DKI Jakarta Terapkan PBJT Tenaga Listrik

(Foto: Istimewa)

IKPI, Jakarta: Pemerintah Provinsi DKI Jakarta resmi menetapkan aturan baru mengenai Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) untuk tenaga listrik melalui Peraturan Daerah DKI Jakarta No. 1 Tahun 2024. Aturan ini bertujuan untuk mengatur pungutan pajak atas konsumsi tenaga listrik serta memberikan pengecualian kepada sektor-sektor tertentu.

PBJT Tenaga Listrik adalah pajak yang dibebankan kepada konsumen akhir atas konsumsi listrik yang digunakan untuk berbagai kebutuhan sehari-hari. Listrik yang dihasilkan oleh pembangkit dan didistribusikan kepada konsumen masuk dalam kategori barang dan jasa tertentu yang dikenakan pajak.

Subjek dan Objek Pajak

Dalam hal ini, subjek PBJT adalah konsumen listrik, yakni pengguna akhir. Sementara itu, pihak yang menjual, menyerahkan, atau menyediakan tenaga listrik kepada konsumen menjadi Wajib Pajak.

Objek pajak meliputi penjualan, penyerahan, dan konsumsi listrik oleh pengguna akhir. Namun, tidak semua konsumsi listrik dikenakan pajak. Beberapa pengecualian berlaku, antara lain:

  • Listrik yang digunakan oleh instansi pemerintah dan penyelenggara negara lainnya.
  • Listrik di kedutaan besar atau konsulat asing.
  • Listrik yang digunakan untuk rumah ibadah, panti jompo, panti asuhan, atau panti sosial.
  • Listrik yang dihasilkan sendiri dengan kapasitas di bawah 200 kVA yang tidak memerlukan izin.

Penetapan Nilai Jual dan Tarif Pajak

Nilai jual listrik yang menjadi dasar pengenaan pajak terdiri dari dua kategori: listrik yang diperoleh dari sumber lain (pembelian pascabayar atau prabayar) dan listrik yang dihasilkan sendiri. Nilai jual untuk listrik dari sumber lain dihitung berdasarkan tagihan listrik atau pembelian token listrik, sementara untuk listrik yang dihasilkan sendiri dihitung berdasarkan kapasitas, tingkat penggunaan, durasi pemakaian, dan harga listrik yang berlaku di DKI Jakarta.

Tarif PBJT ditetapkan sebagai berikut:

  • 3% untuk listrik dari sumber lain yang digunakan oleh industri, pertambangan minyak, dan gas alam.
  • 2,4% untuk listrik dari sumber lain bagi konsumen di luar kategori tersebut.
  • 1,5% untuk listrik yang dihasilkan sendiri.

Pajak ini mulai terutang saat konsumen membayar tagihan listrik atau ketika konsumsi listrik terjadi.

Harapan Pemerintah

Aturan ini diharapkan dapat menciptakan efisiensi, transparansi, serta mendukung pembangunan di DKI Jakarta. Selain itu, penerapan PBJT Tenaga Listrik juga bertujuan untuk menciptakan sistem pajak yang lebih adil, mendukung sektor sosial, seperti rumah ibadah dan lembaga sosial, serta mendorong penggunaan energi yang ramah lingkungan.

Dengan pengaturan tarif yang berbeda, pemerintah berharap dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di ibu kota. (alf)

en_US