Pengusaha Perkebunan hingga Pertambangan Bebas Pungutan PBB, Ini Syaratnya!

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Dwi Astuti . (Foto: Humas IKPI/Bayu Legianto).

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengeluarkan ketentuan baru yang memungkinkan wajib pajak perusahaan bisa mendapatkan pengurangan pajak bumi dan bangunan (PBB) dari 75% sampai 100%. Aturan berlaku bagi pengusaha di sektor perkebunan, perhutanan dan pertambangan (P3).

Aturan tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 129 Tahun 2023 tentang Pemberian Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan. Aturan berlaku setelah 30 hari diundangkan sejak 30 November 2023, alias 1 Januari 2024.

“Bertujuan untuk menyempurnakan tata kelola administrasi serta lebih memberikan kepastian hukum, kemudahan dan pelayanan dalam pemberian pengurangan PBB,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan Dwi Astuti dalam keterangan resminya seperti dikutip dari Detik Finance, Senin (18/12/2023).

Saat ini DJP sedang menyempurnakan aturan pengurangan PBB tersebut sebelum diimplementasikan. Penyempurnaan yang dilakukan meliputi penyesuaian objek pajak yang dapat diberikan pengurangan PBB, penambahan saluran elektronik dalam pengajuan dan penyelesaian permohonan, dan pengaturan terkait pemberian pengurangan PBB secara jabatan.

Pengusaha di sektor tertentu yang mendapat pengurangan PBB merupakan yang mengalami kesulitan melunasi kewajiban PBB atau karena objek pajak yang dimiliki terkena bencana alam atau sebab lain yang luar biasa. Hal ini sebagai salah satu bentuk dukungan pemerintah bagi wajib pajak (WP).

Kemudian, wajib pajak yang kesulitan melakukan pelunasan PBB. Ini dilihat jika mengalami kerugian komersial dan kesulitan likuiditas dalam 2 tahun berturut-turut.

“PMK 129 juga memberikan kemudahan bagi WP karena WP yang memiliki tunggakan PBB diberikan kesempatan untuk mengajukan pengurangan PBB. Dengan demikian, walaupun bertujuan untuk mengakomodasi kesulitan WP, PMK ini disusun secara lebih tepat sasaran serta tetap mendorong partisipasi WP dalam mendukung penerimaan pajak,” ujar wanita yang akrab disapa Ewie.

Perlu diperhatikan bahwa PBB yang dimaksud dalam peraturan ini adalah PBB P5L, yaitu PBB selain PBB perdesaan dan perkotaan (PBB-P2). Pengelolaan atas PBB-P2 dilakukan oleh pemerintah daerah.

Berikut cara ajukannya:

1. Mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak dan disampaikan melalui Kantor Pelayanan Pajak tempat objek pajak terdaftar.

2. Permohonan diajukan dalam jangka waktu tiga bulan terhitung sejak tanggal diterimanya Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT), satu bulan terhitung sejak tanggal diterimanya Surat Ketetapan Pajak (SKP) PBB.

3. Satu permohonan untuk satu Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) atau Surat Ketetapan Pajak PBB.

4. Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mengemukakan besarnya persentase PBB yang dimohonkan dengan disertai alasan permohonan, hingga surat pernyataan wajib pajak bahwa Objek Pajak terkena bencana alam atau sebab lain yang luar biasa.

5. Penyampaian permohonan dapat dilakukan secara langsung atau melalui pos, jasa ekspedisi kurir dengan bukti pengiriman surat atau secara elekronik.

6. Untuk pengurangan yang didasarkan secara jabatan, diberikan kepada wajib pajak dalam hal Objek Pajak terkena bencana alam paling tinggi 100%. Syaratnya harus mendapatkan penetapan status bencana alam oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah. (bl)

en_US