IKPI, Jakarta: Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan menjalankan empat Inisiatif Strategis serta empat Aspek Kolaborasi internal untuk mengoptimalkan penerimaan negara pada tahun 2025. Langkah ini akan dilaksanakan bersama kementerian, lembaga, pemerintah daerah (pemda), dan instansi lainnya guna meningkatkan efektivitas penerimaan negara.
Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu, mengungkapkan bahwa aspek kolaborasi internal terdiri dari kolaborasi sistem, pemanfaatan big data, regulasi, dan proses bisnis. Dalam aspek sistem, Kemenkeu akan melaksanakan interoperabilitas sistem/IT antar Core Revenue System dengan Core System K/L/D/I terkait. Pemanfaatan big data akan difokuskan pada optimalisasi penerimaan industri dan sumber daya alam (SDA).
Dari sisi regulasi, pemerintah akan melakukan harmonisasi regulasi, kebijakan, dan strategi pengamanan penerimaan. Sementara itu, dalam aspek proses bisnis, dilakukan sinkronisasi proses bisnis hulu-hilir sektor prioritas dengan fungsi pengawasan penerimaan Kemenkeu.
Empat Inisiatif Strategis
• Transformasi Joint Program Sinergi Penerimaan
Kemenkeu akan melakukan analisis, pengawasan, pemeriksaan, penagihan, hingga intelijen terhadap lebih dari 2.000 wajib pajak (WP) yang selama ini belum terjangkau sistem perpajakan.
“Transformasi joint program antara eselon 1 di Kementerian Keuangan ini diharapkan mampu meningkatkan penerimaan negara,” ujar Anggito.
• Penguatan Perpajakan Transaksi Digital
Kemenkeu akan menerapkan sistem trace and track serta program digitalisasi untuk mengurangi penyelundupan, terutama dalam cukai dan rokok palsu.
• Intensifikasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) SDA
Pemerintah akan mengoptimalkan penerimaan dari komoditas batubara, nikel, timah, bauksit, serta melalui Satuan Tugas (Satgas) Sawit.
“Kami akan segera menyampaikan perubahan kebijakan tarif dan harga batu bara acuan agar dapat diterima oleh masyarakat,” jelas Anggito.
• Intensifikasi PNBP K/L Layanan Premium
Pemerintah akan mengintensifkan penerimaan dari layanan premium di sektor imigrasi, kepolisian, dan perhubungan untuk masyarakat kelas menengah ke atas.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa pemerintah telah menyiapkan strategi tambahan untuk menutup potensi kehilangan penerimaan negara akibat batalnya penerapan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12% untuk semua barang dan jasa pada 2025.
Presiden Prabowo Subianto telah menetapkan bahwa tarif PPN 12% hanya berlaku untuk barang mewah, sementara barang dan jasa lainnya tetap dikenakan tarif 11%.
“PPN 12% tidak diberlakukan untuk semua komoditas, dan untuk mengompensasi penerimaan yang hilang, kami akan menempuh upaya ekstra seperti yang disampaikan Pak Anggito,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN di Kementerian Keuangan.
Langkah-langkah ini diharapkan mampu memperkuat penerimaan negara di tengah tantangan ekonomi dan dinamika kebijakan fiskal yang terus berkembang. (alf)