IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menepis isu yang menyebut amplop hajatan atau kondangan bakal dikenai pajak. DJP menegaskan bahwa pemberian uang dalam acara pribadi, seperti pernikahan atau khitanan, tidak menjadi objek pajak selama tidak terkait kegiatan usaha atau pekerjaan.
Pernyataan ini disampaikan langsung oleh Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Rosmauli, merespons kekhawatiran publik usai pernyataan seorang anggota DPR yang menyebut akan ada pungutan atas amplop kondangan.
“Pernyataan itu kemungkinan besar timbul karena adanya kesalahpahaman terhadap prinsip-prinsip dasar perpajakan yang berlaku,” ujar Rosmauli kepada media, Rabu (23/7/2025).
Ia menegaskan, sesuai ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh), memang benar bahwa setiap tambahan kemampuan ekonomis secara umum dapat menjadi objek pajak. Namun demikian, tidak semua pemberian otomatis dikenai pajak.
“Jika sifatnya pribadi, tidak rutin, dan tidak berhubungan dengan pekerjaan atau kegiatan usaha, maka tidak dikenakan pajak dan tidak menjadi fokus pengawasan DJP,” jelas Rosmauli.
Rosmauli juga mengingatkan bahwa sistem perpajakan Indonesia menganut prinsip self-assessment, di mana warga negara melaporkan sendiri penghasilannya melalui Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan.
“DJP tidak pernah memungut pajak langsung dari acara hajatan. Dan saat ini pun tidak ada rencana ke arah sana,” tegasnya.
Isu pajak amplop kondangan ini mencuat setelah Anggota Komisi VI DPR RI, Mufti Anam, dalam rapat kerja dan dengar pendapat pada Rabu (23/7), mengungkap adanya wacana pungutan terhadap penerima amplop acara hajatan. Menurut Mufti, isu itu muncul setelah dana dividen dari BUMN tak lagi langsung masuk kas negara karena dialihkan ke pengelolaan Danantara.
“Kami mendapat kabar bahwa dalam waktu dekat, pemberian uang di kondangan pun akan dikenai pajak. Ini tentu memprihatinkan,” ujar Mufti.
Meski begitu, DJP memastikan bahwa kabar tersebut tidak berdasar dan meminta masyarakat tidak panik. Pemerintah, kata Rosmauli, tetap menjunjung asas keadilan dan proporsionalitas dalam pelaksanaan sistem perpajakan nasional. (alf)