IKPI, Jakarta: Pemerintah China memperketat pengawasan terhadap penghasilan warga negaranya yang disimpan di luar negeri. Setelah sebelumnya menyasar kalangan miliarder, kini otoritas pajak mulai mengincar individu dengan aset yang lebih kecil tanda bahwa kampanye pajak global Negeri Tirai Bambu memasuki babak baru.
Menurut sejumlah sumber yang mengetahui kebijakan tersebut, pemerintah akan lebih aktif memeriksa berbagai jenis pendapatan luar negeri, mulai dari dividen, keuntungan investasi hingga saham kompensasi dari perusahaan asing. Langkah ini dilakukan di tengah tekanan fiskal yang meningkat, menyusul membengkaknya defisit anggaran dan menurunnya pendapatan negara.
“Fokus utama kini bergeser dari individu ultra-kaya ke kelompok beraset menengah, termasuk mereka yang memiliki investasi di saham-saham AS dan Hong Kong,” ungkap salah satu sumber seperti dikutip dari Bloomberg, Jumat (6/6/2025).
Penerapan pajak atas keuntungan investasi dapat mencapai 20%, dan kantor-kantor pajak setempat telah mencatat lonjakan permintaan konsultasi dari warga dengan aset di bawah US$1 juta sebuah lonjakan signifikan dibandingkan tahun lalu, saat fokus penegakan hukum lebih diarahkan kepada individu dengan kekayaan lebih dari US$10 juta.
Langkah ini merupakan bagian dari strategi yang lebih besar untuk menambal kekurangan kas negara. Pada empat bulan pertama tahun ini, pendapatan gabungan dua buku fiskal utama China turun 1,3% secara tahunan, sementara pengeluaran negara naik 7,2%. Hasilnya, defisit anggaran melonjak lebih dari 50% dan melampaui US$360 miliar rekor tertinggi sepanjang sejarah untuk periode tersebut.
Pemerintah daerah, yang sebelumnya banyak bergantung pada penjualan tanah dan utang untuk membiayai proyek, kini menghadapi tekanan untuk mencari sumber penerimaan baru. Dalam beberapa kasus, otoritas setempat telah mengidentifikasi wajib pajak yang tidak melaporkan penghasilan luar negeri, dengan total denda dan tunggakan yang harus dibayar kembali mencapai puluhan ribu dolar.
Upaya ini juga mendapat dorongan dari penerapan Common Reporting Standard (CRS) sejak 2018 sistem internasional yang memungkinkan pertukaran otomatis informasi finansial lintas negara. Berkat sistem ini, otoritas pajak China kini bisa mengakses data rekening warga di hampir 150 yurisdiksi.
Sementara itu, Kantor Administrasi Pajak Negara masih bungkam atas laporan ini. Namun sejumlah biro pajak daerah seperti Beijing, Shanghai, dan Zhejiang sudah mengimbau masyarakat untuk menyerahkan laporan pendapatan luar negeri sebelum tenggat 30 Juni akhir masa pelaporan pajak tahun fiskal 2024.
Di tengah gejolak ekonomi dan ketidakpastian kebijakan, arus investasi warga China ke luar negeri terus mengalir. Tahun ini saja, lebih dari US$83 miliar telah dikucurkan investor daratan ke pasar saham Hong Kong dua kali lipat dibanding periode yang sama tahun lalu.
Dengan ambisi Presiden Xi Jinping untuk menciptakan “kemakmuran bersama”, serta proyeksi bahwa aset investasi rumah tangga dapat mencapai US$80 triliun pada 2030, maka pajak atas pendapatan global kemungkinan besar akan menjadi salah satu pilar kebijakan fiskal China ke depan. (alf)