IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan akan menjalankan beberapa kebijakan untuk mendongkrak penerimaan negara pada tahun depan. Ada 4 kebijakan yang akan mereka jalankan.
Seperti dikutip dari CNN Indonesia, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Neilmaldrin Noor mengatakan strategi pertama adalah penguatan ekstensifikasi perpajakan.
Nah pada strategi pertama ini, ia mengatakan akan melakukan prioritas pengawasan terhadap wajib pajak orang kaya raya alias crazy rich (high individual person) beserta grup dan digital ekonomi. Ia belum mau menjelaskan siapa saja orang kaya yang akan dimasukkan ke dalam prioritas pengawasan ini.
“Kita sudah punya sekarang wajib pajak yang terdaftar di Large Tax Office (LTO). Itu kan masuk dulunya high wealth individual, Tapi apakah nanti akan ada kriteria baru untuk kategori high wealth individual yang akan jadi prioritas, ini yang belum bisa kami sampaikan,” katanya di Batam, Selasa (29/11/2022) malam.
Ia menambahkan peningkatan prioritas pengawasan ini merupakan respons dari Ditjen Pajak atas keluhan dan masukan dari sejumlah wajib pajak yang selama ini sudah bayar pajak, tapi melihat ada orang yang belum menjalankan kewajibannya kepada negara secara benar.
“Ini demi asas fairness saja. Meski jadi prioritas pengawasan juga tidak ada pajak khusus bagi mereka. High wealth individual ini sebelumnya mereka sudah bayar, bahkan ada yang lebih patuh daripada yang bukan high wealth individual,” katanya.
“Cuma, ini kan untuk mencermati kemungkinan mereka punya aset, penghasilan yang belum terlaporkan. Ini yang akan jadi bahan analisis,” tambahnya.
Selain alasan itu, fokus juga dibuat demi menghadapi ancaman resesi ekonomi global pada 2023 mendatang.
“Tahun depan akan menantang bagi DJP karena itu perlu strategi solid untuk mengoptimalkan penerimaan pajak,” katanya.
Strategi kedua, optimalisasi perluasan basis perpajakan. Berkaitan dengan strategi ini, Ditjen Pajak akan memanfaatkan hasil Program Pengampunan Pajak Jilid II atau Program Pengungkapan Sukarela (PPS) dan integrasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Ia menambahkan berdasarkan data terakhir yang masuk sampai dengan 15 November pukul 14.55, sudah ada 52,9 juta NIK yang terintegrasi dengan NPWP.
“Sudah mencapai lebih dari 75 persen yang terintegrasi,” katanya.
Strategi ketiga, mempercepat reformasi sumber daya manusia, organisasi, proses bisnis dan regulasi di bidang perpajakan, memperluas kanal pembayaran pajak, meningkatkan penegakan hukum yang berkeadilan dengan pemanfaatan digital forensik
“Digital forensik ini tidak hanya yang berkaitan dengan kejahatan perpajakan, ini berlaku secara umum,” katanya.
Sedangkan strategi keempat, memberikan insentif fiskal yang terarah dan terukur demi mendorong pertumbuhan dan memberikan kemudahan investasi.
Direktur Ekstensifikasi dan Penilaian Direktorat Jenderal Pajak Aim Nursalim Saleh mengatakan selain strategi itu, pihaknya juga akan melakukan strategi lain. Salah satunya, menindaklanjuti hasil Program Pengampunan Pajak Jilid II.
“Kemarin program ini menghasilkan penerimaan Rp60 triliun. Setelah ini, kami akan mengimbau yang belum ikut untuk ikut, tapi bukan PPS lagi, tapi kembali ke tarif normal ,” katanya.(bl)