DJP Luncurkan Genta, Aplikasi Anyar untuk Akses Data Coretax Pajak

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) resmi meluncurkan aplikasi anyar bernama Generate Data Coretax atau Genta pada Selasa (8/7/2025) dan sudah dapat diakses publik melalui laman genta.pajak.go.id. Aplikasi ini memungkinkan wajib pajak mengunduh data perpajakan hasil pemrosesan sistem administrasi pajak terbaru, yaitu Coretax Administration System.

Melalui Genta, wajib pajak cukup memasukkan jenis dokumen, masa, dan tahun pajak yang diinginkan. Setelah permohonan diajukan sejak pukul 08.00 WIB, data akan tersedia pada H+1 dan bisa langsung diunduh.

“Fitur ini menjadi bagian dari layanan digital kami untuk mempermudah akses informasi bagi wajib pajak,” tulis DJP dalam aplikasi tersebut.

Adapun jenis dokumen yang bisa diminta meliputi:

• Faktur pajak keluaran dan retur

• Faktur pajak masukan dan retur

• Bukti potong PPh Pasal 21 dan Pasal 26

• Bukti potong bulanan

• Formulir 1721-A1 dan 1721-A2

Genta dikembangkan untuk melengkapi transformasi digital DJP yang selama ini sudah berjalan lewat DJP Online.

Maka dari itu, hanya wajib pajak yang memiliki EFIN dan telah terdaftar sebagai pengguna DJP Online yang dapat menggunakan layanan ini. Petunjuk penggunaan aplikasi bisa ditemukan pada bagian Petunjuk Pengisian di sisi kiri layar aplikasi. (alf)

 

DPR Usul Pajak Progresif untuk Lahan yang Dijaminkan di Bank

IKPI, Jakarta: Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Dede Yusuf Macan Effendi, mengusulkan kebijakan baru yang berpotensi mengguncang peta kepemilikan tanah di Indonesia. Melalui akun Instagram pribadinya, Senin (7/7/2025), Dede menyuarakan gagasan penerapan pajak progresif terhadap tanah atau lahan yang hanya dijadikan sebagai jaminan pinjaman (kolateral) di bank tanpa dimanfaatkan secara produktif.

“Saya ingin menyampaikan pemikiran agar pemerintah mulai menetapkan pajak progresif, atau paling tidak tarif lebih tinggi, untuk lahan-lahan yang hanya dijadikan jaminan di bank,” ujarnya.

Menurutnya, ada ketimpangan signifikan dalam kepemilikan lahan nasional. Dari sekitar 126 juta bidang tanah di Indonesia, sebanyak 58% dikuasai oleh hanya 1% penduduk yang mayoritas merupakan kelompok konglomerasi.

“Dan bisa jadi, sebagian besar dari 58% lahan itu hanyalah kolateral yang dijaminkan ke bank. Artinya tanah itu tidak dipakai, tidak dikelola, bahkan mungkin sengaja dibiarkan terbengkalai,” lanjutnya.

Dede menilai praktik ini tidak sehat bagi ekonomi nasional dan mendorong spekulasi lahan yang kian marak. Ia pun mendorong pemerintah, khususnya Kementerian ATR/BPN dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), untuk menjalin sinergi dalam mengidentifikasi tanah-tanah yang hanya digunakan sebagai agunan.

Ia mencontohkan, meski negara hanya memperoleh sekitar Rp3,2 triliun per tahun dari PNBP pertanahan, nilai kredit yang dijamin dengan lahan berskala besar seperti HGU (Hak Guna Usaha) dapat mencapai ratusan triliun rupiah.

“Bayangkan, tanah ratusan ribu hektare dijadikan jaminan kredit, tapi pajaknya minim. Ini ketimpangan yang harus disikapi,” tegasnya.

Namun Dede menegaskan, kebijakan ini tidak ditujukan kepada pelaku usaha kecil menengah (UKM) maupun masyarakat umum. Ia mengusulkan agar pajak progresif hanya berlaku bagi kepemilikan lahan di atas 10–20 hektare yang tidak produktif.

“UKM dan pemilik tanah kecil jangan sampai kena dampaknya. Fokus kita harus pada lahan besar yang nganggur tapi dipakai untuk mengakses modal,” tutupnya. (alf)

 

 

Partai Baru Elon Musk Tantang RUU Pajak Trump, Siap Guncang Politik AS

IKPI, Jakarta: Miliarder teknologi Elon Musk kembali mengguncang dunia politik Amerika Serikat. Setelah berminggu-minggu menyuarakan ketidaksetujuannya terhadap kebijakan pajak Presiden Donald Trump, Musk secara resmi mengumumkan pendirian partai politik baru bernama Partai Amerika, Sabtu (5/7/2025), sebagai bentuk perlawanan terhadap RUU pemotongan pajak yang baru saja disahkan.

Dalam pernyataannya di platform X, Musk menyebut RUU pajak tersebut sebagai “big and beautiful disaster” yang berpotensi merusak ekonomi nasional. Ia menuduh aturan tersebut hanya menguntungkan segelintir elite politik dan korporasi besar, sekaligus mengabaikan kepentingan rakyat Amerika pada umumnya.

“Hari ini, Partai Amerika dibentuk untuk mengembalikan kebebasan Anda,” tegas Musk. “Dengan perbandingan 2 banding 1, rakyat ingin partai baru dan itu akan terjadi!”

Pengumuman ini datang hanya sehari setelah Trump menandatangani RUU pemotongan pajak menjadi undang-undang. RUU tersebut menjadi titik balik hubungan antara Musk dan Trump, yang sebelumnya merupakan sekutu politik.

Musk bahkan telah menggelontorkan ratusan juta dolar untuk kampanye pemilihan ulang Trump pada 2024 dan menjabat sebagai kepala Department of Government Efficiency (Dodge) lembaga bentukan khusus untuk memangkas pengeluaran negara.

Namun hubungan keduanya kini berubah menjadi pertarungan terbuka. Musk secara terang-terangan menyatakan akan menggunakan kekayaannya untuk menggulingkan anggota parlemen yang mendukung RUU pajak Trump dalam pemilu paruh waktu 2026.

Presiden Trump belum merespons langsung pengumuman tersebut, namun awal pekan ini mengancam akan menghentikan miliaran dolar subsidi federal yang diterima berbagai perusahaan Musk, termasuk Tesla dan SpaceX.

Keretakan antara dua tokoh berpengaruh ini juga mengguncang pasar keuangan. Saham Tesla yang sempat melonjak ke rekor tertinggi pasca kemenangan Trump pada 2024, kini anjlok lebih dari 50% dan ditutup di angka US$315,35 per Jumat lalu.

Banyak pihak memandang langkah Musk sebagai upaya berani namun berisiko tinggi. Membentuk partai baru di sistem politik dua partai AS bukan perkara mudah. Sejak lebih dari 160 tahun, Partai Republik dan Demokrat mendominasi panggung politik, dan belum ada partai ketiga yang berhasil menembus dominasi tersebut secara signifikan.

Meski begitu, langkah Musk menuai respons besar dari publik. Jajak pendapat internal X menunjukkan mayoritas pengguna mendukung pembentukan partai baru. Namun analis politik memperingatkan bahwa perpecahan antara Musk dan Trump bisa merusak peluang Partai Republik dalam mempertahankan mayoritas di Kongres tahun depan.

Pertarungan antara orang terkaya di dunia dan presiden paling berkuasa saat ini tampaknya baru dimulai dan bisa menjadi babak baru dalam sejarah politik Amerika Serikat. (alf)

 

Ini Penjelasan Gubernur Jakarta Terkait Polemik Pajak Hiburan Olahraga

IKPI, Jakarta: Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung angkat bicara menanggapi polemik pajak hiburan yang dikenakan pada olahraga padel. Menurutnya, kebijakan tersebut bukan berasal dari inisiatif Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, melainkan mengacu pada ketentuan undang-undang yang berlaku.

“Jadi undang-undang kita sudah mengatur pajak hiburan dan pajak pertandingan. Bukan Pemprov yang menetapkan sendiri,” ujar Pramono di sela kunjungan kerjanya di Cakung, Jakarta Timur, Senin (7/7/2025).

Pramono menjelaskan, ada 21 cabang olahraga yang dikategorikan sebagai hiburan dan dikenai pajak. Daftarnya mencakup berbagai aktivitas olahraga darat dan air yang mengandung unsur rekreasi, seperti tenis, basket, voli, renang, hingga padel yang saat ini tengah naik daun.

“Semua yang menyangkut hiburan olahraga itu terkena pajak. Ada 21 jenis. Termasuk padel,” tegasnya.

Ia memahami bahwa sorotan publik mengarah pada olahraga padel karena pamornya yang sedang meroket di kalangan masyarakat kelas menengah ke atas. Namun ia menegaskan, kebijakan tersebut bukan ditujukan untuk membebani pihak tertentu.

“Ini jadi ramai karena padel. Mohon maaf, padel ini memang digemari kalangan middle ke atas,” ujarnya.

Pramono juga menjawab pertanyaan publik soal pengecualian golf dari pajak hiburan. Ia menekankan bahwa golf sudah lebih dulu dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 11%, sehingga tidak boleh dikenakan pajak berganda.

“Golf sudah kena PPN. Jadi tidak bisa lagi dikenakan pajak hiburan. PPN-nya 11 persen,” jelasnya.

Sementara itu, untuk cabang lain seperti basket, renang, hingga padel, dikenakan pajak hiburan sebesar 10% sesuai aturan perpajakan yang berlaku.

“Untuk padel, renang, basket dan sebagainya itu dikenai pajak hiburan 10%. Semua diatur dalam UU Nomor 28 Tahun 2009,” imbuhnya.

Pramono pun mengingatkan bahwa Pemprov DKI hanya menjalankan regulasi pusat dan tidak memiliki kewenangan untuk menghapus atau menyesuaikan ketentuan pajak hiburan olahraga secara sepihak.

“Kami hanya menjalankan aturan. Bukan membuatnya,” pungkasnya. (alf)

 

Penerimaan Pajak 2025 Terancam Tak Capai Target, Pemerintah Waspadai Tekanan Ekonomi dan Administratif

IKPI, Jakarta: Pemerintah mengakui penerimaan perpajakan tahun 2025 berpotensi tidak mencapai target yang telah ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dari target Rp2.490,9 triliun, penerimaan pajak diperkirakan hanya mampu terkumpul sebesar Rp2.387 triliun.

Informasi ini diungkap Menteri Keuangan , Sri Mulyani dalam rapat dengan DPR baru-baru ini menjelaskan Pelaksanaan APBN Semester I-2025. Hingga pertengahan tahun, penerimaan perpajakan baru mencapai Rp978,3 triliun atau sekitar 39,3% dari target. Pemerintah memperkirakan akan ada tambahan Rp1.409 triliun pada semester II, namun belum cukup untuk menutup selisih target.

Laporan tersebut juga menyoroti sejumlah tantangan yang memengaruhi performa penerimaan, mulai dari kondisi ekonomi domestik yang belum sepenuhnya pulih, harga komoditas unggulan yang berfluktuasi, hingga implementasi sistem perpajakan baru melalui core tax administration system (Cortex) yang belum optimal mendorong kinerja penerimaan.

Pajak penghasilan (PPh) menjadi salah satu komponen yang menunjukkan deviasi paling signifikan. Dari target Rp1.209,3 triliun, realisasinya diperkirakan hanya mencapai Rp1.041,6 triliun. Demikian pula dengan penerimaan dari PPN dan PPnBM yang diproyeksikan terkumpul Rp895,9 triliun, masih di bawah target Rp945,1 triliun.

Rendahnya penerimaan juga dipengaruhi oleh restitusi pajak yang melonjak serta batalnya kebijakan kenaikan tarif PPN menjadi 12% pada tahun ini. Selain itu, penerimaan dari sektor cukai ikut menyusut. Pemerintah hanya menargetkan realisasi Rp228,7 triliun, lebih rendah dari target awal Rp244,2 triliun.

Kondisi ini menjadi peringatan dini bagi pemerintah agar lebih cermat dalam mengelola kebijakan fiskal dan memperkuat strategi pengawasan serta kepatuhan pajak. Evaluasi dan penyesuaian kebijakan menjadi kunci untuk menjaga kesehatan fiskal di tengah situasi ekonomi yang dinamis. (alf)

 

DJP Perketat Pengawasan PKP, Fokuskan Pemeriksaan Lapangan

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) resmi memberlakukan ketentuan baru dalam rangka pengawasan terhadap Pengusaha Kena Pajak (PKP) melalui Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-7/PJ/2025. Aturan ini menjadi pedoman teknis bagi petugas pajak dalam menguji kepatuhan administrasi PKP, baik dari sisi kewajiban subjektif maupun objektif.

Berdasarkan Pasal 56 ayat (1) regulasi tersebut, DJP akan melakukan pengawasan dengan meneliti apakah PKP telah memenuhi syarat sebagai pengusaha kena pajak secara menyeluruh. Pemeriksaan ini mencakup tiga kategori PKP, yakni: yang baru dikukuhkan, yang berpindah lokasi administrasi perpajakannya, dan yang tidak menjalankan kewajiban perpajakan secara semestinya.

Untuk dua kategori pertama PKP baru dan PKP pindahan pengujian wajib dilakukan maksimal 30 hari setelah tanggal pengukuhan atau terbitnya surat pindah. Pemeriksaan dilakukan secara langsung melalui penelitian lapangan di alamat terdaftar, baik itu tempat tinggal, kantor pusat, maupun lokasi usaha.

Virtual Office Tak Luput dari Pemeriksaan

Menariknya, dalam era digitalisasi usaha saat ini, penggunaan kantor virtual pun turut disorot. Jika suatu badan usaha menggunakan virtual office sebagai alamat resmi PKP, petugas pajak akan tetap melakukan pemeriksaan fisik. Lokasi yang diperiksa dapat mencakup kantor virtual itu sendiri, tempat tinggal pengurus yang terdaftar, hingga lokasi usaha yang sebenarnya beroperasi.

Langkah ini dimaksudkan untuk memastikan dua hal: pertama, apakah kantor virtual tersebut sah secara administratif sebagai tempat kedudukan PKP; dan kedua, apakah kegiatan usaha benar-benar dilakukan sebagaimana tercantum dalam dokumen perpajakan.

Pemeriksaan di tempat tinggal pengurus bisa dilakukan jika seluruh kegiatan usaha hanya tercatat di kantor virtual. Sementara itu, jika diketahui ada kegiatan usaha riil di lokasi lain, maka lokasi tersebut juga akan ditinjau. Hal ini bertujuan untuk menghindari penyalahgunaan alamat fiktif dalam proses pengukuhan PKP, sekaligus menjamin keabsahan data yang diberikan kepada otoritas pajak. (alf)

 

 

Golf Tak Dikenai Pajak Hiburan, Ini Alasannya! 

IKPI, Jakarta: Wakil Koordinator Staf Khusus Gubernur Jakarta, Yustinus Prastowo, menegaskan bahwa olahraga golf tidak lagi termasuk dalam objek pajak hiburan, meskipun sebelumnya sempat dikenai bersamaan dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Hal ini ditegaskan sebagai bentuk penerapan prinsip keadilan dalam sistem perpajakan, terutama setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

“Prinsipnya tidak boleh ada pajak berganda atas objek yang sama. Jadi sekarang golf hanya dikenai PPN sebesar 11 persen,” ujar Yustinus di Jakarta, Jumat (4/7/2025).

Yustinus menjelaskan bahwa sebelumnya golf sempat menjadi objek pajak ganda, yakni pajak hiburan dan PPN. Namun, kondisi tersebut digugat oleh para pengelola lapangan golf, dan berujung pada terbitnya Putusan MK Nomor 52/PUU-IX/2012. MK menilai bahwa jasa penyediaan lapangan dan peralatan golf bukanlah bagian dari kategori hiburan yang dapat dikenai pajak hiburan.

Sebaliknya, olahraga padel dan sejumlah cabang olahraga lain kini justru dikenai pajak hiburan. Mengapa demikian? Yustinus menyebut hal itu sebagai bentuk penerapan keadilan perpajakan terhadap berbagai jenis olahraga komersial yang sejak lama telah dikenai pungutan serupa.

“Jadi pengenaan pajak hiburan atas padel bukan untuk memberatkan, tetapi untuk menciptakan kesetaraan. Banyak cabang olahraga permainan lainnya telah lebih dulu dikenakan pajak hiburan, seperti tenis meja, squash, panahan, biliar, hingga kolam renang,” jelasnya.

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta mengatur hal ini melalui Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024 yang menyatakan bahwa penyewaan sarana dan prasarana olahraga merupakan kegiatan komersial yang dapat dikenai pajak. Kemudian, Keputusan Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Nomor 257 Tahun 2025 menetapkan jenis-jenis olahraga yang masuk dalam objek Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) bidang hiburan, termasuk padel.

Menurut Ketua Pelaksana Penyuluhan Bapenda DKI Jakarta, Andri Mauludi Rijal, pajak hiburan sebesar 10 persen dikenakan atas transaksi sewa lapangan, tiket masuk, hingga pemesanan melalui aplikasi digital.

“Pajak berlaku atas penyediaan jasa hiburan kepada konsumen, termasuk penyewaan fasilitas olahraga yang bersifat komersial,” ujar Andri.

Yustinus pun menekankan pentingnya transparansi dan keadilan dalam pungutan pajak, serta memastikan bahwa penerimaan daerah benar-benar digunakan untuk kepentingan masyarakat luas.

“Masyarakat tak perlu cemas. Pajak ini untuk mendukung pembangunan dan pelayanan publik. Mari tetap berolahraga agar sehat, dan bersama-sama kita gotong royong melalui pajak demi kebaikan bersama,” pungkasnya. (alf)

 

Pemprov Jakarta Gratiskan PBB Tahun 2025, Ini Syarat dan Rinciannya!

IKPI, Jakarta: Kabar gembira bagi warga Jakarta! Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI resmi menggelontorkan insentif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) untuk tahun pajak 2025. Lewat kebijakan ini, sejumlah kategori wajib pajak berhak atas pembebasan atau pengurangan pajak, bahkan hingga bebas denda.

Kebijakan tersebut tertuang dalam Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 281 Tahun 2025, yang mulai berlaku sejak 8 April 2025. Informasi ini disampaikan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta melalui akun Instagram resminya, @humaspajakjakarta, Minggu (6/7/2025).

“Insentif ini memberikan pembebasan PBB-P2 sebesar 100 persen bagi wajib pajak untuk tahun pajak 2025,” demikian pernyataan resmi Bapenda.

Ragam Insentif PBB-P2 2025

Berikut ini rincian insentif yang diberikan oleh Pemprov DKI Jakarta:

1. Pembebasan Pokok PBB Tahun Pajak 2025

Wajib pajak yang memiliki rumah tapak dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) hingga Rp 2 miliar, atau rumah susun dengan NJOP sampai Rp 650 juta, akan mendapatkan pembebasan penuh (100%) PBB tahun 2025.

Namun, jika memiliki lebih dari satu properti, hanya objek dengan NJOP tertinggi yang dibebaskan. Pembebasan ini hanya berlaku bagi wajib pajak orang pribadi dengan NIK yang sudah tervalidasi di sistem Pajak Online Jakarta.

2. Pengurangan Pokok PBB

Bagi wajib pajak yang tidak memenuhi kriteria pembebasan, Pemprov tetap memberi keringanan berupa pengurangan otomatis sebesar 50% dari nilai PBB terutang.

Selain itu, sistem juga otomatis mengurangi tagihan agar kenaikan PBB tahun ini tidak melebihi 50% dari yang dibayarkan pada 2024.

3. Keringanan Pokok Pajak Tahun-Tahun Sebelumnya

Insentif juga menyasar pembayaran PBB tahun-tahun sebelumnya, mulai 2010 hingga 2025. Jika dibayarkan sesuai periode yang ditentukan, wajib pajak bisa mendapatkan potongan antara 5% hingga 25%.

4. Bebas Denda Administratif

Tak hanya pokok pajak, sanksi administratif juga dihapus. Wajib pajak yang mengangsur hingga 31 Desember 2025 dibebaskan dari bunga angsuran. Sementara mereka yang melunasi tunggakan PBB-P2 untuk tahun 2013–2024 selama periode 8 April hingga 31 Desember 2025 akan terbebas dari bunga keterlambatan.

Warga Diimbau Manfaatkan Insentif

Pemprov DKI mengajak seluruh masyarakat memanfaatkan kebijakan ini demi meringankan beban finansial sekaligus mendorong kepatuhan pajak. Insentif ini juga menjadi bagian dari upaya meningkatkan efektivitas penerimaan daerah tanpa membebani masyarakat kecil.

Untuk pengecekan status pajak dan pengajuan insentif, warga bisa mengakses situs resmi Pajak Online Jakarta atau menghubungi layanan informasi Bapenda DKI Jakarta. (alf)

 

Menteri Maruarar Usul Insentif PPN Ditanggung Pemerintah Diperpanjang Hingga Akhir 2025

IKPI, Jakarta: Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Maruarar Sirait mengusulkan agar kebijakan insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) untuk sektor perumahan diperpanjang hingga akhir tahun 2025. Usulan tersebut telah ia sampaikan secara resmi kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

Maruarar mengungkapkan bahwa permintaan perpanjangan insentif PPN DTP disampaikan langsung kepada Menkeu dalam pertemuan di sela acara Danantara dua hari lalu. “Saya sudah kirim surat dan berdiskusi langsung dengan Ibu Menteri Keuangan. Mudah-mudahan usulan kami dapat dipertimbangkan,” ujarnya dalam pernyataan resmi, Sabtu (5/7/2025).

Dorongan ini, kata Maruarar, muncul setelah mendengar aspirasi dari sejumlah asosiasi pengembang perumahan yang menilai insentif tersebut berdampak signifikan terhadap daya beli masyarakat dan keberlangsungan industri properti nasional. Menurutnya, insentif PPN DTP telah terbukti menjadi instrumen efektif untuk menjaga pertumbuhan sektor perumahan, sekaligus memudahkan masyarakat dalam mengakses hunian layak.

“Kalau kebijakan ini diperpanjang, tentu akan sangat membantu masyarakat yang sedang berjuang memiliki rumah, sekaligus memberikan dorongan bagi geliat sektor properti dan ekonomi secara umum,” tambahnya.

Sebagaimana diketahui, kebijakan PPN DTP tahun 2025 saat ini berlaku dalam dua periode. Pada 1 Januari hingga 30 Juni 2025, pemerintah menanggung 100% PPN untuk bagian harga jual rumah hingga Rp2 miliar, dengan batas harga jual maksimal Rp5 miliar. Sementara itu, untuk periode 1 Juli hingga 31 Desember 2025, insentif dikurangi menjadi 50% untuk kriteria yang sama.

Dengan sisa waktu kurang dari enam bulan, Menteri Maruarar berharap pemerintah segera memutuskan perpanjangan kebijakan tersebut agar pelaku industri dan masyarakat dapat merencanakan pembelian rumah dengan lebih baik.

“Ini bukan hanya soal insentif, tapi soal bagaimana negara hadir memfasilitasi kebutuhan dasar rakyatnya: rumah,” tegasnya. (alf)

 

 

Sri Mulyani Andalkan Pinjaman dan SAL Tutup Defisit APBN 2026

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan strategi pemerintah untuk menutup defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2026 dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR, Kamis (3/7/2025).

Sri Mulyani menyampaikan bahwa pemerintah akan mengandalkan kombinasi pembiayaan dari pinjaman luar negeri serta pemanfaatan Saldo Anggaran Lebih (SAL) untuk menjaga stabilitas fiskal di tengah dinamika ekonomi global.

“Pendanaan defisit selalu kita jaga dengan kombinasi pembiayaan melalui surat utang, pinjaman multilateral-bilateral, dan jika diperlukan, penggunaan SAL,” kata Sri Mulyani.

Adapun proyeksi defisit dalam RAPBN 2026 ditargetkan berada pada kisaran 2,48% hingga 2,53% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Menurutnya, realisasi strategi tersebut tetap akan disesuaikan dengan perkembangan pasar obligasi, baik domestik maupun internasional. Oleh karena itu, Kementerian Keuangan akan terus berkoordinasi dengan Bank Indonesia, khususnya terkait pengelolaan imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN).

Saldo SAL Jadi Andalan

Sri Mulyani juga menyinggung peran strategis SAL sebagai instrumen pembiayaan nonutang. Ia menyebutkan, sisa SAL tahun anggaran 2024 mencapai Rp457,5 triliun, hanya berkurang tipis dari saldo awal sebesar Rp459,5 triliun.

Dalam sidang paripurna DPR RI yang digelar sebelumnya (1/7/2025), Menkeu meminta persetujuan DPR untuk menggunakan dana SAL sebesar Rp85,6 triliun pada semester II 2025. Penggunaan ini diarahkan untuk mengurangi kebutuhan penerbitan utang baru sekaligus memenuhi belanja prioritas pemerintah.

“Kami manfaatkan SAL bukan hanya untuk menjaga arus kas, tetapi juga sebagai bagian dari kebijakan fiskal yang lebih bijak, agar tidak terlalu bergantung pada utang,” tutur Sri Mulyani.

Kebijakan ini dinilai penting di tengah tekanan ekonomi global dan kebutuhan pembiayaan nasional yang terus meningkat. Dengan pendekatan pembiayaan yang fleksibel namun terukur, pemerintah berharap dapat menjaga keberlanjutan fiskal tanpa membebani generasi mendatang. (alf)

 

 

id_ID