DJP Jaktim Serahkan Tersangka Pengemplang Pajak ke Kejaksaan

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan memproses hukum oknum pengemplang pajak. Kerugian negara dari upaya menghindari pembayaran pajak itu ditaksir mencapai Rp 1,5 miliar.

Hal ini dilakukan oleh Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Jakarta Timur (Jaktim) menyerahkan 1 orang tersangka pengemplang pajak beserta barang bukti yang diperoleh selama proses penyidikan kepada Kejaksaan Negeri Jakarta Timur.

“Tersangka tindak pidana perpajakan berinisial APS selaku Direktur Utama PT CAS yang diserahkan oleh Tim Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) adalah seorang pengusaha jasa alat berat tambang batu bara yang lokasi usahanya bertempat di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur,” ujar Kepala Bidang Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Kantor Wilayah DJP Jakarta Timur Sugeng Satoto dalam keterangannya, seperti dikutip dari Liputan6.com, Selasa (13/12/2023).

Dia menjelaskan, penyerahan tersangka dan barang bukti dilakukan di Kantor Kejaksaan Negeri Jakarta Timur, Jl. D.I. Panjaitan By Pass No.15 Jakarta Timur setelah berkas dinyatakan lengkap (P-21) oleh Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.

Kegiatan tersebut didampingi oleh aparat kepolisian, bekerja sama dengan Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya.

Tak Setor Pajak

Tersangka melakukan tindak pidana di bidang perpajakan yaitu dengan sengaja tidak menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau pengemplang pajak yang telah dipungut dari lawan transaksinya ke kas negara atas proyek yang dikerjakan pada tahun 2019.

“Motif yang dilakukan APS diduga karena PPN yang telah dipungut tidak disetorkan dan dijadikan modal kembali untuk melakukan usahanya,” jelasnya.

Sugeng menyampaikan, akibat perbuatannya, tersangka menimbulkan kerugian negara sekurang-kurangnya sebesar Rp 1.534.693.255. Tersangka APS terancam pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali dan paling banyak 4 (empat) kali dari jumlah pajak terutang.

Tindakan yang dilakukan oleh tersangka APS melanggar Pasal 39 ayat (1) huruf c dan i Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang, yaitu dengan sengaja tidak meyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) dan dengan sengaja tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara. (bl)

en_US