IKPI, Jakarta: Industri spa di Indonesia khususnya Bali dipastikan tidak akan terdampak kenaikan pajak hiburan menjadi 40% dan maksimal 75%. Alasannya menurut Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahudin Uno, industri spa tidak tergolong dalam kategori hiburan melainkan kebugaran.
“Jelas pak Kadis (Pemprov Bali) menyampaikan, industri spa tidak termasuk yang (pajak) 40-75% karena (industri spa) itu bukan (industri) hiburan tapi kebugaran,” ucap Sandiaga seperti dikutip dari Detik Finance, Kamis (11/1/2024).
Sandi kemudian menjelaskan, bahwa tidak ada satupun peraturan pemerintah yang mengklasifikasikan spa sebagai jenis usaha hiburan. Lagipula, ia menjelaskan bahwa jika masyarakat pergi ke spa untuk mencari kesehatan alias wellness.
Selain itu, Mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta ini juga menuturkan bahwa berbagai rempah-rempah dan minyak yang digunakan dalam usaha spa di Bali mayoritas diproduksi dengan kearifan kebudayaan lokal. Kemenparekraf pun sudah mengembangkan industri spa di Indonesia lewat program wellness dan sports tourism.
Dalam lawatannya ke Dubai, Uni Emirat Arab, Sandi bahkan mengatakan bahwa terapis spa asal Indonesia bahkan cukup dikenal dan diminati pasar internasional.
“Di Dubai kemarin yang jadi minat itu terapis-terapis dari bali, lombok, karena kita punya reputasi dunia. (Jadi) Jangan khawatir (seperti) yang disampaikan pak Tjok (Kepala Dinas Pariwisata Bali), bahwa spa ini tetap akan berbasis budaya dan kearifan lokal dan tentunya tidak dimasukkan dalam pajak hiburan yang menjadi bahasan,” tegas Sandi.
Sebelumnya berdasarkan catatan detikcom, Para pelaku usaha spa di Bali bereaksi terhadap kenaikan pajak barang dan jasa tertentu (PJBT) yang sebelumnya 15 persen menjadi 40 persen dan maksimal 75 persen. Mereka keberatan dan belum menaikkan harga atau tarif layanan spa.
Hal itu diungkapkan oleh Wakil Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali I Gusti Ngurah Rai Suryawijaya. Menurutnya, para pelaku usaha spa tidak mau terburu-buru menaikkan harga karena kondisi usaha yang belum stabil.
“Kasih kami bernapas dahulu. Kami lihat ekonomi global belum baik-baik saja. Masih disebut unpredictable situation (situasi tak menentu),” kata Rai kepada detikBali, Minggu (7/1/2024).
Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Pariwisata Bali Tjok Bagus Pemayun, juga bereaksi keras. Menurutnya, industri spa termasuk dalam kategori kebugaran bukan hiburan. Sebab, kata Pemayun, industri spa bali atau Balinese Spa adalah kearifan lokal yang sarat akan nilai budaya. Dia takut nilai atau kearifan lokal yang ada di dalamnya justru pudar karena salah kaprah dalam menentukan kategori pungutan pajak.
Pemprov Bali juga khawatir jika Spa Bali tak terlindungi, maka terapis-terapis lokal akan diambil oleh orang luar Bali. Menurutnya, Bali selalu menjadi destinasi spa terbaik di dunia.
“Kan di Undang-Undang Pariwisata, dia (spa) sebagai kebugaran di Kemenkes, bukan penghibur,” bebernya. (bl)