Indef Ingatkan Bahaya “Ilusi Ruang Fiskal” dari Pemakaian SAL

IKPI, Jakarta: Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mengingatkan pemerintah agar penggunaan Saldo Anggaran Lebih (SAL) untuk menutup celah defisit tidak berubah menjadi kebiasaan yang justru menggerus disiplin fiskal jangka menengah.

Peringatan itu muncul seiring langkah Kementerian Keuangan yang mengoptimalkan SAL sebesar Rp85,6 triliun sebagai bantalan pembiayaan APBN 2025. Strategi tersebut ditujukan menjaga defisit tetap sesuai outlook di kisaran 2,78 persen terhadap produk domestik bruto (PDB), sekaligus menahan tambahan penerbitan surat utang di tengah ketidakpastian global.

Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Indef, M. Rizal Taufikurahman, menilai kebijakan tersebut sah secara pragmatis. Namun, ia mengingatkan risiko “ilusi ruang fiskal” bila SAL terus dijadikan sandaran utama. “Defisit yang tampak terkendali secara angka bisa menyembunyikan masalah struktural jika ditopang oleh pengurasan cadangan,” ujarnya, Jumat (19/12/2025).

Menurut Rizal, penarikan SAL dalam jumlah signifikan mencerminkan tekanan nyata pada sisi penerimaan negara, sementara struktur belanja pemerintah relatif kaku. Jika “tabungan” negara itu terlalu sering dipakai untuk menutup kebutuhan pembiayaan rutin, fungsi SAL sebagai peredam kejut (shock absorber) akan tereduksi.

Dampaknya, ruang gerak fiskal berpotensi menyempit ketika terjadi guncangan eksternal yang lebih besar. “Ada risiko preseden fiskal yang keliru—stabilitas defisit dijaga lewat optimalisasi kas, bukan lewat penguatan kualitas APBN,” tambahnya.

Indef juga menilai ketergantungan pada SAL dapat melemahkan disiplin fiskal karena mendorong penundaan reformasi fundamental, seperti perbaikan rasio pajak terhadap PDB (tax ratio) dan peningkatan efisiensi belanja. Karena itu, Indef mendesak adanya aturan main yang jelas terkait pemanfaatan SAL.

“Idealnya, SAL hanya ditarik untuk menutup guncangan penerimaan yang bersifat sementara, bukan membiayai belanja rutin. Harus ada batas minimum SAL yang dijaga agar tidak menciptakan ilusi ruang fiskal yang semu,” tegas Rizal.

Sebelumnya, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menyatakan optimalisasi SAL Rp85,6 triliun menjadi salah satu strategi utama pembiayaan APBN 2025 untuk menjaga defisit tetap terkendali tanpa menambah kewajiban utang.

Hingga 30 November 2025, realisasi pembiayaan utang tercatat Rp614,9 triliun atau 84,06 persen dari outlook Laporan Semester (Lapsem) I/2025 sebesar Rp731,5 triliun. Pada periode yang sama, defisit APBN berada di level 2,35 persen PDB dan diproyeksikan bergerak menuju target akhir tahun 2,78 persen PDB.

Suahasil menegaskan penarikan utang tersebut masih berada dalam koridor kehati-hatian fiskal. “Itu on track. Defisit bergerak sesuai desain APBN, sebagaimana laporan semester di DPR,” ujarnya dalam konferensi pers APBN KiTA di Jakarta, Kamis (18/12/2025). (alf)

en_US