IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat perkembangan signifikan dalam penerbitan faktur pajak elektronik hingga 24 Februari 2025. Hingga pukul 04.00 WIB, sebanyak 273.555 Wajib Pajak (WP) telah berhasil menerbitkan faktur pajak, sebuah pencapaian yang menggambarkan peningkatan kepatuhan perpajakan di Indonesia.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti, menyampaikan bahwa hingga tanggal tersebut, jumlah Wajib Pajak yang telah memperoleh sertifikat digital untuk keperluan penandatanganan faktur pajak dan bukti potong Pajak Penghasilan (PPh) tercatat sebanyak 876.642 WP.
“Jumlah Wajib Pajak yang telah menerbitkan faktur pajak mencapai 273.555, ini menunjukkan kemajuan dalam sistem administrasi perpajakan yang semakin transparan dan efisien,” ujar Dwi dalam keterangan resminya Selasa (25/2/2025).
Jumlah Faktur Pajak yang Diterbitkan dan Divalidasi
Sebagai bagian dari upaya meningkatkan akuntabilitas dan transparansi, DJP juga mengungkapkan data terkait jumlah faktur pajak yang telah diterbitkan dan divalidasi. Untuk masa Januari 2025, sebanyak 61.521.859 faktur pajak berhasil diterbitkan, sementara untuk masa Februari 2025, angka tersebut tercatat mencapai 19.368.610 faktur.
Penerbitan faktur pajak elektronik menjadi salah satu langkah strategis DJP untuk mendorong kepatuhan pajak. Sistem ini tidak hanya membuat administrasi perpajakan lebih efisien, tetapi juga mengurangi potensi penyalahgunaan dokumen perpajakan.
Imbauan DJP bagi Wajib Pajak
Dwi Astuti juga mengimbau agar seluruh Wajib Pajak terus memperbarui informasi terkait pelaporan pajak dan memanfaatkan aplikasi core tax DJP. Informasi tentang penggunaan aplikasi tersebut dapat diakses melalui laman resmi DJP di [https://pajak.go.id/reformdjp/coretax/](https://pajak.go.id/reformdjp/coretax/).
Masa Transisi Tanpa Sanksi untuk Wajib Pajak
Menanggapi perkembangan ini, Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo sebelumnya juga mengonfirmasi bahwa pemerintah memberikan masa transisi selama 3 bulan untuk Wajib Pajak yang melakukan penyesuaian sistem administrasi faktur pajak, seiring diberlakukannya tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen.
Selama masa transisi ini, DJP memastikan tidak ada sanksi bagi Wajib Pajak yang terlambat atau melakukan kesalahan dalam menerbitkan faktur pajak. Suryo menegaskan, “Kami memberikan kemudahan untuk tidak menerapkan sanksi bila terjadi keterlambatan atau kesalahan penerbitan faktur,” ujarnya dalam konferensi pers APBN 2024.
Namun, setelah masa transisi selesai, keterlambatan atau kesalahan penerbitan faktur pajak dapat dikenakan denda sebesar 1 persen dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP), sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007.
Dengan semakin banyaknya Wajib Pajak yang memanfaatkan penerbitan faktur pajak elektronik, diharapkan kepatuhan pajak di Indonesia dapat terus meningkat, mendukung tercapainya target penerimaan negara, serta mempercepat reformasi sistem perpajakan. (alf)