Skema Pemungutan PPN, Berdasarkan Pasal 4(1) atau Pasal 16D UU PPN

Adanya koreksi DPP atas penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri dari fiskus atas penyerahan BKP sering menjadi perdebatan apakah menggunakan dasar hukum Pasal 4 (1) UU PPN atau Pasal 16D UU PPN

Perlu diteliti terlebih dahulu apakah BKP dihasilkan atau diperoleh dengan maksud :

• dijual (kembali)…dikenakan PPN berdasarkan Pasal 4(1)huruf a UU PPN

• tidak ada tujuan untuk menjual namun karena kondisi tertentu (usang, rusak, tidak terpakai lagi, dll) yang menyebabkan PKP akhirnya menjual BKP tersebut…dikenakan PPN berdasarkan Pasal 16D UU PPN

Penggunaan Dasar Hukum Pasal 4(1) UU PPN

Penjelasan Pasal 4 ayat (1 ) huruf a dan huruf c UU PPN, penyerahan BKP/JKP yang terutang PPN harus memenuhi syarat antara lain penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya;

Secara gramatikal, frasa: ‘dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya’ mengandung makna bahwa penyerahan tersebut merupakan kegiatan usaha sesuai dengan proses bisnis usahanya, baik sebagai produk kegiatan usaha utama (core business) maupun produk usaha sampingan;

Hal ini sudah sejalan dengan netralitas PPN bahwa pemungutan PPN tidak menyebabkan distorsi timbulmya perbedaan BKP berupa produk utama atau sampingan; sejalan dengan norma dalam Pasal 8 ayat (4) PP No. 44 Tahun 2022, bahwa penyerahan terutang PPN berdasarkan Pasal 4 ayat (1) huruf a merupakan seluruh penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang diserahkan baik dalam aktivitas operasional maupun aktivitas nonoperasional;

Penggunanaan Dasar Hukum Pasal 16D UU PPN

PPN dikenakan atas penyerahan BKP berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh Pengusaha Kena Pajak, kecuali atas penyerahan aktiva yang Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf b dan huruf c UU PPN;

Pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat diberlakukan bagi pengeluaran untuk perolehan BKP atau JKP yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha yang terutang PPN dan perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan station wagon, kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan, walaupun kemudian huruf c sudah dihapuskan di UU HPP.

Pemungutan PPN berdasarkan Pasal 4 ayat (1) UU PPN, yaitu penyerahan BKP yang semula memang untuk diperjualbelikan sesuai dengan proses bisnis usahanya, sedangkan pengenaan PPN berdasarkan Pasal 16D UU PPN atas penyerahan BKP yang semula tidak untuk diperjualbelikan, di mana tidak ada tujuan atau maksud awal saat perolehan untuk menjual (kembali) BKP

Pemungutan PPN berdasarkan Pasal 16D UU PPN adalah untuk menetralisasi Pajak Masukan yang telah dikreditkan,tujuan awal perolehan BKP a quo untuk menghasilkan penyerahan yang terutang PPN sehingga dapat mengkreditkan Pajak Masukannya. Ketika BKP ternyata dijual, sesuai dengan prinsip pengkreditan Pajak Masukan atas Pajak Keluaran dalam pemungutan PPN, harus terdapat Pajak Keluaran atas penjualan BKP a quo karena Pengusaha Kena Pajak telah mengkreditkan Pajak Masukannya;

Apabila PKP menghasilkan produk sampingan yang dari awal sudah direncanakan akan dijual, dianggap masih mempunyai nilai ekonomis dan tidak ada niat untuk disimpan sebagai aset, sehingga telah menjadi proses bisnis, ini dapat diartikan produk tersebut memang ditujukan untuk dijual kembali yang terutang Pasal 4(1) huruf a UU PPN.

Sebaliknya apabila atas produk yang sedari awal tidak direncanakan akan dijual yang disimpan sebagai aset, bukan bagian dari proses bisnis dikategorikan sebagai aktiva yang tidak semula untuk diperjual belikan yang terutang Pasal 16D UU PPN.

Penulis adalah anggota Departemen Keanggotaan dan Pembinaan IKPI

Eddy Christian, SE., M.Ak., BKP

Email : eddychris1090@gmail.com

Disclaimer: Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

en_US