IKPI, Jakarta: Kementerian Keuangan menegaskan bahwa rencana penerapan pungutan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 terhadap pedagang di platform niaga elektronik (e-commerce) bukanlah kebijakan pajak baru. Pemerintah hanya mengubah mekanisme pembayaran pajak agar lebih praktis dan efisien bagi pelaku usaha.
Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kemenkeu, Febrio Kacaribu, menjelaskan bahwa pola pemungutan semacam ini sudah diterapkan lebih dulu terhadap perusahaan digital berskala global seperti Google dan Netflix. Kini, mekanisme tersebut diperluas ke sektor perdagangan elektronik dalam negeri guna memperkuat kemitraan dengan marketplace sebagai pemungut pajak.
“Ini bukan pajak baru. Kita hanya mengubah cara pembayaran pajaknya agar lebih mudah dan terintegrasi. Marketplace akan membantu memungut PPh dari pedagang yang memenuhi syarat,” ujar Febrio, baru-baru ini.
Ia menekankan, pungutan PPh 22 hanya dikenakan kepada pedagang e-commerce yang memiliki omzet di atas Rp500 juta per tahun. Sementara itu, pelaku usaha kecil dan mikro yang penghasilannya di bawah batas tersebut tidak akan terkena pungutan ini.
“Justru ini bentuk keberpihakan pada UMKM. Mereka tetap bisa berjualan tanpa beban tambahan,” tambahnya.
Penjelasan lebih rinci juga disampaikan oleh Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Rosmauli. Menurutnya, kebijakan ini merupakan bentuk pergeseran dari sistem self-assessment di mana pedagang membayar sendiri pajaknya menjadi sistem withholding tax, yaitu pemungutan oleh pihak ketiga yang ditunjuk, dalam hal ini marketplace.
“Marketplace seperti Tokopedia, Shopee, TikTok Shop, dan Lazada akan ditunjuk pemerintah sebagai pemungut PPh 22 atas transaksi dari pedagang yang omzetnya di atas Rp500 juta per tahun. Pemungutan dilakukan dengan tarif 0,5 persen sesuai PP Nomor 23 Tahun 2018 tentang PPh Final UMKM,” jelas Rosmauli, Kamis (26/6/2025).
Ia menambahkan, sistem ini justru memberikan kemudahan dan kepastian bagi pedagang dalam memenuhi kewajiban perpajakan. Pemotongan dilakukan otomatis oleh platform, tanpa perlu proses pelaporan terpisah oleh pedagang.
“Ini bukan soal pungutan tambahan, melainkan penyederhanaan sistem. Kami ingin bantu pedagang patuh pajak tanpa harus ribet,” tegas Rosmauli.
Dengan mekanisme baru ini, pemerintah berharap kepatuhan pajak dapat meningkat, terutama dari sektor digital yang terus berkembang pesat. (alf)