Kadin: Momentum Menaikan Target Penerimaan Pajak Tak Tepat

IKPI, Jakarta: Kamar Dagang dan Industri (Kadin) menilai upaya pemerintah untuk menaikan target penerimaan pajak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023 pada saat ini momentumnya tidak normal.

Pasalnya, sejumlah Menteri baik yang bukan pengurus atau juga pengurus partai politik di kabinet sudah mulai fokus dalam menghadapi pemilu tahun 2024 mendatang, setelah penentuan 3 (tiga) capres/cawapres oleh KPU.

Revisi target penerimaan pajak tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2023 yang merevisi Perpres Nomor 130 Tahun 2022 tentang perincian APBN 2023. Pemerintah mematok target penerimaan pajak pada tahun ini sebesar Rp1.818 triliun. Target tersebut meningkat 5,82 persen  jika dibandingkan dengan Perpres 130/2022 yang dipatok sebesar Rp1.718 triliun.

Deputi Kepala Komite Tetap untuk Asia Pacific Kadin Bambang Budi Suwarso mengatakan, 
untuk mencapai target tersebut tidak hanya tugas dari Direktorat Jendral Pajak (DJP) saja, 
tapi semua Kementerian dan Lembaga (K/L) yang lain juga harus membantu agar target tersebut tercapai. 

Ada beberapa K/L yang mempunyai peran langsung dalam peningkatan perekonomian misalkan BPKM, BI, OJK, 
KemenkopUKM, Kemen BUMN, tetapi juga ada Kemenlu yang bisa mendorong investasi dan perdagangan 
antar negara melalui penyediaan market intelligence.

“Yang jadi masalah saat ini, para Menteri dari masing-masing Kementerian dan Lembaga sudah mulai fokus dalam menghadapi Pemilu 2024 dengan partai politiknya. Hal ini yang membuat target penerimaan pajak tersebut tidak bisa dicapai secara maksimal,” ujar Bambang Budi seperti dikutip dari Infobank, Jumat (17/11/2023).

Bambang juga menambahkan, jika target dinaikan, penerimaan pajak tahun ini akan didorong oleh kenaikan PPh minyak dan gas, tentunya hal tersebut sangat bertolak belakang dengan kampanye Pemerintah dimana salah satunya dekarbonisasi yang mendukung penggunaan energi terbarukan (renewable energy), sebagai bentuk energy transition. Kementerian keuangan harus berjalan seiring dengan agenda utama pemerintah dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.

“Presiden Joko Widodo selalu menggaungkan kampanye energi terbarukan di Indonesia, sebagai komitmen Indonesia dalam mengurangi emisi karbon pada 2060 mendatang,” ungkapnya.

Seperti diketahui, target PPh migas dipatok meningkat 16,62 persen menjadi Rp71,65 triliun dari sebelumnya yang sebesar Rp61,44 triliun. Sedangkan target penerimaan PPh nonmigas meningkat 11,94 persen menjadi Rp977,89 triliun dari sebelumnya sebesar Rp879,62 triliun. (Wis)

DJP Catat 84,11 Persen Wajib Pajak Sudah Laporkan SPT

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mencatat sebanyak 84,11 persen surat pemberitahuan tahunan (SPT) pajak penghasilan yang dilayangkan wajib pajak (WP) per November 2023.

“Kepatuhan SPT sampai dengan 15 November tengah malam sudah masuk sekitar 84,11%. Jadi, masih ada sekitar 16 persen lagi yang belum menyampaikan SPT tahunan,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2 Humas) DJP Kemenkeu Dwi Astuti seperti dikutip dari Beritasatu.com, di Kantor Pusat DJP, Senayan, Jakarta Selatan, Kamis (16/11/2023).

Dikatakan Dwi, WP karyawan yang menyampaikan SPT tahunan sudah mencapai 103,6 persen. Kendati demikian, masih banyak perusahaan-perusahaan badan yang mengajukan penundaan SPT tahunan karena penghitungan kewajiban pajaknya belum selesai.

“Biasanya perusahaan-perusahaan badan mengajukan penundaan karena pembukaan pembukuannya belum selesai atau penghitungan kewajiban pajaknya belum selesai,” pungkasnya.

Dwi mengimbau agar WP segera melaporkan SPT tahunan hingga Desember 2023. Bagi WP yang terlambat melaporkan SPT tahunan, maka akan dikenakan denda. Dwi optimistis di akhir tahun nanti akan kepatuhan SPT akan mencapai 100 persen.

Denda telat lapor SPT senilai Rp 100.000 untuk wajib pajak perorangan per SPT masa pajak. Sementara denda telat lapor SPT senilai Rp 1.000.000 untuk wajib pajak badan per SPT masa pajak.

“Kami mengimbau untuk tahun-tahun selanjutnya teman-teman wajib pajak untuk memasukkan SPT tidak melewati dari 31 Maret dan untuk badan tidak melewati dari 30 April,” katanya.

DJP juga mencatat 59,23 juta Nomor Induk Kependudukan (NIK) telah terintegrasi dengan nomor pokok wajib pajak (NPWP) per 16 November 2023 dari total 71 juta wajib pajak (WP) orang pribadi.

DJP  menargetkan 15 digit nomor NPWP tidak lagi digunakan per 1 Januari 2024 jika seluruh data perpajakan masyarakat sudah tervalidasi sepadan dengan NIK. (bl)

 

KPP Medan Sita Kendaraan Bermotor Milik Penunggak Pajak

IKPI, Jakarta: Juru Sita Pajak Negara (JSPN) Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya Dua Medan menyita aset penunggak pajak baru-baru ini. Diduga, penunggak tak membayar pajak hingga mencapai Rp 834 juta.

JSPN KPP Madya Dua Medan Harris dan Surya didampingi oleh Kepala Seksi Pemeriksaan, Penilaian, dan Penagihan Jauliman Purba serta Kepala KPP Madya Dua Medan Meidijati melaksanakan penyitaan aset penunggak pajak berupa kendaraan bermotor. Tindakan penagihan aktif tersebut dilakukan terhadap penunggak pajak berinisial RA.

“Penyitaan aset yang diperkirakan senilai Rp 24 juta tersebut, diakibatkan oleh RA yang tidak melunasi tunggakan pajak sebesar Rp 834 juta sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan. Proses sita turut disaksikan oleh pihak penanggung pajak,” ungkap Meidijati melalui keterangan resminya, seperti dikutip dari Detik.com, Jumat (17/11/2023).

Meidijati menyebutkan bahwa sebelum penyitaan, pihaknya telah melakukan pendekatan persuasif agar wajib pajak melunasi utang pajaknya.

Sesuai dengan Pasal 12 Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 19 Tahun 2000, apabila dalam jangka waktu 2 x 24 jam setelah pemberitahuan Surat Paksa wajib pajak tidak memiliki itikad baik untuk melunasi utangnya, maka JSPN akan melakukan penyitaan aset sita.

“Selanjutnya, jika wajib pajak tidak melunasi utang pajak dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak pelaksanaan sita, maka akan dilakukan lelang aset wajib pajak yang telah disita, dan hasil lelang akan masuk ke kas negara sebagai pelunasan utang pajak,” kata Meidijati.

Ia menyebutkan bahwa tindakan ini dilakukan sebagai bentuk keberpihakan dan memunculkan rasa keadilan kepada wajib pajak yang sudah patuh.

Sementara itu, Kepala Bidang Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Kanwil DJP Sumut I Lusi Yuliani menyampaikan bahwa penyitaan aset penunggak pajak diharapkan dapat memberi kesadaran kepada wajib pajak untuk senantiasa patuh dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya.

“Kanwil DJP Sumut I tengah melaksanakan pembangunan Zona Integritas menuju Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM). Untuk itu kami mohon dukungan dan kerja sama dari seluruh stakeholders, agar hal tersebut dapat terwujud dengan baik,” ucapnya.

Sebelumnya, JSPN KPP Madya Dua Medan juga telah melaksanakan penyitaan aset berupa kendaraan bermotor senilai Rp 6 juta di Kota Medan pada Selasa (17/10) lalu. Tindakan penagihan akif tersebut dilakukan terhadap wajib pajak dengan inisial BUK yang tidak melunasi tunggakan pajak sebesar Rp 318 juta.

Selain itu, penyitaan kendaraan bermotor senilai Rp 65 juta turut dilaksanakan oleh JSPN KPP Madya Dua Medan pada Jumat (15/9). Kegiatan penegakan hukum tersebut diakibatkan oleh wajib pajak dengan inisial SBI yang memiliki tunggakan pajak sebesar Rp 371,64 juta. (bl)

Mengenal Kode Objek Pajak PPh 21 dalam SPT Tahunan

IKPI, Jakarta: Kode objek pajak PPh 21 adalah deretan angka yang perlu dicantumkan Wajib Pajak pada saat mengisi SPT Tahunan. Kode tersebut berfungsi untuk membedakan masing-masing objek pajak dalam PPh 21.
Hal ini telah diatur dalam PER-16/PJ/2016 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan orang pribadi.
Tujuan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) membuat kode objek pajak PPh 21 yaitu untuk mengawasi dan menjaga kualitas pemungutan PPh 21 yang dilakukan wajib pajak badan (perusahaan) kepada seluruh karyawannya.
Klasifikasi Kode Objek Pajak PPh 21
Mengutip buku Administrasi Pajak SMK/MAK Kelas XI karya Binti Chomsiatin, S.E., M.M, klasifikasi kode objek pajak PPh 21 dibedakan berdasarkan subjek pemotongnya, yakni:
  • Sektor swasta (Wajib Pajak Badan Non-Bendaharawan Pemerintah) yang menerbitkan Formulir 1721 A1 untuk memotong PPh 21 karyawannya (pegawai swasta).
  • Sektor pemerintahan (Bendaharawan Pemerintah) yang menerbitkan Formulir 1721 A2 untuk memotong PPh 21 karyawannya (Pegawai Negeri Sipil).
Klasifikasi kode objek pajak PPh 21 pun dapat dibedakan berdasarkan sifat penghasilannya, yaitu final dan tidak final. Berbeda dengan penghasilan tidak final (PPh 26), objek pajak PPh 21 Final dipotong atas penghasilan yang dibayarkan sekaligus.
Daftar Kode Objek Pajak PPh 21
Berikut daftar kode objek pajak PPh 21, sebagaimana dinukil dari buku Administrasi Pajak (PPH Pasal 21) Kelas XI yang ditulis oleh Wuryanti, M.Pd.

1. Kode Objek Pajak PPh 21 Formulir 1721 A1 (Dipotong oleh Wajib Pajak Badan Non Bendaharawan Pemerintah – Pegawai Swasta)

  • 21-100-01: Pegawai Tetap
  • 21-100-02: Penerima Pensiun secara teratur

2. Kode Objek Pajak PPh 21 Formulir 1721 A2 (Dipotong oleh Bendaharawan Pemerintah)

  • 21-100-0: Pegawai Negeri Sipil, Anggota Tentara Nasional Indonesia, Anggota Polisi Republik Indonesia atau Pejabat Negara
  • 21-100-02: Penerima Pensiun yang menerima penghasilan secara teratur
  • 21-100-03: Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas
  • 21-100-04: Distributor Multi Level Marketing (MLM)
  • 21-100-05: Petugas Dinas Luar Asuransi
  • 21-100-06: Penjaja Barang Dagangan
  • 21-100-07: Tenaga Ahli
  • 21-100-08: Bukan Pegawai yang Menerima Penghasilan yang Bersifat Berkesinambungan
  • 21-100-09: Bukan Pegawai yang Menerima Penghasilan yang Tidak Bersifat Berkesinambungan
  • 21-100-10: Anggota Dewan Komisaris atau Dewan Pengawas yang tidak Merangkap sebagai Pegawai Tetap
  • 21-100-11: Mantan Pegawai yang menerima Jasa Produksi, Tantiem, Bonus atau Imbalan
  • 21-100-12: Pegawai yang melakukan penarikan Dana Pensiun
  • 21-100-13: Peserta Kegiatan yang menerima imbalan

3. Kode Objek Pajak PPh 21 Final

  • 21-401-01: Uang Pesangon yang Dibayarkan Sekaligus
  • 21-401-02: Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua yang Dibayarkan Sekaligus
  • 21-402-01: Honor dan Imbalan Lain yang Dibebankan kepada APBN atau APBD yang Diterima oleh PNS, Anggota TNI/POLRI, Pejabat Negara dan Pensiunannya
  • 21-499-99: Objek PPh Pasal 21 Final Lainnya

4. Kode Objek Pajak PPh 21 Tidak Final atau PPh 26

  • 21-100-03: Upah Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas
  • 21-100-04: Imbalan Kepada Distributor Multi Level Marketing (MLM)
  • 21-100-05: Imbalan Kepada Petugas Dinas Luar Asuransi
  • 21-100-06: Imbalan Kepada Penjaja Barang Dagangan
  • 21-100-07: Imbalan Kepada Tenaga Ahli
  • 21-100-08: Imbalan Kepada Bukan Pegawai yang Menerima Penghasilan yang Bersifat Berkesinambungan
  • 21-100-09: Imbalan Kepada Bukan Pegawai yang Menerima Penghasilan yang Tidak Bersifat Berkesinambungan
  • 21-100-10: Honorarium atau Imbalan Kepada Anggota Dewan Komisaris atau Dewan Pengawas yang tidak Merangkap sebagai Pegawai Tetap
  • 21-100-11: Jasa Produksi, Tantiem, Bonus atau Imbalan Kepada Mantan Pegawai
  • 21-100-12: Penarikan Dana Pensiun oleh Pegawai
  • 21-100-13: Imbalan Kepada Peserta Kegiatan
  • 21-100-99: Objek PPh Pasal 21 Tidak Final Lainnya PPh Pasal 26
  • 27-100-99: Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan dan kegiatan, hadiah dan penghargaan, pensiun dan pembayaran berkala lainnya yang dipotong PPh Pasal 26

Pengelola Hotel Hingga Tempat Hiburan Dikirim “Surat Cinta Pajak” oleh Walkot Surabaya

IKPI, Jakarta: Wali Kota (Walkot) Surabaya Eri Cahyadi mengirimkan ‘surat cinta’  berupa edaran kepada sebanyak 712 ribu Wajib Pajak (WP) untuk patuh membayar pajak.

Ratusan ribu wajib pajak tersebut merupakan pemilik atau pengelola hotel, restoran, tempat hiburan, parkir, pajak penerangan jalan (PPJ), air tanah, reklame, pajak bumi dan bangunan (PBB), dan Pajak Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

Eri menegaskan apabila terjadi ketidaksesuaian atas kewajiban perpajakan, maka akan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

“Pemkot Surabaya bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan pengawasan dan pemantauan pelaksanaan pembayaran Pajak Daerah melalui monitoring center for prevention (MCP) KPK sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” kata Eri seperti dikutip dari Liputan6.com, Kamis (16/11/2023).

Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bappeda) Surabaya Hidayat Syah menjelaskan, pihaknya sudah mengirimkan surat edaran itu kepada semua wajib pajak se Surabaya. Ia memastikan di Surabaya ada sembilan jenis pajak, yaitu Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), pajak hotel, pajak restoran, Pajak Penerangan Jalan (PPJ), pajak air tanah, pajak reklame, pajak parkir, dan pajak hiburan.

“Surat edaran itu dilayangkan melalui asosiasi usaha maupun individu WP. Jika ditotal dari 9 kategori pajak itu ada sebanyak 712.000 WP di Surabaya,” katanya.

Melalui surat edaran ini, ia meminta wajib pajak untuk membayarkan pajak yang sudah dititipkan oleh pengunjung atau masyarakat. Artinya, setiap ada pengunjung hotel atau restoran, pasti mereka kena pajak yang dibayarkan kepada pihak hotel dan restoran itu. (bl)

 

Jabar Gandeng DJP Integrasikan Data Wajib Pajak

IKPI, Jakarta: Komitmen untuk mengoptimalkan penerimaan pajak terus dilakukan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Jawa Barat. Terbaru, Bapenda menggandeng Dirjen Pajak untuk sama-sama melakukan integrasi data wajib pajak.

Hal itu mengemuka dalam Rapat Koordinasi Optimalisasi Perjanjian Kerja Sama dan Penerimaan Pajak di Lingkungan Kanwil DJP Jawa Barat I di Bandung, Rabu (15/11/2023).

Penjabat Gubernur Jawa Barat Bey Machmudin yang hadir langsung dalam kesempatan itu mengatakan, integrasi data antara Bapenda dan Dirjen Pajak diyakini dalam meningkatkan pendapatan bukan hanya di daerah, namun juga di tingkat pusat.

“(Sinergi) Ini sangat baik, data lebih terintegrasi lagi dan akan terjadi optimalisasi penerimaan pajak,” kata Bey seperti dikutip dari DetikJabar.

“Data perpajakan daerah nanti disinkronkan dengan pusat. Jadi dari Bapenda data-data yang belum terintegrasi seperti data pertambangan, nanti terlihat mana yang pusat mana daerah. Sehingga tidak akan terduplikasi dan ketinggalan,” sambungnya.

Lewat kerjasama itu nantinya data yang terintegrasi akan berdampak positif untuk banyak hal, seperti pengelolaan pajak pusat dan daerah yang bisa lebih terukur, hingga peningkatan potensi pajak.

“Banyak dampak positif yang bisa dirasakan. Di antaranya, lokal taxing daerah meningkat karena datanya sudah terintegrasi. Kemudian ada harmonisasi dalam coding antar daerah dan pusat. Data yang terintegrasi bisa membuat potensi meningkat,” ujar Kepala Bapenda Jabar Dedi Taufik.

Dedi mengungkapkan, implementasi integrasi data dengan Dirjen Pajak bukanlah hal yang sulit dilakukan. Sebab menurutnya, Bapenda sudah menerapkan inovasi tersebut sejak 2020.

“ini adalah bagian dari upaya kami dalam reformasi pajak. Alhamdulillah 18 September kemarin mendapat penghargaan dari DJP,” ungkapnya.

Sementara itu, berdasarkan data dari DJP Jabar 1, pertukaran data ini memberikan keuntungan lebih besar bagi pemerintah daerah. Sebab Pemda akan menerima pencairan pajak yang lebih besar ketimbang pusat.

“Berdasarkan data kami dengan pertukaran data ini ternyata keuntungan lebih banyak di daerah karena potensi yang banyak dicairkan itu lebih besar di daerah,” terang Kepala Kanwil DJP Jabar 1 Erna Sulistyowati.

“Kita bisa saling bertukar data dan bekerja bersama untuk meningkatkan penerimaan pajak,” tutup Erna. (bl)

BI Bayarkan Pajak Kenikmatan 2023 Rp 1,94 Triliun

PMK tentang Perlakuan Pajak Penghasilan (PPh) atas Penggantian atau Imbalan Sehubungan Dengan Pekerjaan Atau Jasa Yang Diterima atau Diperoleh Dalam Bentuk Natura dan/atau Kenikmatan itu merupakan aturan turunan dari UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

“Dalam hal ini berlaku sejak Januari 2023, BI sebagai wajib pajak dikenakan pajak penghasilan atau PPh 21, atas natura dan atau kenikmatan yang diterima oleh pegawai dan anggota dewan gubernur,” kata Perry saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR, seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Rabu (15/11/2023).

Menurut Perry, total pajak yang telah digelontorkan BI dalam anggaran operasional tahun 2023 akan mencapai Rp 1,94 triliun, naik 132,35% dari alokasi pembayaran pajak dalam Anggaran Tahunan Bank Indonesia (ATBI) 2023 sebesar Rp 1,47 triliun.

“Ini kami sudah hitung-hitung kembali jadi yang dihitung pajak tidak hanya kenikmatan atas pajak yang ditanggung oleh BI tapi kenikmatan-kenikmatan yang lain,” ungkap Perry.

“Misalnya fasilitas rumah dinas, dan lain-lain itu juga dihitung, sehingga kami kotakan merah kenapa terjadi kenaikan yang semula realisasinya Rp 881 miliar (September 2023), menjadi Rp 1,94 triliun (Prognosa 2023),” tegasnya.

Dengan adanya peningkatan pembayaran pajak tersebut, tidak membuat anggaran operasional BI mengalami defisit. Perry mengatakan, prognosa ATBI Operasional Tahun Anggaran 2023 masih akan surplus Rp 23,98 triliun, jauh lebih tinggi dari ATBI anggaran operasional 2023 sebesar Rp 11,63 triliun.

Terdiri dari total penerimaan sebesar Rp 40,94 triliun yang berasal dari hasil pengelolaan aset valas Rp 40,84 triliun, penerimaan kegiatan kelembagaan Rp 17 triliun, dan penerimaan administrasi Rp 81 triliun.

Sementara itu, total pengeluaran anggaran operasional sebesar Rp 16,95 triliun, terdiri dari gaji dan penghasilan lainnya Rp 4,61 triliun, manajemen SDM Rp 3,04 triliun, layanan sarana dan prasarana Rp 2,35 triliun, hingga perumusan dan pelaksanaan kelembagaan Rp 1,67 triliun.

Selain itu ada pengeluaran untuk operasionalisasi kebijakan utama sebesar Rp 1,45 triliun, program sosialisasi BI, pemberdayaan UMKM, serta stabilisasi harga dan digitalisasi sebesar Rp 1,47 triliun, serta cadangan anggaran Rp 359 miliar.

“Jadi kami upayakan anggaran-anggaran yang ada kami efisiensikan, kami ambil sana, ambil sini untuk menambahkan itu (anggaran pajak Rp 1,94 triliun),” ucap Perry. (bl)

Dirjen Pajak Minta Masyarakat Segera Lakukan Pemadanan NIK

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mendorong masyarakat untuk melakukan validasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

Pemadanan data NIK sebagai NPWP ini merupakan amanah Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021, yang aturan turunannya dalam Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2021 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 112/PMK.03/2022.

Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo pun terus meminta supaya masyarakat segera melakukan validasi NIK menjadi NPWP sebelum melakukan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan.

Pelaporan SPT Tahunan untuk tahun pajak 2022 itu telah dimulai sejak awal tahun ini dengan batas waktunya akhir penyampaiannya sampai akhir Maret 2023 bagi orang pribadi dan April 2023 bagi wajib pajak badan.

“Jadi kami mohon kepada wajib pajak monggo barengan update. Harapan kami bareng-bareng kita updating tinggal masuk portal pajak.go.id,” kata Suryo seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Selasa (14/11/2023).

Melalui pemadanan data NIK dan NPWP ini, Suryo menekankan, pengurusan hak dan kewajiban pajak nantinya hanya memanfaatkan satu nomor identitas saja, yakni hanya melalui NIK, sehingga masyarakat tak lagi perlu banyak ingat nomor identitas.

“Harapannya 1 Januari 2024 sistem administrasi yang baru dapat kita gunakan. Harapannya dengan pemutakhiran data dan informasi yang kita miliki, kita bisa gunakan sistem yang baru dengan sebaik-baiknya,” tambahnya.

Untuk memadankan data NIK terhadap NPWP pun bukan perkara sulit. Berikut tahapan-tahapan yang dapat dilakukan hingga data NIK anda tervalidasi:

1. Buka situs www.pajak.go.id pada browser anda lalu tekan login.

2. Masukkan 15 digit NPWP, Gunakan kata sandi yang sesuai, dan masukkan kode keamanan

3. Buka menu profil, masukkan NIK sesuai KTP, cek validitas NIK, dan klik ubah profil.

4. Lalu logout/keluar dari menu profil untuk nantinya menguji keberhasilan langkah validasi.

5. Login kembali menggunakan NIK 16 digit, gunakan password yang sama, masukkan kode keamanan, dan login. Jika berhasil, maka validasi sudah selesai dilaksanakan.

Sebagai catatan, batas waktu pemadanan NIK menjadi NPWP adalah hingga tanggal 31 Desember 2023. Setelah tanggal tersebut atau mulai tanggal 1 Januari 2024, hanya NIK yang dapat digunakan untuk melaksanakan hak dan/atau kewajiban perpajakan. DJP mengklaim sudah 58,7 juta NIK yang bisa digunakan menjadi NPWP per Agustus 2023. (bl)

Pemerintah Targetkan Penerimaan Pajak 2024 Rp Rp 1.988,9 Triliun

IKPI, Jakarta: Pemerintah menargetkan penerimaan pajak pada 2014 sebesar Rp 1.988,9 triliun. Target ini tumbuh 9,4% dibandingkan perkiraan realisasi 2023 yang mencapai Rp 1.818,2 triliun.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti mengatakan penerimaan pajak tahun 2024 diharapkan bisa bertumbuh dan didukung oleh kebijakan pajak yang optimal.

“Penerimaan pajak tahun 2024 diharapkan tumbuh meningkat dibandingkan tahun 2023 sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan didukung oleh berbagai kebijakan pajak yang optimal,” jelas Dwi dalam keterangannya, Selasa (14/11/2023).

Bila melihat pada tahun ini, penerimaan pajak pada periode Januari – September 2023 masih berkembang terutama didukung dengan kinerja kegiatan ekonomi yang baik. Pada realisasinya mencapai Rp 1.387,78 triliun (80,78% dari target) atau tumbuh sebesar 5,9%.

Penyokongnya adalah PPh Non Migas memberikan kontribusi sebesar Rp 771,75 triliun, PPN dan PPnBM sebesar Rp 536,73 triliun, PBB dan Pajak Lainnya sebesar Rp 24,99 triliun, serta PPh Migas sebesar Rp 54,31 triliun. Keempat kelompok pajak tersebut terlihat tumbuh positif, dengan pengecualian PPh Migas yang mengalami kontraksi akibat moderasi harga minyak bumi dan gas alam.

Patut disadari, kinerja penerimaan melambat dibanding tahun lalu, penyebab utamanya dari penurunan yang signifikan harga komoditas, penurunan nilai impor, dan tidak berulangnya kebijakan Program Pengungkapan Sukarela (PPS). Kedepannya, penerimaan pajak akan mengikuti fluktuasi variabel ekonomi makro, terutama harga komoditas, konsumsi dalam negeri, belanja pemerintah, aktivitas impor dan variabel lainnya.

Pertumbuhan penerimaan pada akhir tahun (5,9 persen) pun diperkirakan akan lebih rendah dibandingkan realisasi pertumbuhan Januari s.d. Agustus 2023 (6,4 persen). Hal ini disebabkan

oleh penurunan harga komoditas, penurunan nilai impor, serta tidak berulangnya kebijakan Program Pengungkapan Sukarela (PPS).

Di saat yang sama, sederet permasalahan-seperti tensi geopolitik yang semakin memanas, perang Rusia dan Ukraina yang belum selesai, disambung oleh perang Israel dan Hamas-menjadi tantangan bagi upaya dalam mencapai target pajak pada tahun depan. Ketegangan Amerika Serikat (AS) dan China pun patut dicermati karena akan memberikan pengaruh terhadap perdagangan global.

Tantangan lain yang muncul di antaranya adalah dampak perubahan iklim yang sudah terlihat sekarang dengan kekeringan di mana-mana dan memicu krisis pangan dalam jangka waktu lama. Perkembangan digitalisasi yang teramat cepat juga menjadi tantangan untuk mencapai target tahun depan.

Namun demikian, penerimaan pajak diperkirakan bisa mencapai realisasi lebih besar dari tagert APBN 2023 Rp 1. 718 triliun. Hal ini disebabkan pertumbuhan ekonomi yang stabil dan spillover effecti dari kenaikan harga komoditas tahun 2022. Profit tahun 2022 pada SPT Tahunan yang disampaikan dan dibayarkan PPh terutang pada April 2023 pun turut memberi dampak positif.

Di akhir tahun 2023, pertumbuhan penerimaan terutama ditopang oleh Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM), yang diperkirakan tumbuh 10,9 persen menjadi Rp811,4 triliun sejalan dengan peningkatan konsumsi. Kemudian Pajak Penghasilan juga diproyeksikan tumbuh 8,6 persen menjadi Rp 1.139,8 triliun. Sementara PBB dan Pajak Lainnya diperkirakan tetap Rp 37,7 triliun.

Selain itu, strategi pemberian berbagai insentif perpajakan yang tepat dan terukur juga diharapkan mampu mendorong percepatan pemulihan dan peningkatan daya saing investasi nasional, serta memacu transformasi ekonomi. (bl)

Penandatanganan Kerja Sama IKPI-Universitas Pelita Harapan Bidang Pendidikan

Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) menandatangani kerja sama di bidang pendidikan dengan Universitas Pelita Harapan (UPH). Penandatanganan dilakukan oleh Ketua Umum IKPI Ruston Tambunan dan Dekan Fakultas Hukum UPH Velliana Tanaya di Kantor Pusat IKPI, Pejaten, Jakarta Selatan, Senin (13/11/2023).

Penandatanganan kerja sama ini disaksikan Guru Besar Ilmu Hukum UPH Prof. Agus Budianto dan Ketua Departemen Pendidikan IKPI Lisa Purnamasari.

Hadir dalam acara tersebut pengurus pusat IKPI, ketua cabang IKPI se-Jabodetabek, dan sejumlah mahasiswa Fakultas Hukum UPH. (bl)

 

(Foto: Departemen Humas PP- IKPI/Bayu Legianto)
(Foto: Departemen Humas PP- IKPI/Bayu Legianto)
(Foto: Departemen Humas PP- IKPI/Bayu Legianto)
(Foto: Departemen Humas PP- IKPI/Bayu Legianto)
(Foto: Departemen Humas PP- IKPI/Bayu Legianto)
(Foto: Departemen Humas PP- IKPI/Bayu Legianto)
(Foto: Departemen Humas PP- IKPI/Bayu Legianto)
(Foto: Departemen Humas PP- IKPI/Bayu Legianto)
(Foto: Departemen Humas PP- IKPI/Bayu Legianto)
(Foto: Departemen Humas PP- IKPI/Bayu Legianto)
(Foto: Departemen Humas PP- IKPI/Bayu Legianto)
(Foto: Departemen Humas PP- IKPI/Bayu Legianto)
(Foto: Departemen Humas PP- IKPI/Bayu Legianto)
(Foto: Departemen Humas PP- IKPI/Bayu Legianto)
id_ID