Pemerintah Siapkan Skema Pajak E-Commerce, Wamenkeu: Fokus Pendataan dan Keadilan Usaha

IKPI, Jakarta: Wacana pemerintah untuk memberlakukan kewajiban pemungutan pajak oleh platform e-commerce kembali mencuat. Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu akhirnya angkat bicara, menegaskan bahwa kebijakan tersebut saat ini masih dalam tahap rancangan dan belum memiliki kekuatan hukum.

“Jadi yang pertama, itu kan kebijakannya belum diterbitkan ya, jadi tunggu dulu ya. Makanya saya belum bisa jawab, karena itu belum dikeluarkan,” ujar Anggito kepada wartawan di lingkungan Kementerian Perdagangan, Jakarta, Senin (30/6/2025).

Meski belum resmi diberlakukan, Anggito menjelaskan arah kebijakan ini adalah untuk menciptakan kesetaraan perlakuan perpajakan antara pelaku usaha online dan offline. Pemerintah ingin memastikan bahwa transaksi melalui sistem elektronik atau digital turut tercatat dalam sistem perpajakan nasional.

“Kalau non-elektronik kan enggak ada masalah ya, semua pakai faktur, terdata. Yang PMSE ini belum ada datanya. Jadi kita menugaskan kepada platform untuk mendata siapa saja yang melakukan perdagangan melalui sistem itu,” ujarnya.

Menurut Anggito, pemerintah tidak bermaksud menciptakan beban pajak baru, melainkan membangun sistem pencatatan yang lebih baik agar pelaku usaha digital tidak luput dari kewajiban pajak. Ia juga membantah anggapan bahwa kebijakan ini bersifat baru.

Wacana serupa sempat muncul pada 2018 lewat PMK Nomor 210 Tahun 2018, namun dibatalkan pada 2019.

“Jadi tidak ada hal yang baru, tidak ada tarif pajak baru. Itu kan ketentuan mengenai tarifnya nantinya akan disampaikan pada waktunya,” jelasnya.

Salah satu hal yang ditekankan Anggito adalah bahwa tidak akan ada pajak berganda bagi pelaku usaha yang berjualan secara online dan offline sekaligus. Skema ini, menurutnya, lebih menitikberatkan pada aspek pendataan dan kesetaraan perlakuan pajak.

“Kan kita ingin melakukan dua hal. Satu, pendataan. Yang kedua adalah perlakuan yang sama antara yang online sama offline,” kata dia.

Rencana ini sebelumnya dilaporkan oleh Reuters, yang menyebut bahwa platform e-commerce nantinya akan diwajibkan memotong dan menyetorkan pajak sebesar 0,5% dari omzet penjualan pedagang yang bertransaksi melalui mereka, dengan kisaran omzet tahunan antara Rp500 juta hingga Rp4,8 miliar.

Angka tersebut merujuk pada skema Pajak Penghasilan Final UMKM sesuai PP No. 23 Tahun 2018. Namun hingga kini, pemerintah belum mengonfirmasi besaran tarif atau skema pelaksanaannya secara resmi. Anggito memastikan, semua detail akan disampaikan setelah kebijakan itu disahkan. (alf)

 

 

en_US