Asosiasi UMKM Tegaskan Rencana Pajak E-Commerce 0,5% Picu Gejolak Ekonomi Ritel Digital

IKPI, Jakarta: Rencana pemerintah untuk memungut Pajak Penghasilan (PPh) sebesar 0,5% melalui platform e-commerce menuai sorotan tajam dari pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Asosiasi UMKM menilai kebijakan tersebut berpotensi memberatkan usaha kecil dan justru bisa memicu gejolak ekonomi di sektor ritel digital.

Sekretaris Jenderal Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo), Edy Misero, menyampaikan bahwa pelaku UMKM sangat mungkin menaikkan harga produk sebagai respons terhadap pungutan pajak tersebut. Kenaikan ini, kata Edy, berisiko menurunkan minat beli masyarakat.

“Pasti pelaku UMKM akan berpikir, ‘kalau begitu harga jual saya naikkan dong 0,5% untuk menutupi pajak 0,5%’,” ujar Edy, Jumat (4/7/2025).

Menurutnya, kenaikan harga di tengah kondisi ekonomi yang belum stabil akan mendorong konsumen menunda pembelian. “Transaksi bisa menurun, dan pada akhirnya pertumbuhan ekonomi kita makin lesu,” tegas Edy.

Edy juga mempertanyakan kemampuan e-commerce dalam mendeteksi pelaku usaha dengan omzet di atas Rp500 juta per tahun. Ia mengusulkan agar pajak dikenakan langsung kepada platform e-commerce, bukan pada para penjual.

“Lebih baik aplikator yang dikenakan pajak. Mereka punya margin besar dan punya sistem yang sudah canggih. Jangan bebani penjual kecil,” katanya.

Senada dengan Edy, Ketua Umum Asosiasi IUMKM Indonesia (Akumandiri), Hermawati Setyorinny, mengungkapkan keresahan di kalangan pelaku UMKM. Menurutnya, wacana pungutan pajak melalui e-commerce sudah membuat sebagian UMKM berniat hengkang dari platform digital.

“Sudah mulai terdengar, pelaku UMKM ada yang bilang mau keluar dari e-commerce kalau ini benar-benar diberlakukan,” ujar Hermawati.

Ia menambahkan, potensi kenaikan harga barang akibat pajak bisa membebani konsumen sekaligus menggerus omzet pelaku usaha kecil. Belum lagi, UMKM yang berjualan online sudah menanggung berbagai potongan biaya lainnya dari platform.

“Potongan sudah banyak, lalu ditambah pajak, ini bisa jadi beban ganda. Jangan sampai kebijakan ini malah menyingkirkan UMKM dari ekosistem digital,” tegasnya.

Hermawati mendesak agar pemerintah mengkaji ulang rencana kebijakan ini secara komprehensif. Ia menekankan pentingnya memberikan insentif atau “reward” kepada UMKM yang telah patuh membayar pajak.

“Kalau memang ingin menarik pajak dari UMKM, negara harus hadir dengan imbal balik yang jelas. Jangan hanya menarik, tapi tak memberi manfaat nyata bagi pelaku usaha kecil,” pungkasnya.

Dengan munculnya gelombang kritik dari pelaku UMKM, pemerintah kini dituntut untuk lebih sensitif terhadap kondisi sektor riil yang menjadi tulang punggung ekonomi nasional. Kebijakan pajak e-commerce yang tidak tepat sasaran justru bisa menciptakan efek domino yang merugikan. (alf)

 

en_US