Ketum IKPI: Selamat HUT P3KPI dan Selamat Bertugas untuk Pengurus Baru 2025 – 2030

(Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

IKPI, Jakarta: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Vaudy Starworld memberikan dukungan penuh kepada kepengurusan baru Perkumpulan Praktisi dan Profesi Konsultan Pajak Indonesia (P3KPI) masa bakti 2025–2030. Ia meyakini, organisasi tersebut mampu menjadi kekuatan baru dalam memperkuat sinergi dan profesionalitas konsultan pajak di Indonesia.

“Kami, keluarga besar IKPI, mengucapkan selamat dan sukses atas pelantikan pengurus P3KPI masa bakti 2025–2030 sekaligus peringatan hari ulang tahun ke-5 P3KPI,” ujar Vaudy, Jumat (10/10/2025).

Vaudy menilai tema yang diangkat P3KPI, “Soliditas untuk Tumbuh Bersama dan Berkelanjutan,” mencerminkan semangat yang dibutuhkan dunia perpajakan saat ini. Menurutnya, soliditas antarpraktisi menjadi fondasi penting dalam meningkatkan kompetensi dan kontribusi nyata bagi pembangunan ekonomi nasional.

“Kami percaya P3KPI akan semakin kokoh dalam membangun kolaborasi antarpraktisi, meningkatkan kompetensi, serta memberi kontribusi nyata bagi kemajuan profesi dan pembangunan ekonomi nasional,” tegasnya.

Lebih lanjut, Vaudy mengajak seluruh anggota P3KPI untuk terus meneguhkan komitmen bersama, bersatu dalam soliditas, bertumbuh dalam profesionalitas, serta berkelanjutan dalam kontribusi terhadap negeri.

“Selamat bertugas, selamat berjuang, dan selamat ulang tahun ke-5 P3KPI!” kata Vaudy. (bl)

Masih Bingung Soal NPWP Istri Terpisah? IKPI Jelaskan Tuntas!

(Foto: Istimewa)

IKPI, Jakarta: Banyak pasangan suami istri yang masih bingung soal aturan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) terpisah. Padahal, keputusan istri untuk memiliki NPWP sendiri tidak sekadar urusan administrasi, tetapi berdampak langsung terhadap penghitungan dan pelaporan pajak penghasilan (PPh). Hal itu dijelaskan secara rinci oleh Nadira Hudaifah, narasumber edukasi perpajakan dalam kegiatan rutin yang diselenggarakan oleh Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) secara daring pada Kamis (9/10/2025).

Menurut Nadira, secara prinsip, sistem perpajakan Indonesia menganggap penghasilan keluarga sebagai satu kesatuan ekonomis. Namun, istri berhak memilih untuk melaksanakan kewajiban pajaknya secara terpisah sesuai ketentuan Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh).

“Istri boleh memiliki NPWP sendiri, tetapi keputusan itu membawa konsekuensi. Cara menghitung pajak, hak atas pengurangan, dan tanggung jawab pelaporan menjadi terpisah dari suami,” kata Nadira dalam pemaparannya.

Nadira menjelaskan, tarif pajak progresif menyebabkan perbedaan hasil penghitungan antara sistem penggabungan dan pemisahan penghasilan. Bila penghasilan suami dan istri relatif sama besar, pelaporan terpisah kadang membuat pajak yang harus dibayar justru lebih ringan. Namun dalam kondisi tertentu, penggabungan bisa lebih efisien.

“Tidak ada rumus mutlak. Semuanya tergantung struktur penghasilan masing-masing. Karena itu, keputusan untuk pisah NPWP sebaiknya dipertimbangkan matang, bukan ikut-ikutan,” ujarnya.

Ia juga menegaskan bahwa pajak yang lebih bayar dari salah satu pihak tidak bisa dikompensasikan dengan pajak yang kurang bayar dari pihak lainnya.

“Kalau suami lebih bayar dan istri kurang bayar, keduanya tidak bisa saling menghapuskan kewajiban. Suami tetap harus mengajukan restitusi, dan istri wajib menyetor kekurangannya,” tambah Nadira.

Selain perhitungan pajak, ada pula kewajiban administratif yang sering dilupakan. Istri yang memiliki NPWP sendiri wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan setiap tahun, bahkan jika tidak lagi memiliki penghasilan.

“Selama NPWP masih aktif, kewajiban pelaporan tetap melekat. SPT nihil pun tetap harus dilaporkan sampai NPWP dicabut secara resmi oleh DJP,” tegasnya.

Untuk mencabut NPWP, istri harus mengajukan permohonan tertulis ke kantor pajak terdaftar, melampirkan KTP, Kartu Keluarga, serta surat pernyataan penggabungan penghasilan ke NPWP suami.

Dalam kesempatan tersebut, Nadira juga menyinggung sistem Coretax (Cortex) yang kini sedang diterapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Sistem ini memungkinkan penghitungan PPh suami-istri dilakukan secara lebih transparan melalui Lampiran IV SPT Tahunan, yang menampilkan komposisi penghasilan dan status tanggungan keluarga.

“Melalui Coretax, DJP berupaya menyajikan pelaporan yang lebih jelas dan mudah dipahami wajib pajak. Namun beberapa fitur masih dalam tahap penyempurnaan, khususnya untuk formulir daring,” jelas Nadira.

Komitmen IKPI 

Kegiatan edukasi ini merupakan bagian dari program rutin IKPI Edukasi Perpajakan, yang digelar setiap Kamis siang secara daring dan gratis. Program ini menjadi wadah bagi masyarakat umum untuk belajar langsung dari konsultan pajak berpengalaman.

“IKPI berkomitmen membantu pemerintah meningkatkan literasi perpajakan masyarakat melalui edukasi yang mudah diakses, gratis, dan praktis,” ujar Nadira.

Melalui kegiatan ini, IKPI berharap wajib pajak semakin paham bahwa kepemilikan NPWP terpisah bagi suami dan istri bukan sekadar pilihan administratif, tetapi juga mempengaruhi kewajiban dan hak perpajakan masing-masing. (bl)

NTS Tak Selalu dari Ruang Zoom, Bisa Juga dari Lapangan Golf!

(Foto: Istimewa)

IKPI, Jakarta: Pengembangan Profesional Berkelanjutan (PPL) Non-Terstruktur (NTS) bagi anggota Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) ternyata tidak selalu harus diperoleh lewat kegiatan formal dalam ruang seperti webinar, FGD, atau diskusi panel. Kegiatan luar ruang pun bisa menjadi sarana efektif untuk mengasah kemampuan komunikasi, mempererat kebersamaan, dan memperluas jejaring profesional antar anggota.

Hal ini terlihat dari kegiatan IKPI Cabang Kota Bekasi pada hari Minggu tanggal 5 Oktober 2025 lalu. Cabang Kota Bekasi ini menghadirkan acara penandatanganan perjanjian kerja sama antara IKPI dengan Pringgondani Driving Golf di kawasan Halim Perdana Kusuma yang ditandatangani langsung oleh Ketua Umum IKPI, Vaudy Starworld.

Kerja sama ini menjadi langkah konkret IKPI dalam memperluas bentuk kegiatan PPL Non-Terstruktur yang bisa diikuti oleh anggota, tak hanya didalam ruang formal (indoor) tetapi juga melalui kegiatan rekreatif diluar ruang (outdoor) yang bersifat edukatif.

“NTS tidak harus selalu diperoleh dari ruang seminar atau webinar, tetapi dapat melalui kegiatan luar ruang seperti golf, lari, bersepeda, atau giat seni.  Dalam kegiatan luar ruang tersebut anggota bisa belajar mempertajam soft skill berkomunikasi, membangun jejaring, dan memperkuat kolaborasi dengan cara yang lebih alami dan menyatu,” ungkap Ketua Departemen Sistem Pendukung Pengembangan Bisnis Anggota (SPPBA) IKPI, Donny Rindorindo, Selasa (7/10/2025).

(Foto: Istimewa)

Usai sesi penandatanganan MOU antara IKPI dan Pringgondani Driving Golf, pengurus IKPI Cabang Kota Bekasi yang menjadi inisiator kerja sama ini, kemudian acara dilanjutkan dengan kegiatan latihan golf bersama. Mereka berlatih langsung di bawah bimbingan sejumlah trainer dan golfer senior dari IKPI sendiri, antara lain Wakil Ketua Umum Nuryadin Rahman, Ketua Cabang Depok Hendra Damanik, serta pengurus pusat IKPI Tjhia Paulus Gunawan.

Kegiatan ini tidak hanya menjadi ajang olahraga, tetapi juga wadah untuk mempererat hubungan personal antar anggota lintas cabang dan memperkuat solidaritas di lingkungan IKPI. Banyak ide dan peluang kerja sama baru justru lahir dari interaksi santai kegiatan luar ruang seperti di golf driving atau lapangan golf.

“Dari lapangan golf pun bisa muncul kolaborasi profesional yang kuat dan saling mengisi. Inilah semangat kegiatan PPL NTS diluar ruang yang ingin kita dorong untuk mempererat kebersamaan, kekompakan dan membangun jejaring (network) profesional yang tumbuh secara natural,” kata Donny.

Ia menegaskan, melalui langkah seperti ini, IKPI ingin mendorong seluruh cabang untuk lebih kreatif mengembangkan kegiatan PPL Non-Terstuktur, tidak hanya didalam ruang saja. Sebab, nilai profesionalisme dan kebersamaan bisa tumbuh di mana saja tidak hanya di balik layar Zoom, tetapi juga di lapangan, di jalur sepeda, area ruang seni, atau bahkan di atas green golf yang penuh semangat kebersamaan, kolaborasi dan keguyuban tanpa sekat.

“PPL NTS bisa dilakukan dan didapatkan melalui interaksi dan kolaborasi langsung antar anggota dengan penuh kegembiraan diluar ruang ,” tutupnya. (bl)

Banyak Salah Kaprah, IKPI Ingatkan Soal NPWP Suami Istri

(Foto: Tangkapan Layar Zoom Meeting)

IKPI, Jakarta: Masih banyak wajib pajak di Indonesia yang keliru memahami status Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) antara suami dan istri. Padahal, kesalahan kecil dalam penentuan status ini bisa berakibat panjang mulai dari salah lapor, salah hitung, hingga berujung sanksi pajak.

Hal itu disampaikan oleh Ida Bagus Md Utama, anggota Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), dalam webinar edukasi pajak gratis yang digelar IKPI secara rutin melalui Zoom Meeting, baru-baru ini.

Dalam diskusi ini, Ida Bagus memaparkan banyak temuan lapangan yang menunjukkan bahwa sebagian besar wajib pajak belum benar-benar memahami aturan dasar terkait NPWP keluarga.

“Yang sering terjadi, suami-istri sama-sama punya penghasilan dan masing-masing punya NPWP, tapi tidak tahu bagaimana cara melaporkannya dengan benar. Bahkan ada yang pakai konsultan pajak pun masih salah paham,” ujarnya.

Menurut Ida Bagus, status NPWP suami-istri bukan sekadar urusan administratif, tetapi berdampak langsung terhadap cara pelaporan dan penghitungan Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi. Ia menegaskan, kesalahan memahami hal ini bisa mengacaukan penggabungan penghasilan, pengakuan PTKP, hingga besaran pajak yang harus dibayar.

“Misalnya, kalau istri bekerja dan memiliki penghasilan sendiri, maka seharusnya punya NPWP terpisah dari suami. Tapi kalau penghasilannya berasal dari suami, cukup digabung dalam NPWP suami. Ini yang sering tertukar,” jelasnya.

Dalam paparannya, ia mengingatkan bahwa dasar hukum terkait hal ini bersandar pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, yang telah diperbarui melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

“Semua wajib pajak harus tahu bahwa pengaturan soal suami-istri sudah jelas di undang-undang. Jangan hanya ikut-ikutan atau mengira semua pasangan harus punya NPWP masing-masing,” tegasnya.

Lebih jauh, Ida Bagus juga memberikan tiga langkah praktis agar wajib pajak tidak salah menentukan status NPWP:

1. Pahami sumber penghasilan keluarga. Jika penghasilan istri bukan berasal dari suami, ia berhak memiliki NPWP sendiri.

2. Laporkan data perkawinan dan penghasilan dengan jujur. Setiap perubahan status harus segera diperbarui melalui DJP Online.

3. Konsultasikan sebelum lapor. Bila ragu, wajib pajak sebaiknya berkonsultasi ke KPP terdekat atau konsultan pajak bersertifikat.

“Pajak bukan sekadar kewajiban tahunan, tapi cerminan keteraturan administrasi keuangan keluarga,” ujarnya.

Ia menekankan pentingnya kepatuhan berbasis pemahaman, bukan sekadar ketakutan terhadap sanksi. “Kalau kita tahu dasar hukumnya dan paham mekanismenya, maka patuh pajak bukan lagi beban, tapi bagian dari kedewasaan finansial keluarga,” pungkasnya.

Sekadar informasi, kegiatan edukasi rutin ini menjadi bagian dari komitmen IKPI untuk terus memperluas literasi perpajakan publik dan membantu pemerintah meningkatkan kepatuhan pajak melalui pendekatan edukatif, ringan, dan aplikatif. (bl)

IKPI Tegaskan Pajak Suami-Istri Harus Dihitung Proporsional, Bukan Asal Pisah!

(Foto: Tangkapan Layar Zoom Meeting)

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) terus menunjukkan komitmennya dalam meningkatkan literasi perpajakan masyarakat. Melalui webinar edukasi pajak yang digelar secara rutin dan terbuka untuk umum, organisasi profesi yang baru saja meraih dua Rekor MURI ini berupaya membantu pemerintah memperluas pemahaman masyarakat tentang hak dan kewajiban perpajakannya.

Salah satu pembahasan menarik adalah penggabungan penghasilan suami-istri dalam pelaporan SPT Tahunan. Anggota IKPI, I Gede Sumerta, yang juga sebagai salah satu narasumber pada diskusi tersebut menegaskan bahwa masih banyak wajib pajak yang keliru dalam memahami konsep ini, terutama dalam penerapan tarif pajak final dan umum.

“Banyak yang mengira kalau suami dan istri bekerja di tempat berbeda, maka pajaknya bisa langsung dipisah begitu saja. Padahal tidak sesederhana itu,” ujarnya. 

Secara prinsip lanjut, Ia menegaskan bahwa penghasilan suami dan istri merupakan satu kesatuan ekonomis. Jadi penghitungan pajaknya harus dilakukan secara gabungan terlebih dahulu, baru kemudian dibagi secara proporsional antara keduanya.

Menurut I Gede Sumerta, kesalahan umum wajib pajak sering muncul pada tahap penghitungan pajak terutang. Ia mencontohkan, jika suami berpenghasilan Rp480 juta per tahun dan istri Rp240 juta, maka total penghasilan gabungannya Rp720 juta. Setelah dikurangi PTKP gabungan, penghasilan kena pajaknya dihitung sesuai tarif progresif yang berlaku. Dari hasil itu, barulah beban pajak masing-masing pihak dibagi sesuai porsi penghasilan mereka.

“Kalau digabung, pajak memang tampak lebih besar. Tapi itu karena total penghasilan meningkat, sehingga kena tarif progresif yang lebih tinggi. Itu bukan berarti salah, justru itu bentuk keadilan dalam sistem pajak kita,” jelasnya.

Ia juga menekankan pentingnya memahami PHMT (Penghasilan yang Menghendaki Perhitungan Tersendiri) agar tidak salah tafsir. Banyak wajib pajak yang sengaja atau tidak sengaja memilih memisahkan pelaporan suami-istri tanpa dasar yang sah, padahal ketentuannya jelas diatur dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan.

“Kalau ingin pisah pelaporan, harus ada pemberitahuan resmi ke DJP dan memenuhi syarat tertentu. Tidak bisa asal pilih karena merasa lebih ringan,” tegasnya.

Melalui webinar ini, IKPI mengingatkan bahwa edukasi pajak bukan sekadar soal angka dan hitungan, tetapi juga soal pemahaman hukum dan etika pelaporan. Ia berharap, semakin banyak masyarakat memahami cara perhitungan pajak yang benar, maka potensi kekeliruan dan sanksi administrasi bisa diminimalkan.

“Bagi kami, tujuan akhirnya bukan sekadar meningkatkan kepatuhan, tapi menciptakan masyarakat yang sadar dan cerdas pajak,” pungkasnya. (bl)

IKPI Gelar “GOBAR” Serentak di Tiga Wilayah, Awali Pembentukan Komunitas Golf Konsultan Pajak

(Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

 IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) akan menggelar kegiatan Golf Bareng (GOBAR) secara serentak di tiga wilayah pada 13 Oktober 2025. Acara ini menjadi langkah awal menuju pembentukan Komunitas Golf IKPI, sebagai wadah silaturahmi dan jejaring antaranggota serta mitra di sektor keuangan.

Wakil Ketua Umum IKPI Nuryadin Rahman mengatakan, GOBAR akan digelar bersamaan di Permata Sentul (Jabodetabek), Bali, dan Solo–Yogyakarta. Masing-masing lokasi akan terhubung melalui Zoom Meeting, sehingga seluruh peserta di tiga wilayah dapat menyimak sambutan pembukaan dari Ketua Umum IKPI, Vaudy Starworld secara serentak.

“Acara GOBAR ini bukan hanya untuk olahraga, tapi juga untuk mempererat hubungan dan memperluas jaringan antarsejawat serta asosiasi sahabat di sektor keuangan,” ujar Nuryadin.

Di wilayah Jabodetabek, kegiatan akan dipusatkan di Permata Sentul Golf Club, dengan jumlah peserta yang sudah mencapai hampir 30 orang terdaftar, dan ditargetkan meningkat menjadi sekitar 40 peserta atau 10 flight.

“Peserta berasal dari anggota IKPI, beberapa asosiasi sahabat, dan perwakilan dari departemen pemerintahan,” ujarnya, Senin (6/10/2025).

Sementara itu, IKPI Pengda Bali juga tengah menyiapkan lokasi untuk pelaksanaan GOBAR di Pulau Dewata, sedangkan wilayah Solo–Yogyakarta berencana memusatkan kegiatan di Merapi Golf Club. Seluruh wilayah akan melaksanakan permainan golf secara bersamaan pada tanggal yang sama.

Nuryadin menambahkan, sebelum melakukan GOBAR serentak, Ketum IKPI akan meresmikan berdirinya komunitas golf IKPI sekaligus menunjuk anggota IKPI hang menjadi ketua komunitas.

“Tanggal 13 Oktober ini Pak Ketum, Vaudy Starworld akan meresmikan dan menunjuk ketua komunitasnya. Dihari itu juga, ketua komunitas akan diberikan surat keputusan (SK) pengangkatan,” kata Nuryadin.

Ia juga mengapresiasi inisiatif IKPI Cabang Kota Bekasi yang sebelumnya telah menjalin kerja sama dengan Prigondani Driving Golf sebagai contoh sinergi positif antara cabang dan mitra lokal.

“Langkah Cabang Kota Bekasi bisa jadi contoh bagi cabang lain. Ke depan, tak menutup kemungkinan ada turnamen golf antarcabang IKPI,” ujarnya.

Menurutnya, melalui GOBAR, IKPI berharap kegiatan ini dapat menjadi wadah interaksi santai namun produktif, mempererat hubungan antarprofesional di bidang perpajakan, serta membuka ruang kolaborasi dengan berbagai asosiasi di sektor keuangan dalam suasana yang penuh keakraban. (bl)

Bedah PPh OP, IKPI Tekankan Pentingnya Pemahaman Norma Pajak

(Foto: Tangkapan Layar Zoom Meeting)

IKPI, Jakarta: Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) kembali menggelar webinar perpajakan gratis untuk anggota dan masyarakat umum,  baru-baru ini. Kelas edukasi pajak ini merupakan bentuk kontribusi IKPI dalam mendukung penerintah meningkatkan kepatuhan wajib pajak secara nasional.

Sebagai narasumber diskusi, Ida Bagus Md Utama yang juga anggota IKPI, salah satunya mengenalkan pemahaman dasar Pajak Penghasilan orang pribadi (PPh OP) dan penerapan norma penghitungan.

Sejak awal sesi, ia langsung menyentil kebiasaan umum wajib pajak yang sering kali asal dalam menghitung kewajiban pajaknya.

“Masih banyak yang menghitung pajak pakai feeling. Tidak paham norma penghitungan, tidak tahu mana biaya yang boleh dikurangkan dan mana yang tidak. Padahal kalau salah, akibatnya bisa fatal,” ujarnya.

Ia kemudian menguraikan secara runtut dasar hukum PPh Orang Pribadi (PPh OP) yang bersandar pada Undang-Undang Pajak Penghasilan dan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). 

Dalam paparannya, ia membedakan penghasilan yang bersifat final dan tidak final, serta menjelaskan struktur tarif progresif yang berlaku saat ini mulai dari 5 persen untuk penghasilan hingga Rp60 juta, hingga 35 persen untuk penghasilan di atas Rp5 miliar.

Menurutnya, kesalahan yang paling sering terjadi adalah salah menafsirkan norma penghitungan penghasilan neto (NPPN). “Norma itu bukan angka asal. Setiap bidang usaha punya norma berbeda. Kalau salah pakai norma, laporan pajaknya bisa salah semua,” tegasnya.

Ida Bagus juga menyinggung tentang pentingnya koreksi fiskal dalam pembukuan usaha. Banyak wajib pajak yang mencatat seluruh biaya operasional sebagai pengurang penghasilan kena pajak, padahal tidak semua biaya diakui secara fiskal.

“Dalam akuntansi boleh dibiayakan, tapi dalam fiskal belum tentu. Kalau tidak paham ini, bisa-bisa laba komersial dan laba fiskalnya jauh berbeda,” katanya memberi contoh.

Lebih jauh, ia menekankan pentingnya kepatuhan berbasis pemahaman. “Kepatuhan pajak yang lahir dari kesadaran jauh lebih kuat daripada kepatuhan karena takut diperiksa,” ucapnya.

Program edukasi daring IKPI ini, menurutnya, tidak hanya membuka akses pengetahuan bagi wajib pajak, tapi juga menjadi wadah diskusi yang mempertemukan konsultan, pelaku usaha, dan masyarakat umum dalam satu ruang belajar yang egaliter.

“Pajak bukan hal yang menakutkan kalau kita pahami. Justru dengan paham, kita bisa mengelola keuangan lebih baik dan berkontribusi dengan tenang,” katanya.

Sekadar informasi, webinar ini juga menghadirkan anggota IKPI lainnya yakni I Gede Sumerta (Narasumber) dan Peter (Moderator). (bl)

Ketum Vaudy Starworld Teken Kerja Sama dengan Pringgodani Golf Driving: IKPI Bangun Jaringan Pajak di Green Fairway

(Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

IKPI, Jakarta: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Vaudy Starworld menandatangani perjanjian kerja sama (MoU) dengan Marketing Pringgodani Golf Driving, Dhintje, di Arena Golf Driving, Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Minggu (5/10/2025).

Langkah ini diinisiasi oleh IKPI Cabang Kota Bekasi sebagai bagian dari upaya memperluas jejaring profesional anggota IKPI melalui kegiatan rekreatif dan kolaboratif di luar forum formal.

(Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

Dalam sambutannya, Vaudy menjelaskan bahwa kegiatan golf bukan hanya soal olahraga, tetapi juga sarana mempererat silaturahmi dan memperluas koneksi lintas wilayah dan profesi.

“Golf memang kelihatannya mahal, tapi manfaatnya jauh lebih besar. Di lapangan kita bisa bertemu banyak orang dari pemerintah, pengusaha, sampai akademisi. Dari situ jejaring profesional terbentuk secara alami,” ujar Vaudy di lokasi acara.

Ia menambahkan, kegiatan seperti ini menjadi wadah interaksi positif antaranggota IKPI dari berbagai cabang, mulai dari Medan hingga Bali. Selain memperkuat hubungan internal, kegiatan golf juga menjadi jembatan komunikasi dengan pihak luar yang berpotensi membutuhkan layanan konsultasi pajak.

(Foto: Departemen Humas PP-IKPI/Bayu Legianto)

“Kadang bukan dari rapat atau seminar kita dapat peluang, tapi dari ngobrol santai di lapangan golf. Jadi ini bukan sekadar olahraga, tapi investasi jaringan,” tuturnya.

Kerja sama dengan Pringgodani Golf Driving menjadi salah satu langkah konkret IKPI untuk memperluas kemitraan di berbagai sektor. Vaudy menuturkan, IKPI juga tengah menyiapkan sejumlah kolaborasi lain yang memberikan manfaat langsung bagi anggota, seperti:

• Kerja sama pendidikan dengan Universitas Indonesia (UI) dan MAKSI UGM, termasuk program Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL) bagi pemegang brevet pajak.

• Kemitraan dengan Universitas Pelita Harapan (UPH) untuk program S1–S3 Fakultas Hukum dengan tarif khusus bagi anggota IKPI.

• Fasilitas potongan harga di berbagai hotel seperti Aston, Swiss-Belhotel, dan Akola untuk kegiatan organisasi maupun pribadi.

• Kerja sama kesehatan dengan Prodia dan Pramita, yang memberikan diskon layanan bagi anggota.

“Kami ingin setiap anggota IKPI benar-benar merasakan manfaat keanggotaan. Cukup tunjukkan kartu anggota, sudah bisa menikmati berbagai fasilitas mitra kerja sama,” kata Vaudy.

Penandatanganan MOU di Pringgodani Golf Driving turut dihadiri jajaran pengurus pusat IKPI, di antaranya:

1. Ketua Umum, Vaudy Starworld

2. Wakil Ketua Umum, Nuryadin Rahman

3. Wakil Sekretaris Umum, Novalina Magdalena

4. Ketua Departemen SPPBA, Donny Rindorindo

5. Tjhia Paulus Gunawan

6. Ketua IKPI Cabang Kota Bekasi, Iman Julianto beserta jajaran pengurus cabang

7. Ketua IKPI Cabang Depok, Hendra Damanik.    

Lebih lanjut, Vaudy juga mengajak seluruh anggota untuk terus aktif menjalin interaksi dengan berbagai komunitas dan pihak eksternal.

“Jaringan tidak tumbuh di ruang rapat. Ia tumbuh dari interaksi, dari silaturahmi, dari kegiatan seperti ini. Kita ingin konsultan pajak dikenal luas bukan hanya karena keahlian, tapi karena keterbukaan dan profesionalismenya,” pungkas Vaudy. (bl)

Vaudy Starworld Ajak Anggotanya Aktivasi Akun Coretax Sekarang, IKPI Harus Jadi Garda Terdepan Edukasi

IKPI, Jakarta: Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Vaudy Starworld, mengajak seluruh anggotanya untuk melakukan aktivasi akun Coretax. Dalam surat resminya bernomor S-307/PP IKPI/IX/2025, Vaudy mengimbau agar seluruh anggota IKPI segera melakukan aktivasi akun Coretax serta membuat Kode Otorisasi (KO) atau Sertifikat Digital (SD) demi mendukung pelaporan SPT Tahunan 2025 yang kini sudah bertransformasi ke sistem digital penuh.

“Jangan tunda-tunda! Aktivasi Akun Coretax dan pembuatan KO/SD adalah kunci untuk bisa menandatangani dan mengirimkan dokumen pajak secara resmi dan elektronik. Ini bukan hanya teknis, ini soal legitimasi dan kepatuhan,” tegas Vaudy dalam suratnya.

Ia menegaskan, transformasi besar menuju layanan Coretax oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menandai era baru digitalisasi perpajakan nasional. Seluruh wajib pajak baik orang pribadi maupun badan wajib melakukan aktivasi akun melalui laman resmi https://coretax.pajak.go.id, dan mengikuti panduan dari leaflet resmi DJP.

Vaudy juga menekankan bahwa IKPI mendukung penuh inisiatif digitalisasi pemerintah dan meminta seluruh anggotanya tidak menunggu hingga deadline.

“Kita harus jadi garda terdepan dalam memastikan klien kita siap menghadapi sistem baru ini. Kalau terlambat aktivasi, jangan salahkan sistem kalau SPT tak bisa terkirim,” tambahnya.

Tak lupa, juga Vaudy mengingatkan bahwa KO/SD berfungsi layaknya tanda tangan digital resmi, yang kini menjadi syarat mutlak untuk pengiriman dokumen perpajakan. Tanpa aktivasi dan kode ini, wajib pajak bisa dipastikan tidak menyampaikan laporan.

Bagi anggota IKPI yang mengalami kesulitan dalam proses aktivasi, mereka bisa langsung menghubungi Kring Pajak di nomor 1500 200

“Coretax sudah di depan mata, jangan sampai gigit jari di hari H. Ayo aktifkan sekarang, atau siap-siap panik di kemudian hari” tegasnya. (bl)

Shadow Economy Global Masih Rata-Rata sekitar 16%, Rianto Abimail Ingatkan Indonesia Jangan Abai

IKPI, Jakarta: Fenomena shadow economy atau ekonomi bayangan kembali menjadi sorotan dalam diskusi panel bertajuk “Tepatkah Menargetkan Shadow Economy sebagai Cara Meningkatkan Penerimaan Pajak?” yang digelar secara hybrid di Kantor Pusat IKPI, Pejaten, Jakarta Selatan, serta melalui Zoom Meeting, Jumat (26/9/2025).

Dalam forum tersebut, Rianto Abimail, Pengurus Pusat IKPI sekaligus panelis, memaparkan hasil penelitian global yang menunjukkan bahwa aktivitas shadow economy masih mendominasi perekonomian di berbagai negara, meskipun tren jangka panjangnya menurun.

“Menurut riset Prof. Patrick Schneider dan Dr. Alban Aslan, rata-rata shadow economy di 31 negara Eropa pada 2022 masih berada di angka 17% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Angka ini memang turun dibandingkan dekade sebelumnya, tapi tetap mengkhawatirkan,” ungkap Rianto.

Ia menambahkan, perbandingan antarnegara menunjukkan jurang yang cukup lebar. Swiss tercatat sebagai negara dengan shadow economy terendah yakni 5,6%, sementara Bulgaria berada di posisi tertinggi dengan 30%. Hal ini membuktikan bahwa kebijakan fiskal dan kualitas kelembagaan berperan besar dalam mengendalikan aktivitas ekonomi bayangan.

Tak hanya Eropa, data global juga menegaskan bahwa shadow economy pada tahun 2023 masih bertahan di kisaran 11,8% hingga 19,3% dari PDB, tergantung pada metode pengukuran. Meski lebih rendah dibandingkan awal tahun 2000-an yang bisa menembus 26%, level ini dianggap masih rawan terhadap keberlanjutan fiskal.

“Shadow economy ibarat sisi gelap perekonomian yang selalu ada. Ia tidak bisa dihapus total, hanya bisa ditekan seminimal mungkin,” jelas Rianto dalam pemaparannya.

Menurutnya, kondisi ini harus menjadi alarm bagi Indonesia. Pasalnya, berbagai faktor yang memicu maraknya shadow economy juga masih terlihat jelas di dalam negeri, mulai dari tingginya tarif pajak, lemahnya efektivitas pemerintahan, lemahnya penegakan hukum, praktik korupsi, hingga tingginya tingkat pengangguran.

“Kalau tren global saja masih sekitar 16%, Indonesia tentu tidak boleh menutup mata. Kita berisiko mengalami kebocoran penerimaan pajak yang lebih besar jika shadow economy dibiarkan tanpa strategi pengawasan yang serius,” tegasnya.

Lebih jauh, Rianto menekankan bahwa penerimaan pajak Indonesia sangat bergantung pada kepatuhan wajib pajak yang terlihat fisik, namun perlu digali dari kepatuhan non fisik seperti kegiatan ekonomi melalui daring. Jika shadow economy tidak dikendalikan, beban fiskal akan semakin berat karena negara terpaksa menutup celah tersebut dengan utang.

Sebagai solusi, ia mendorong pemerintah untuk:

1. Menyederhanakan aturan perpajakan agar tidak mendorong wajib pajak “kabur” ke sektor informal.

2. Mengoptimalkan teknologi digital dalam mendeteksi transaksi yang tidak tercatat.

3. Menguatkan koordinasi antar-lembaga, terutama dalam memerangi praktik ilegal seperti judi online dan narkoba yang menjadi bagian dari shadow economy.

“Pajak adalah tulang punggung APBN. Jika shadow economy tetap besar, maka kita akan kehilangan potensi penerimaan yang bisa membiayai pendidikan, kesehatan, dan pembangunan. Inilah kenapa Indonesia harus belajar dari pengalaman global,” tutup Rianto.(bl)

id_ID