Dalam sistem perpajakan Indonesia yang menganut “self-assessment system”, Wajib Pajak diharapkan untuk secara mandiri menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak penghasilannya. Namun, dinamika peraturan perpajakan yang kompleks sering kali menyulitkan Wajib Pajak untuk fokus pada bisnis mereka.
Di sinilah peran Konsultan Pajak teregister menjadi krusial. Konsultan Pajak tidak hanya berfungsi sebagai penghubung dalam memenuhi kewajiban perpajakan, tetapi juga sebagai sumber edukasi mengenai regulasi yang terus berubah.
Satu masalah yang perlu dihadapi adalah rasio yang tidak seimbang antara petugas pajak dan Wajib Pajak. Jumlah Wajib Pajak yang terus meningkat, sementara jumlah petugas pajak terbatas, menciptakan tantangan dalam mencapai peningkatan penerimaan pajak.
Dalam konteks ini, Konsultan Pajak berperan penting dalam memberikan edukasi dan sosialisasi mengenai peraturan perpajakan, membantu Wajib Pajak memahami hak dan kewajiban mereka.
Namun, status profesi Konsultan Pajak saat ini masih diatur oleh Peraturan Menteri, yang membuatnya tampak kurang independen. Berbeda dengan profesi Advokat, yang memiliki regulasi yang lebih kuat terkait independensi, proses sertifikasi dan perizinan Konsultan Pajak cenderung tidak transparan. Hal ini menimbulkan potensi penyalahgunaan, di mana Wajib Pajak rentan terhadap tindakan oknum yang mengaku sebagai Konsultan Pajak, termasuk penipuan dan penghindaran pajak.
Kasus-kasus yang merugikan Wajib Pajak sering kali berakar dari kelalaian atau kesengajaan, tetapi masalah terbesar adalah ketidakpahaman dan ketidakpercayaan terhadap jasa Konsultan Pajak. Ketika Konsultan Pajak tidak dapat dipertanggungjawabkan, Wajib Pajak berisiko kehilangan uang setoran pajak dan bahkan terjebak dalam praktik penghindaran pajak yang ilegal.
Oleh karena itu, dibutuhkan Undang-Undang Konsultan Pajak yang jelas dan tegas untuk melindungi kepentingan Wajib Pajak. Dengan undang-undang ini, setiap Wajib Pajak yang menggunakan jasa Konsultan Pajak teregister akan mendapatkan perlindungan dan rasa aman akan perlakuan profesionalnya, bahwa mereka dilayani oleh seorang profesional yang berlisensi.
Namun, jika Konsultan Pajak melanggar etika atau hukum, Wajib Pajak harus mendapatkan kepastian untuk bisa melaporkan pelanggaran tersebut kepada asosiasi terkait dan membawa kasus tersebut ke jalur hukum.
Undang-undang ini tidak hanya akan meningkatkan kepercayaan Wajib Pajak terhadap jasa Konsultan Pajak, tetapi juga mendorong praktik bisnis yang lebih transparan dan akuntabel. Melindungi Wajib Pajak berarti menciptakan iklim perpajakan yang lebih sehat dan berkelanjutan, yang pada akhirnya akan meningkatkan penerimaan negara.
Dengan demikian, perlunya undang-undang yang mengatur dan melindungi Konsultan Pajak menjadi sangat mendesak. Hal ini akan memastikan bahwa Wajib Pajak tidak hanya mendapatkan kepastian hukum, tetapi juga dukungan yang memadai untuk memenuhi kewajiban perpajakan mereka tanpa kehilangan fokus pada usaha dan bisnis yang mereka jalani.
Penulis adalah Ketua Departemen Advokasi & Bantuan Hukum, Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI)
Andreas Budiman
Disclaimer: Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis.