Indonesia Akan Tetap Berikan Tax Holiday untuk Perusahaan Multinasional meski Berlaku Global Minimum Tax (GMT)

(Foto: Istimewa)

IKPI, Jakarta: Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengungkapkan bahwa meskipun penerapan prinsip pajak global minimum (GMT) akan memengaruhi sentimen investor asing, Indonesia tetap berkomitmen untuk tidak kehilangan potensi penerimaan pajak dari perusahaan multinasional yang beroperasi di tanah air.

Airlangga menjelaskan, meski negara memberikan insentif fiskal berupa pembebasan pajak atau tax holiday, pemerintah tidak ingin perusahaan multinasional yang mendapatkan fasilitas tersebut justru dikenakan pajak di negara asalnya. “Kita tidak ingin kalau perusahaan multinasional diberikan tax holiday kemudian dipajakin oleh negaranya,” tegas Airlangga di Istana Negara, Senin (16/12/2024).

Terkait dengan kebijakan tax holiday tersebut, pemerintah memastikan bahwa meski ada perubahan dengan diterapkannya GMT, perusahaan asing tetap akan mendapatkan insentif fiskal, namun dengan aturan yang mengacu pada besaran tarif GMT.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu, menegaskan bahwa kebijakan tax holiday yang ada tidak akan mengalami disrupsi. “Dengan Menteri Investasi, kita pastikan itu tidak ada disrupsi. Jadi kita perpanjang dengan existing terms. Jadi tidak akan ada disrupsi,” kata Febrio, baru-baru ini.
Namun, peraturan baru terkait GMT yang akan berlaku pada 2025 ini menuntut perubahan dalam besaran tax holiday yang diberikan. Pasalnya, pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) Badan tetap akan dikenakan dengan tarif minimum 15%.

Sebagai contoh, jika tarif PPh Badan Indonesia adalah 22%, maka perusahaan yang mendapatkan fasilitas tax holiday hanya dapat menikmati pembebasan sebesar maksimal 7% (22% dikurangi 15%).
Penerapan GMT ini merupakan bagian dari komitmen Indonesia untuk mengikuti kesepakatan internasional yang diusulkan oleh Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), yang menetapkan tarif pajak minimum sebesar 15%. Kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi penghindaran pajak oleh perusahaan multinasional dengan meminimalkan perbedaan tarif pajak antarnegara. (alf)

en_US