agar kehadiran dan kapasitas Konsultan Pajak pada saat mendampingi, mewakili, mengklarifikasi serta menandatangani dokumen-dokumen tertentu atas nama kliennya selama pemeriksaan, penyidikan dan penyelesaian sengketa tidak terkendala. Bentuk konkret lain dari pelaksanaan jasa Konsultan Pajak pada tahapan ini memiliki beragam bentuk antara lain: pengajuan surat keberatan, surat banding, surat gugatan, surat uraian banding, permohonan peninjauan kembali dan lain-lain bergantung tahapan proses yang sedang berjalan. Kemahiran Konsultan Pajak dalam pembuatan surat permohonan, argumentasi alasan serta penyusunan bukti yang diajukan pada akhirnya akan menentukan keyakinan Majelis Hakim dalam memutuskan sengketa pajak.
Sebagai penutup semoga tulisan ini dapat memberikan sedikit gambaran mengenai produk-produk konkret atas pelaksanaan jasa perpajakan Konsultan Pajak. Sama halnya dengan profesi-profesi lain yang memiliki bentuk konkret tertentu sebagai ciri khas atas pelaksanaan jasanya, Konsultan Pajak tentunya juga memiliki ciri khas dan bentuk konkret atas pelaksanaan jasa perpajakannya.
Akhir kata, teriring harapan dengan semakin familiarnya bentuk-bentuk konkret atas jasa perpajakan Konsultan Pajak, Undang-Undang Konsultan Pajak sebagai payung hukum profesi Konsultan Pajak dapat segera terwujud dan disahkan.
Penulis adalah anggota Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Kota Bandung
Hari Yanto
Email: hari_yanto_sh@yahoo.co.id
Disclaimer: Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis