IKPI, Jakarta: Presiden Prabowo Subianto telah mengeluarkan sejumlah strategi untuk membayar utang jatuh tempo pada 2025 yang nilainya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2024. Utang jatuh tempo pada 2025 mencapai Rp 800,33 triliun, terdiri dari Surat Berharga Negara (SBN) senilai Rp 705,5 triliun dan pinjaman sebesar Rp 94,83 triliun. Angka ini melonjak signifikan dari utang jatuh tempo 2024 yang tercatat sebesar Rp 434,29 triliun, terdiri dari SBN Rp 371,8 triliun dan pinjaman Rp 62,49 triliun.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, Suminto, menjelaskan bahwa salah satu strategi utama untuk menunaikan utang tersebut adalah melalui mekanisme pertukaran SBN jatuh tempo secara bilateral atau *debt switch*. Salah satu instrumen yang akan ditukar adalah SBN yang dimiliki oleh Bank Indonesia (BI).
“Kita telah melakukan kesepakatan dengan BI terkait SBN pembiayaan Covid yang dibeli atau dipegang BI yang akan jatuh tempo pada 2025. BI dan pemerintah sudah sepakat melakukan debt switch,” ujar Suminto dalam program Power Lunch CNBC Indonesia, Sabtu (10/1/2025).
Mekanisme debt switch ini dilakukan dengan menukar SBN yang jatuh tempo dengan SBN reguler yang dapat diperdagangkan di pasar (tradeable), menggunakan harga pasar yang berlaku. SBN pengganti akan memiliki tenor yang lebih panjang, disesuaikan dengan kebutuhan operasi moneter BI dan kesinambungan fiskal pemerintah.
Debt switch bilateral antara Kementerian Keuangan dan BI ini bukanlah hal baru. Mekanisme serupa telah dilakukan sebelumnya, termasuk pada 2021 dan 2022. “Jadi penukaran atas SBN jatuh tempo dalam rangka pembiayaan Covid yang dipegang BI dengan SBN reguler, dengan tenor lebih panjang sesuai mekanisme pasar,” jelas Suminto.
Selain debt switch, pemerintah juga memanfaatkan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (Silpa) dari defisit APBN 2024 yang terjaga rendah di level 2,29% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Total Silpa pada 2024 mencapai Rp 45 triliun. “Silpa dapat digunakan untuk memenuhi pembiayaan APBN 2025, tentu dengan mekanisme yang sudah diatur dalam Undang-undang,” tegas Suminto.
Silpa ini juga akan memperkuat akumulasi Saldo Anggaran Lebih (SAL) pemerintah, yang dapat digunakan untuk tahun anggaran berjalan. Per 2023, total SAL yang dipegang pemerintah mencapai Rp 459,5 triliun. SAL merupakan akumulasi dari Silpa tahun anggaran sebelumnya, ditambah atau dikurangi koreksi pembukuan.
Strategi terakhir yang dijalankan pemerintah adalah prefunding, yaitu menarik utang terlebih dahulu untuk menutup kebutuhan anggaran 2025. Pada 2024, pemerintah telah melakukan prefunding senilai Rp 85 triliun untuk pembiayaan tahun anggaran 2025.
“Itulah measure-measure yang dilakukan pemerintah untuk mengelola APBN 2025,” pungkas Suminto.
Dengan berbagai strategi tersebut, pemerintah berupaya menjaga stabilitas fiskal dan memastikan pembayaran utang jatuh tempo pada 2025 dapat dilakukan secara optimal. (alf)