IKPI, Jakarta: Pemerintah Hong Kong tengah mempertimbangkan untuk menaikkan Pajak Penghasilan (PPh) bagi golongan berpendapatan tinggi, atau yang disebut sebagai high wealth individuals, untuk tahun kedua berturut-turut.
Langkah ini bertujuan untuk menekan defisit anggaran yang terus membengkak. Wacana ini telah menjadi bagian dari konsultasi publik yang berlangsung selama beberapa minggu terakhir.
Dalam proses konsultasi tersebut, pejabat pemerintah mengusulkan kenaikan tarif pajak sebesar 16 persen untuk kelompok pendapatan tertinggi, yaitu mereka yang berpenghasilan lebih dari 5 juta dolar Hong Kong (sekitar Rp 10,52 miliar) per tahun.
Selain itu, pemerintah juga mempertimbangkan opsi untuk menurunkan ambang batas penghasilan tertinggi, sehingga lebih banyak individu yang masuk dalam kategori wajib pajak tersebut.
Meski demikian, belum ada kepastian apakah rencana ini akan diterapkan.
Pemerintah masih menunggu hasil konsultasi publik sebelum mengambil keputusan konkret.
“Kami menerima berbagai usulan dari sektor-sektor yang berbeda dan masyarakat umum selama proses konsultasi anggaran. Kami tidak memberikan komentar atas usulan individu atau spekulasi,” ujar seorang juru bicara Kantor Sekretaris Keuangan Hong Kong, dikutip dari Bloomberg pada Sabtu (18/1/2025).
Lanjutan dari Kebijakan Pajak 2024
Jika kebijakan ini diterapkan, langkah tersebut akan melanjutkan kenaikan pajak serupa yang diberlakukan pada 2024, ketika tarif pajak tertinggi dinaikkan untuk pertama kalinya dalam dua dekade. Hong Kong saat ini menghadapi tekanan ekonomi besar akibat defisit anggaran, dampak pandemi COVID-19, serta ketegangan politik dalam beberapa tahun terakhir.
Meskipun dikenal sebagai kota dengan sistem pajak rendah yang menarik bagi investor global, pemerintah setempat menegaskan bahwa langkah ini diperlukan untuk memastikan keberlanjutan ekonomi jangka panjang.
“Penting untuk mempertahankan keunggulan kompetitif Hong Kong sebagai kota dengan sistem pajak sederhana dan rendah. Namun, sama pentingnya untuk mengikuti prinsip bahwa mereka yang mampu harus membayar lebih, sehingga dampaknya terhadap masyarakat umum dapat diminimalkan,” ungkap Sekretaris Keuangan Hong Kong, Paul Chan, dalam sebuah unggahan di blog pribadinya pada Minggu (5/1/2025).
Pemerintah juga menekankan bahwa upaya pengendalian pengeluaran akan menjadi prioritas utama dalam menurunkan defisit anggaran, meski kontribusi dari golongan berpenghasilan tinggi tetap dianggap sebagai bagian penting dari solusi.
Apakah kebijakan ini akan diberlakukan atau tidak, masih menjadi tanda tanya. Namun, wacana ini dipastikan akan berdampak signifikan bagi masyarakat dan perekonomian Hong Kong secara keseluruhan. (alf)