IKPI, Jakarta: Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Tuban mencatat sederet langkah tegas dalam menegakkan kepatuhan pajak selama semester pertama tahun 2025. Dalam periode Januari hingga Juni, penindakan terhadap wajib pajak yang abai telah dilakukan melalui penyitaan, surat paksa, pemblokiran rekening, hingga lelang barang sitaan.
Kepala KPP Pratama Tuban, Hanis Purwanto, mengungkapkan bahwa sepanjang enam bulan terakhir, pihaknya telah menerbitkan 1.777 surat paksa, menyita 15 objek milik penunggak, memblokir 34 rekening, dan menindaklanjuti 4 kasus dengan penjualan barang sitaan.
“Langkah-langkah ini kami ambil dalam rangka menegakkan hukum pajak, khususnya terhadap wajib pajak yang tidak kooperatif, mayoritas dari sektor jasa konstruksi,” ungkap Hanis dalam keterangannya, Jumat (18/7/2025).
Hanis menyoroti fenomena rendahnya kepatuhan pelaku jasa konstruksi dalam menyetor Pajak Pertambahan Nilai (PPN), yang kerap menjadi sumber tunggakan pajak. Salah satu kasus bahkan mencatat angka tunggakan mencapai Rp38 miliar.
Sebelum melakukan pemblokiran, KPP Pratama Tuban telah melalui serangkaian prosedur, mulai dari pelacakan rekening melalui kerja sama dengan perbankan hingga pengiriman surat teguran dan surat paksa. Menurut Hanis, pemblokiran dilakukan sebagai langkah terakhir terhadap wajib pajak yang tidak merespons upaya persuasif dari otoritas.
“Rekening yang diblokir adalah milik wajib pajak yang mengabaikan peringatan dan tidak menunjukkan itikad baik untuk menyelesaikan kewajibannya,” tegas Hanis, yang sebelumnya menjabat Kepala KPP Pratama Bontang, Kalimantan Timur.
Kendati demikian, Hanis menyebut masih banyak wajib pajak yang kooperatif dan mendapatkan ruang dialog, termasuk kemungkinan pengaturan ulang pembayaran pajak yang tertunda.
Lebih lanjut, Hanis menjelaskan bahwa wewenang Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk memblokir rekening bank wajib pajak diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 jo. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Ketentuan teknisnya diperjelas dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 61 Tahun 2023.
“Pemblokiran tidak hanya terbatas pada rekening bank, tetapi juga mencakup aset keuangan lain seperti subrekening efek, polis asuransi, dan instrumen keuangan di lembaga keuangan,” imbuhnya. (alf)