Tata Cara Pembubuhan Cap dan Penulisan Nominal SSP PPh 21 DTP (Contoh)

Layanan Probono

Chantika Putri
Raja Terakhir

Pertanyaan:

SAYA Frans dari Jakarta. Saat ini saya bekerja di salah satu perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan besar peralatan dan perlengkapan rumah tangga yang termasuk dalam kategori perusahaan yang mendapat insentif PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP).
Saya ingin bertanya bagaimana cara membubuhkan cap atau tulisan PPh 21 DTP pada SSP? Lalu, apakah nominal jumlah setoran pajak dalam SSP PPh Pasal 21 yang kita terbitkan selama periode pemberian insentif sama dengan nominal dalam SSP masa sebelumnya atau harus diisi dengan keterangan ‘0’ (nihil)?
Jawaban:
TERIMA kasih Bapak Frans atas pertanyaanya. Ketentuan terkait dengan tata cara pembuatan Surat Setoran Pajak (SSP) PPh Pasal 21 DTP atau cetakan kode billing sendiri telah tercantum dalam Surat Edaran No. SE-29/PJ/2020 (SE-29/2020) pada Bagian E angka 2 huruf e sebagai berikut.

“Tata cara pembuatan Surat Setoran Pajak PPh Pasal 21 DTP dan cetakan kode billing sebagai berikut:

  1. pemberi kerja, baik wajib pajak pusat maupun wajib pajak cabang, yang telah menyampaikan pemberitahuan atas PPh Pasal 21 DTP sebagaimana dimaksud pada huruf b angka 2) wajib membuat Surat Setoran Pajak atau cetakan kode billing yang dibubuhi cap atau tulisan “PPh PASAL 21 DITANGGUNG PEMERINTAH EKS PMK NOMOR 44/PMK.03/2020”;
  2. dalam hal pemberi kerja telah menggunakan aplikasi e-SPT PPh Pasal 21 sebagai sarana penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT), maka proses pembuatan Surat Setoran Pajak atau cetakan kode billing sebagaimana dimaksud pada angka 1) diganti dengan perekaman kode NTPN (9999999999999999) secara elektronik pada aplikasi e-SPT dan jumlah rupiah sebesar nilai PPh Pasal 21 DTP.”

Sebagai aturan pelaksana dari PMK No.44/PMK.03/2020 (PMK 44/2020), SE-29/2020 ini kembali menegaskan kewajiban bagi pemberi kerja yang memanfaatkan PPh Pasal 21 DTP untuk membuat SSP atau cetakan kode billing yang dibubuhi cap atau tulisan “PPh PASAL 21 DITANGGUNG PEMERINTAH EKS PMK NOMOR 44/PMK.03/2020.” Namun, PMK 44/2020 maupun SE-29/2020 tidak memberikan penjabaran lebih lanjut tentang cara membubuhkan cap tersebut.

Pada praktiknya, apabila Anda menyampaikan SSP nonmanual, yaitu dengan menggunakan sistem e-Billing, pembubuhan keterangan tersebut dapat Anda tuliskan pada bagian uraian dalam formulir Surat Setoran Elektronik (SSE). Dengan demikian, setelah form SSE disimpan dan kode billing dicetak maka hasil cetakannya akan terlihat sebagaimana gambar berikut.

Selanjutnya, SE-29/2020 juga menyatakan bahwa apabila pemberi kerja telah menggunakan aplikasi e-SPT PPh Pasal 21 sebagai sarana penyampaian SPT maka perekaman kode NTPN diisi dengan kode NTPN (9999999999999999). Terkait dengan jumlah setoran, nominal yang dicantumkan adalah sesuai dengan jumlah rupiah sesuai PPh Pasal 21 DTP.

Hal ini berarti pula bahwa nominal yang harus dicantumkan dalam SSP maupun SSE/cetakan kode billing atas PPh Pasal 21 DTP harus sesuai dengan nominal PPh Pasal 21 terutang yang mendapatkan insentif DTP. Oleh karena itu, Bapak perlu memerhatikan kembali komponen penghasilan yang dapat memperoleh DTP. Pasalnya, PPh Pasal 21 DTP hanya diberikan kepada pegawai dengan kriteria tertentu.

Adapun berdasarkan Pasal 2 ayat (3) PMK 44/2020 salah satu kriteria pegawai yang dapat mempeoleh PPh Pasal 21 adalah pegawai yang menerima penghasilan bruto yang bersifat tetap dan teratur yang disetahunkan tidak lebih dari Rp200 juta.

Merujuk pada Pasal 1 angka 16 Peraturan Dirjen Pajak No PER-16/PJ/2016, penghasilan bersifat tetap dan teratur didefinisikan sebagai penghasilan bagi pegawai tetap berupa gaji atau upah, segala macam tunjangan, dan imbalan dengan nama apapun yang diberikan secara periodik berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh pemberi kerja, termasuk uang lembur.

Sementara itu, Pasal 1 angka 17 PER-16/PJ/2016 menyebutkan bahwa penghasilan yang bersifat tidak teratur didefinisikan sebagai penghasilan bagi pegawai tetap selain penghasilan yang bersifat teratur, yang diterima sekali dalam satu tahun atau periode lainnya, antara lain berupa bonus, tunjangan hari raya (THR), jasa produksi, tantiem, gratifikasi, atau imbalan sejenis lainnya dengan nama apapun.

Sebagai contoh, Tuan A merupakan pegawai tetap di PT. X menerima penghasilan senilai Rp25 juta pada bulan Mei 2020. Penghasilan tersebut berasal dari gaji dan tunjangan senilai Rp15 juta dan THR senilai Rp10 juta.

Oleh karena itu, Tuan A hanya dapat memperoleh fasilitas PPh Pasal 21 DTP atas gaji dan tunjangannya, sedangkan atas THR yang diterima tidak mendapat insentif PPh Pasal 21 DTP karena bukan merupakan penghasilan yang bersifat teratur (sekali dalam satu tahun).

Berdasarkan ilustrasi ini, PPh Pasal 21 DTP atas gaji dan tunjangan senilai Rp925.833 diserahkan oleh pemberi kerja kepada Tuan A dan dibuatkan SSP dengan nominal jumlah setoran Rp925.833. Lebih lanjut, tulisan “PPh PASAL 21 DITANGGUNG PEMERINTAH EKS PMK NOMOR 44/PMK.03/2020” juga wajib untuk diletakkan pada bagian uraian SSE.

Sebaliknya, PPh Pasal 21 yang terutang atas THR senilai Rp1.500.000 kemudian dipotong dan disetorkan dengan SSP yang terpisah dengan SSE PPh Pasal 21 DTP sebagaimana contoh di atas. Nominal jumlah setoran dalam SSP ini ditulis Rp1.500.000 tanpa mencantumkan keterangan tulisan “PPh PASAL 21 DITANGGUNG PEMERINTAH EKS PMK NOMOR 44/PMK.03/2020” di bagian uraian. Simak artikel ‘Bisakah PPh Pasal 21 atas THR Ditanggung Pemerintah?’ untuk versi penghitungan lengkap dari ilustrasi kasus.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa nominal yang dituliskan dalam SSP PPh Pasal 21 DTP tidak ditulis ‘0’(nihil) melainkan ditulis sesuai dengan nominal PPh Pasal 21 yang mendapatkan fasilitas DTP.

Sementara itu, apabila terdapat komponen penghasilan yang tidak memperoleh insentif DTP maka pajak terutang atas penghasilan tersebut harus dipotong dan disetorkan dengan SSP tersendiri.

Demikian jawaban yang dapat kami berikan. Semoga dapat membantu.

Sebagai informasi, Kanal Kolaborasi antara Kadin Indonesia dan DDTC Fiscal Research menayangkan artikel konsultasi setiap Selasa dan Kamis guna menjawab pertanyaan terkait Covid-19 yang diajukan ke email pajak.covid19@ddtc.co.id. Bagi Anda yang ingin mengajukan pertanyaan, silakan langsung mengirimkannya ke alamat email tersebut.

Perlakuan atas PPh Pasal 21 DTP yang Tidak Disetor ke Kas Negara (Contoh)

Layanan Probono

Chantika Putri
Raja Terakhir

Pertanyaan:

PERKENALKAN saya Victoriana Beatric. Saya ingin bertanya terkait insentif pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP). Misalnya, diasumsikan pada bulan Mei 2020 total PPh 21 DTP atas beberapa pegawai adalah sebesar Rp3.000.000.

Lalu dibuatkan cetakan kode billing sebesar Rp3.000.000 dengan uraian yang diberi keterangan sesuai ketentuan terkait pemanfaatan insentif PPh Pasal 21 DTP. Atas jumlah PPh Pasal 21 DTP sebesar Rp3.000.000 tersebut, bagaimanakah perlakuan pajaknya?

 

Jawaban:
TERIMA kasih atas pertanyaannya Ibu Victoriana Beatric. Berdasarkan pertanyaan Ibu, pertama-tama kita dapat mengacu pada ketentuan insentif PPh Pasal 21 DTP yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 44/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019 (PMK 44/2020).

Sebelum menjawab pertanyaan Ibu, ada baiknya kita lihat kembali ketentuan yang diatur dalam Pasal 2 ayat (3) PMK 44/2020. Dalam pasal tersebut diatur mengenai kriteria pegawai tertentu yang dapat menikmati fasilitas PPh Pasal 21 DTP, yaitu:

  1. menerima atau memperoleh penghasilan dari pemberi kerja yang memiliki kode klasifikasi lapangan usaha (KLU) sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A PMK 44/2020; telah ditetapkan sebagai Perusahaan KITE; atau telah mendapatkan izin Penyelenggara Kawasan Berikat, izin Pengusaha Kawasan Berikat, atau izin PDKB;
  2. memiliki NPWP; dan
  3. pada masa pajak yang bersangkutan menerima atau memperoleh penghasilan bruto yang bersifat tetap dan teratur yang disetahunkan tidak lebih dari Rp200 juta.

Dengan ketentuan di atas, dapat kita asumsikan bahwa beberapa pegawai yang menerima insentif PPh Pasal 21 DTP di perusahaan Ibu telah memenuhi persyaratan untuk memanfaatkan insentif tersebut sesuai ketentuan dalam PMK 44/2020.

Kemudian, sesuai Pasal 2 ayat (5) PMK 44/2020, PPh Pasal 21 DTP harus dibayarkan secara tunai oleh pemberi kerja pada saat pembayaran penghasilan kepada pegawai, termasuk dalam hal pemberi kerja memberikan tunjangan PPh Pasal 21 atau menanggung PPh Pasal 21 kepada pegawai. PPh Pasal 21 DTP tersebut hanya diberikan untuk masa pajak April 2020 sampai dengan September 2020.

Berdasarkan ketentuan tersebut, dapat disimpulkan penghasilan yang diterima pegawai dengan kriteria di atas dapat memperoleh fasilitas PPh Pasal 21 DTP untuk masa pajak April-September 2020. Lebih lanjut, atas PPh Pasal 21 DTP wajib dikembalikan atau dibayar secara tunai ke pegawai yang memperoleh insentif tersebut.

Untuk itu, sesuai dengan pertanyaan Ibu, total PPh 21 DTP atas beberapa pegawai pada bulan Mei 2020 sebesar Rp3.000.000 yang tidak disetorkan ke kas negara wajib dikembalikan kepada pegawai yang menerima insentif PPh final DTP tersebut.

Selanjutnya, dalam Pasal 4 ayat (2) PMK 44/2020 diatur bahwa terhadap PPh Pasal 21 DTP yang dilaporkan, wajib dibuatkan surat setoran pajak (SSP) atau cetakan kode billing yang dibubuhi cap/tulisan “PPh PASAL 21 DITANGGUNG PEMERINTAH EKS PMK NOMOR 44/PMK.03/2020” oleh pemberi kerja.

Kemudian, sesuai Pasal 4 ayat (3) PMK 44/2020, pemberi kerja wajib membuat laporan realiasi PPh Pasal 21 DTP dengan dilampiri dengan SSP atau cetakan billing di atas, paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.

Dengan demikian, sebagai konsekuensi dari pemanfaatan fasilitas PPh Pasal 21 DTP sesuai PMK 44/2020, dana PPh Pasal 21 yang seharusnya disetorkan pemberi kerja ke kas negara, diubah menjadi dibayarkan kepada pegawai. Adapun terhadap SSP atau cetakan billing yang diterbitkan, cukup dilampirkan bersama dengan laporan realisasi.

Demikian penjelasan dari kami, semoga dapat menjawab pertanyaan Ibu.

Sebagai informasi, Kanal Kolaborasi antara Kadin Indonesia dan DDTC Fiscal Research menayangkan artikel konsultasi setiap Selasa dan Kamis guna menjawab pertanyaan terkait Covid-19 yang diajukan ke email pajak.covid19@ddtc.co.id.

Bagi Anda yang ingin mengajukan pertanyaan, silakan langsung mengirimkannya ke alamat email tersebut.

(Disclaimer)
en_US