Zakat Bakal Dikelola Seperti Pajak? Kemenag Siapkan Terobosan Tata Kelola Terintegrasi

IKPI, Jakarta: Kementerian Agama (Kemenag) tengah menggagas pendekatan baru dalam pengelolaan zakat nasional yang lebih modern dan terstruktur. Salah satu wacana yang mengemuka adalah menjadikan sistem tata kelola zakat menyerupai sistem perpajakan negara, dengan mengedepankan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan integrasi data secara nasional.

“Zakat ini tidak cukup hanya dikelola secara normatif. Ke depan, kami dorong agar tata kelolanya bisa seperti pajak  terstruktur, terintegrasi, dan terdokumentasi,” ujar Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Kemenag, Prof. Waryono Abdul Ghafur, dalam acara silaturahmi bersama mantan Wakil Presiden RI KH Ma’ruf Amin di Menara Bank Mega, Jakarta Selatan, Kamis (3/7/2025).

Ia menekankan pentingnya sistem digital dalam pelaporan dan pemantauan zakat, serta mendorong sinergi kuat antara Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), Lembaga Amil Zakat (LAZ), dan pemerintah daerah. “Langkah ini diharapkan memastikan distribusi zakat menjadi lebih tepat sasaran dan berkelanjutan,” tambahnya.

Pilar Ekonomi Syariah

Menyambut gagasan tersebut, Wapres KH Ma’ruf Amin menyatakan dukungannya. Ia menegaskan bahwa zakat bukan semata kewajiban ibadah, melainkan instrumen strategis dalam membangun ekonomi syariah yang inklusif dan berkeadilan.

“Zakat ini bagian dari pilar ekonomi syariah. Kita tidak hanya mengumpulkan, tapi juga memberdayakan. Ini instrumen ekonomi,” tegasnya.

Tahun 2024 menjadi tonggak penting dengan capaian pengumpulan zakat, infak, sedekah (ZIS), dan dana sosial keagamaan lainnya (DSKL) sebesar Rp 40,5 triliun — naik 25,3% dari tahun sebelumnya. Jumlah penerima manfaat pun meningkat signifikan menjadi 119 juta jiwa, dari 97,8 juta jiwa pada 2023.

Ia juga menyoroti peran Komite Daerah Ekonomi dan Keuangan Syariah (KDEKS) sebagai perpanjangan tangan dari Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS). Hingga awal 2025, KDEKS telah hadir di 31 dari 38 provinsi di Indonesia.

Menariknya, keterlibatan kepala daerah lintas agama dalam mengelola KDEKS menjadi sorotan positif. KH Ma’ruf Amin menceritakan pengalaman seorang gubernur non-Muslim dari Indonesia Timur yang bangga memimpin KDEKS dan bahkan meminta testimoni darinya untuk dimuat dalam biografi pribadinya.

“Dia bilang, ‘kalau ada orang Islam yang nggak bangga dengan ekonomi syariah, saya yang Kristen justru bangga,'” ungkap Ma’ruf, menekankan bahwa prinsip ekonomi syariah bersifat inklusif dan adaptif dalam mendukung pembangunan daerah.

Kiai Ma’ruf menegaskan bahwa integrasi zakat dan wakaf dalam kebijakan pembangunan daerah merupakan bagian dari strategi nasional jangka panjang. Menurutnya, ekonomi syariah harus dikelola secara profesional, berbasis data, dan terukur tidak lagi hanya menjadi konsep idealis. (alf)

 

en_US