Diskon Tarif Tol 20% Kembali Berlaku di 28 Ruas Tol Jawa dan Sumatera

IKPI, Jakarta: Pemerintah kembali memberikan potongan tarif tol sebesar 20% untuk mendorong pergerakan masyarakat dan pemulihan ekonomi. Mengutip jadwal yang diunggah Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) di akun Instagram @pupr_bpjt, per Jumat (11/7/2025) diskon ini berlaku di 28 ruas jalan tol yang tersebar di Pulau Jawa dan Sumatera, mulai Jumat (11/7/2025) hingga Sabtu (13/7/2025) pukul 24.00 WIB. Dua ruas tol bahkan mendapat masa diskon lebih panjang hingga 14 Juli 2025.

Program ini merupakan bagian dari stimulus ekonomi kuartal II dan menjadi kali ketiga insentif tarif tol diberlakukan sepanjang tahun ini.

Namun perlu dicatat, potongan tarif hanya berlaku untuk perjalanan jarak jauh dari ujung ke ujung setiap ruas tol, tanpa keluar di gerbang tol antara.

Diskon Diberlakukan di Ruas Tol Berikut:

Pulau Jawa

Tol Cawang–Tanjung Priok–Ancol Timur–Jembatan Tiga/Pluit

Tol Bekasi–Cawang–Kampung Melayu

Tol Cimanggis–Cibitung (khusus 13 Juli pukul 06.00 hingga 14 Juli pukul 06.00 WIB)

Tol Depok–Antasari

Tol Dalam Kota segmen Kelapa Gading–Pulogebang

Tol Jakarta–Cikampek & Tol Layang MBZ

Tol Cikampek–Palimanan

Tol Palimanan–Kanci

Tol Pemalang–Batang

Tol Batang–Semarang

Tol Semarang ABC

Tol Pasuruan–Probolinggo

Tol Soreang–Pasirkoja

Tol Cileunyi–Sumedang–Dawuan

Tol Krian–Legundi–Bunder

Tol Simpang Susun–Bandara Juanda

Tol Surabaya–Gempol

Tol Gempol–Pandaan

Tol Pandaan–Malang

Pulau Sumatera

Tol Terbanggi Besar–Pematang Panggang–Kayu Agung (hingga 14 Juli pukul 07.00 WIB)

Tol Kayuagung–Palembang

Tol Indralaya–Prabumulih

Tol Pekanbaru–Dumai

Tol Belawan–Medan–Tanjung Morawa

Tol Medan–Kualanamu–Tebing Tinggi

Tol Indrapura–Kisaran

Tol Kuala Tanjung–Tebing Tinggi–Parapat

Tol Sigli–Banda Aceh

Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) menegaskan, pengguna jalan tol hanya akan mendapatkan diskon apabila melakukan perjalanan nonstop dari gerbang awal ke gerbang akhir pada masing-masing ruas tersebut.

Program diskon ini diharapkan dapat meningkatkan mobilitas masyarakat menjelang akhir pekan serta memberi stimulus ekonomi, khususnya di sektor transportasi dan pariwisata. (alf)

 

 

Downtime: DJP Umumkan Layanan Pajak Baru Bisa Digunakan 13 Juli 2025

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengumumkan bahwa seluruh layanan pajak berbasis sistem Coretax akan kembali dapat digunakan mulai Minggu, 13 Juli 2025 pukul 09.00 WIB. Pengumuman ini menyusul pelaksanaan pemeliharaan sistem yang menyebabkan layanan pajak sempat tidak dapat diakses selama 24 jam.

Pemeliharaan dimulai pada Sabtu, 12 Juli pukul 09.00 WIB. Selama proses tersebut, akses ke sistem Coretax yang menjadi tulang punggung administrasi perpajakan nasional sepenuhnya dinonaktifkan, termasuk situs coretaxdjp.pajak.go.id dan seluruh layanannya.

“Waktu henti (downtime) akan berdampak pada tidak dapat diaksesnya Coretax DJP dan semua layanan dinonaktifkan sementara,” tulis DJP dalam pengumuman resminya yang disampaikan pada Jumat (11/7/2025).

DJP menyatakan, proses pemeliharaan ini penting dalam rangka peningkatan kapasitas sistem agar mampu memberikan layanan yang lebih stabil dan optimal kepada wajib pajak. “Kami mohon maaf atas ketidaknyamanan yang mungkin dirasakan. Ini bagian dari komitmen kami untuk terus meningkatkan kualitas pelayanan,” lanjut keterangan tersebut.

Coretax sendiri mulai resmi diterapkan sejak 1 Januari 2025 sebagai sistem informasi perpajakan yang terintegrasi secara nasional. Sistem ini dirancang untuk menggantikan berbagai aplikasi terpisah, memudahkan pelaporan, pembayaran, dan pengawasan pajak dalam satu platform digital yang terpadu.

Meski di awal penerapannya sempat dikeluhkan oleh sebagian pegawai pajak dan wajib pajak karena kendala teknis, DJP terus melakukan penyesuaian dan pembaruan sistem. Pemeliharaan seperti saat ini disebut sebagai langkah rutin yang akan dilakukan secara berkala.

DJP mengimbau wajib pajak untuk memanfaatkan layanan kembali setelah waktu downtime berakhir, serta tetap mengikuti informasi terbaru hanya melalui kanal resmi DJP, situs pajak.go.id dan akun media sosial Direktorat Jenderal Pajak. (alf)

 

 

Pemutihan Pajak Daerah Picu Penurunan Pendapatan 8,06% pada Semester I-2025

IKPI, Jakarta: Program pemutihan pajak yang marak dijalankan sejumlah pemerintah daerah selama paruh pertama 2025 dinilai memberi tekanan serius pada pendapatan pajak daerah secara nasional. Data Kementerian Keuangan mencatat, realisasi penerimaan pajak daerah hanya mencapai Rp107,7 triliun, turun 8,06% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp117,16 triliun.

Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) Kemenkeu, Lydia Kurniawati Chrityana, menjelaskan bahwa meskipun istilah “pemutihan” tidak secara eksplisit disebut dalam Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (UU HKPD), praktik pemberian keringanan, penghapusan bunga, dan denda pajak tetap diakomodasi dalam ketentuan perundang-undangan.

“Pemutihan walaupun tidak disebut secara eksplisit di undang-undang, namun pemberian insentif seperti keringanan, penghapusan bunga, dan denda itu adalah bentuk legal dari diskresi daerah. Namun, kebijakan ini juga memberi dampak nyata terhadap turunnya penerimaan pajak,” ujarnya dalam diskusi publik daring yang digelar UPN Jakarta, Kamis (10/7/2025).

Setelah revisi UU HKPD mulai diberlakukan pada awal 2024, pemerintah daerah kini memiliki kewenangan lebih besar, termasuk memungut opsen dari Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), serta menerapkan pajak baru seperti Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT). Tak hanya itu, tarif maksimal Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) juga naik dari 0,3% menjadi 0,5%.

Kondisi ini menjadikan kebijakan pemutihan sebagai hak otonom daerah. Namun, Lydia mengingatkan pentingnya evaluasi terhadap efektivitas kebijakan tersebut, terutama dalam menjaga kesinambungan fiskal daerah.

“Beberapa daerah memberikan pemutihan tanpa basis evaluasi yang kuat. Padahal, tanpa kajian yang matang, potensi hilangnya penerimaan daerah bisa lebih besar dibanding manfaat jangka pendeknya,” tegasnya.

Lebih jauh, ia menambahkan bahwa tekanan terhadap penerimaan pajak tidak semata-mata berasal dari pemutihan. Faktor eksternal seperti perlambatan ekonomi global, fluktuasi harga komoditas, hingga perubahan perilaku konsumsi masyarakat turut berperan dalam tren penurunan ini.

Meski demikian, Lydia menilai bahwa otonomi fiskal yang diberikan melalui UU HKPD tetap memberikan peluang besar bagi daerah untuk menggali potensi pajak secara optimal dengan catatan pengelolaannya dilakukan secara akuntabel dan berbasis data yang kuat. (alf)

 

Prabowo Tunjuk Anak Usaha BUMN Jadi Pemungut Pajak Digital Luar Negeri

IKPI, Jakarta: Pemerintah resmi menunjuk PT Jalin Pembayaran Nusantara sebagai pelaksana Sistem Pemungutan Pajak atas Transaksi Digital Luar Negeri (SPP-TDLN). Penunjukan tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 68 Tahun 2025 yang ditandatangani langsung oleh Presiden Prabowo Subianto pada 5 Juni lalu.

Melalui regulasi tersebut, pemerintah menugaskan BUMN di bidang teknologi layanan keuangan untuk mengambil peran strategis dalam mengamankan potensi penerimaan pajak dari aktivitas ekonomi digital lintas batas.

“PT Jalin Pembayaran Nusantara ditetapkan sebagai penyelenggara SPP-TDLN,” bunyi Pasal 3 Ayat (2) dari Perpres tersebut.

Langkah ini menjadi tonggak penting dalam reformasi perpajakan nasional, khususnya di tengah pesatnya pertumbuhan transaksi digital global yang selama ini sulit dijangkau oleh sistem perpajakan konvensional.

Anak Usaha BUMN Naik Kelas

PT Jalin, yang awalnya dibentuk oleh Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) dan PT Telkom Indonesia pada 2016, kini berada di bawah naungan Holding Danareksa. Seiring penugasan ini, Jalin bukan sekadar pengelola infrastruktur pembayaran, tetapi juga berperan dalam menjaga kedaulatan fiskal Indonesia di ranah digital.

Dalam pelaksanaannya, Jalin diberikan wewenang untuk menunjuk mitra kerja, dengan ketentuan bahwa mitra tersebut harus berbadan hukum Indonesia atau asing, serta memiliki infrastruktur teknologi yang mampu menangani data dan sistem perpajakan lintas negara.

Setidaknya terdapat empat alasan utama di balik lahirnya kebijakan ini. Pertama, untuk menjawab tantangan kompleksitas pemajakan atas transaksi digital lintas negara. Kedua, menciptakan level playing field yang adil antara pelaku usaha lokal dan asing. Ketiga, mendorong kepatuhan pajak pelaku ekonomi digital luar negeri. Dan keempat, mengoptimalkan penerimaan negara dari sektor yang selama ini cenderung lolos dari pengawasan.

Namun, sistem ini belum serta-merta berjalan. Dalam Pasal 8 disebutkan bahwa implementasi penuh baru bisa dilakukan setelah Jalin menetapkan mitra dan tim koordinasi menyelesaikan evaluasi awal.

Penunjukan Jalin menandai keseriusan pemerintah dalam mengimbangi perkembangan ekonomi digital global dengan kerangka hukum dan sistem pengawasan yang adaptif. Dengan potensi transaksi digital lintas negara yang terus membesar, sistem ini diharapkan dapat menutup celah kebocoran pajak yang selama ini terjadi.

Ke depan, publik menanti bagaimana Jalin dan mitranya akan mengimplementasikan sistem ini secara konkret, termasuk transparansi data, mekanisme pemungutan, serta integrasi dengan otoritas pajak dan pelaku platform digital internasional. (alf)

 

DJP Kalselteng Blokir 98 Rekening Penunggak Pajak, Tunggakan Capai Rp48,7 Miliar

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terus memperkuat langkah penegakan hukum dalam upaya meningkatkan kepatuhan pajak. Terbaru, sebanyak 98 rekening milik penunggak pajak resmi diblokir secara serentak oleh sepuluh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang berada di bawah naungan Kantor Wilayah DJP Kalimantan Selatan dan Tengah (Kanwil DJP Kalselteng). Nilai total tunggakan dari rekening-rekening tersebut mencapai angka fantastis, yakni Rp48,7 miliar.

Langkah tegas ini terbagi dalam dua wilayah, di Kalimantan Selatan, terdapat 57 permintaan pemblokiran yang diajukan oleh enam KPP dengan total tunggakan sebesar Rp6,7 miliar. Sementara di Kalimantan Tengah, empat KPP mengajukan 41 permintaan blokir dengan nilai tunggakan jauh lebih besar, mencapai Rp41,9 miliar.

Kepala Kanwil DJP Kalselteng, Syamsinar, menegaskan bahwa pemblokiran dilakukan untuk menjaga agar aset para penunggak tidak berpindah tangan sebelum utang pajak dilunasi. “Tindakan ini bukan langkah pertama. Kami sudah lebih dulu memberikan peringatan dan kesempatan kepada para wajib pajak untuk menyelesaikan kewajibannya. Namun karena tidak ada itikad baik, maka kami harus melanjutkan proses penagihan aktif,” ujar Syamsinar dalam keterangan tertulis, diterima, Sabtu (12/7/2025).

Proses pemblokiran ini dilakukan secara terkoordinasi bersama Lembaga Jasa Keuangan, khususnya di sektor perbankan. DJP mengajukan permintaan pemblokiran dengan melampirkan dokumen hukum pendukung, seperti surat paksa dan surat perintah penyitaan, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 61 Tahun 2023 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Pajak.

Syamsinar juga menambahkan bahwa pemblokiran rekening bukan akhir dari proses penagihan. Wajib pajak masih diberikan kesempatan untuk melunasi utangnya. “Jika tunggakan dibayar, maka blokir akan dicabut dan proses penyitaan tidak perlu dilanjutkan,” jelasnya. (alf)

 

Brasil Ancam Balasan Setimpal atas Tarif 50% dari AS

IKPI, Jakarta: Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali memantik ketegangan perdagangan global. Kali ini, Brasil menjadi sasaran kebijakan proteksionis terbarunya.

Dalam surat resmi kepada Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva, Trump mengumumkan tarif sebesar 50% terhadap sejumlah barang impor dari Negeri Samba, efektif mulai 1 Agustus 2025.

Namun langkah itu tak semata soal ekonomi. Trump juga menyinggung proses hukum terhadap mantan Presiden Brasil Jair Bolsonaro yang saat ini sedang diadili atas dugaan percobaan kudeta usai kekalahannya di pemilu 2022.

Dalam suratnya, Trump menyebut persidangan tersebut sebagai “aib internasional”, sekaligus menunjukkan dukungan terbuka terhadap sekutunya itu.

Lula tak tinggal diam. Presiden sayap kiri Brasil itu menegaskan bahwa kebijakan sepihak seperti ini akan ditanggapi tegas. “Setiap kenaikan tarif sepihak akan ditanggapi berdasarkan Hukum Timbal Balik Ekonomi Brasil,” tegasnya dalam pernyataan resmi.

Pemerintah Brasil juga telah memanggil pejabat diplomatik AS sebagai bentuk protes.

Tarif 50% ini, menurut Trump, diberlakukan atas nama “keamanan nasional” alasan yang juga digunakan untuk mengenakan pungutan serupa terhadap impor tembaga dari sejumlah negara lain. Trump menyebut tembaga sebagai logam strategis kedua paling penting bagi Departemen Pertahanan AS.

Kebijakan ini merupakan bagian dari rangkaian langkah Trump yang lebih luas. Sejak awal pekan ini, ia telah mengeluarkan lebih dari 20 surat peringatan kepada berbagai negara, mengancam tarif tinggi jika tak ada kesepakatan soal perdagangan “timbal balik”.

Meski sebelumnya Brasil tak masuk daftar negara yang terancam, hubungan dagang yang selama ini cenderung surplus bagi AS tampaknya tak cukup melindungi Brasil dari badai tarif.

Ketegangan ini berpotensi memperburuk hubungan bilateral kedua negara, yang sebelumnya relatif stabil. Kini, dunia menanti langkah lanjutan dari Brasil dan bagaimana eskalasi ini akan mengguncang pasar global. (alf)

 

RI Tak Perlu Negosiasi Tarif 32%, Guru Besar UI Yakini Kebijakan Trump Juga Bebani Rakyat AS

IKPI, Jakarta: Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Prof. Hikmahanto Juwana, menilai Indonesia tidak perlu tergesa-gesa melakukan negosiasi dengan Amerika Serikat (AS) terkait pengenaan tarif impor sebesar 32% oleh pemerintahan Presiden Donald Trump. Ia meyakini, kebijakan tersebut justru akan menjadi beban bagi masyarakat AS sendiri.

“Atas dasar hal tersebut, sebaiknya Indonesia tidak perlu untuk melakukan negosiasi dengan pihak AS, mengingat syarat yang ditentukan oleh Trump sangat mustahil untuk dipenuhi,” ujar Prof. Hikmahanto, Jumat (11/7/2025).

Menurutnya, dalam surat resmi yang dikirim Trump kepada Presiden RI Prabowo Subianto, disebutkan bahwa perusahaan Indonesia bisa terbebas dari tarif apabila bersedia melakukan investasi di dalam negeri AS. Namun, ia menilai opsi tersebut tidak realistis.

“Sejatinya bila Indonesia hendak mendapatkan tarif 0% bukan didapat melalui negosiasi, tapi dengan melakukan investasi di Amerika Serikat. Tapi mahalnya biaya produksi di sana membuat syarat ini hampir tak mungkin dilakukan,” jelasnya.

Ia pun menyarankan agar pemerintah tidak gegabah dan menunggu kejelasan implementasi tarif hingga 1 Agustus 2025, sebagaimana tenggat yang disebutkan dalam kebijakan tersebut.

Lebih lanjut, Prof. Hikmahanto menilai kebijakan Trump ini tak hanya menyasar Indonesia, melainkan merupakan langkah proteksionis yang bisa memicu dampak global. Ironisnya, kebijakan itu justru bisa berbalik merugikan masyarakat AS sendiri.

“Tarif yang makin tinggi hanya akan membebani konsumen di Negeri Paman Sam. Bila rakyat AS merasa dirugikan, mereka berpotensi melakukan tindakan ketatanegaraan terhadap Trump,” tegasnya.

Ia menekankan bahwa isu ini bukanlah persoalan bilateral semata. “Permasalahan kebijakan tarif Trump bukanlah masalah antara AS dengan Indonesia, tetapi masalah AS dengan dunia,” ujarnya. (alf)

 

 

Wajib Pajak Segera Aktivasi Akun Coretax, Ini Panduannya!

Mulai tahun pajak 2025, pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan akan dilakukan secara penuh melalui sistem Coretax DJP, platform administrasi pajak digital terbaru milik Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Oleh karena itu, aktivasi akun Coretax DJP menjadi langkah wajib yang harus dilakukan oleh setiap wajib pajak sebelum melaporkan SPT.

Bagi wajib pajak yang telah memiliki akun DJP Online dan nomor NPWP 16 digit, proses aktivasi akun dapat dilakukan dengan mudah melalui laman coretaxdjp.pajak.go.id.

Langkah-langkah Aktivasi Akun Coretax DJP:

• Akses Laman Coretax DJP

Kunjungi situs resmi Coretax DJP, lalu gulir ke bagian paling bawah halaman dan klik tautan “Aktivasi Akun Wajib Pajak”.

• Isi Formulir Permintaan Akses Digital

Anda akan diarahkan ke halaman untuk mengisi data dan informasi pada kolom “Permintaan Akses Digital”. Centang pernyataan “Apakah wajib pajak sudah terdaftar?”.

• Masukkan NPWP

Ketikkan NPWP 16 digit Anda, lalu klik “Cari”.

• Isi Email dan Nomor Ponsel

Pastikan alamat email dan nomor ponsel yang dimasukkan adalah yang sama dengan data yang terdaftar di sistem DJP Online. Jika terdapat perubahan, hubungi Kring Pajak di 1500200 atau datangi kantor pajak terdekat untuk pembaruan data.

• Verifikasi Identitas

Lengkapi proses verifikasi identitas. Setelah itu, centang kotak pernyataan dan klik “Simpan”.

• Cek Email Resmi dari DJP

Anda akan menerima email dari alamat domain @pajak.go.id berisi surat penerbitan akun wajib pajak beserta kata sandi sementara.

• Login Pertama di Coretax DJP

Kembali ke laman Coretax DJP, lalu masukkan username, kata sandi sementara, dan kode captcha. Klik “Login”.

• Ganti Kata Sandi dan Buat Passphrase

Saat login pertama, Anda diwajibkan mengganti kata sandi dan membuat passphrase sebagai langkah keamanan tambahan. Simpan perubahan dan login ulang menggunakan kredensial baru.

Sertifikat Digital

Setelah aktivasi selesai, jangan lupa untuk membuat kode otorisasi atau sertifikat digital di dalam sistem Coretax DJP. Sertifikat ini akan berfungsi sebagai tanda tangan elektronik, yang diperlukan untuk pengesahan dan pengiriman SPT Tahunan melalui sistem.

Langkah-langkah pembuatan sertifikat digital juga tersedia dalam menu akun Coretax DJP dan hanya dapat dilakukan setelah akun berhasil diaktivasi.

DJP mengimbau seluruh wajib pajak untuk tidak menunda proses aktivasi ini agar pelaporan SPT 2025 dapat berjalan lancar dan tepat waktu. (alf)

 

Empat Jenis Baru SPT Masa PPN Berlaku Tahun 2025

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) resmi menetapkan klasifikasi baru untuk Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) seiring implementasi sistem administrasi perpajakan terbaru, Coretax. Pembaruan ini dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2024 serta diperjelas melalui Peraturan Direktur Jenderal Pajak PER-1/PJ/2025 dan PER-12/PJ/2025.

Mengacu pada Pasal 162 ayat (1) huruf a angka 2 PMK 81/2024, terdapat empat jenis SPT Masa PPN yang mulai berlaku untuk masa pajak Januari 2025. Keempat jenis tersebut meliputi:

1. SPT Masa PPN bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP)

Digunakan oleh PKP untuk melaporkan penghitungan PPN dan PPnBM yang terutang, pengkreditan pajak masukan, serta pelunasan pajak baik yang dilakukan sendiri maupun oleh pihak ketiga. SPT ini juga mencakup PKP yang ditunjuk sebagai pemungut PPN atau pihak lain dalam negeri yang memiliki kewajiban serupa.

2. SPT Masa PPN bagi PKP yang Menggunakan Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan

Diperuntukkan bagi PKP dengan omzet tertentu yang menghitung pajak masukan berdasarkan pedoman khusus, termasuk masa sebelum dikukuhkan sebagai PKP.

3. SPT Masa PPN bagi Pemungut PPN dan Pihak Lain Non-PKP

Ditujukan bagi instansi atau badan yang ditunjuk sebagai pemungut PPN meski tidak berstatus PKP, termasuk pihak lain yang berkedudukan di Indonesia.

4. SPT Masa PPN bagi Pemungut PPN PMSE (Perdagangan Melalui Sistem Elektronik)

SPT ini digunakan oleh pelaku usaha PMSE luar negeri yang ditunjuk sebagai pemungut PPN di Indonesia. Formulirnya dapat disampaikan dalam bahasa Indonesia dan/atau bahasa Inggris, sebagaimana diatur dalam PER-12/PJ/2025.

Klasifikasi baru ini menggantikan jenis-jenis SPT sebelumnya seperti formulir 1111, 1117 DM, 1107 PUT, dan SPT Unifikasi untuk instansi pemerintah. Perubahan ini menandai transformasi sistem pelaporan perpajakan ke arah yang lebih digital dan terintegrasi lewat Coretax DJP.

Langkah ini juga menjadi bagian dari strategi reformasi administrasi pajak yang lebih adaptif terhadap perkembangan digital dan model bisnis baru, seperti e-commerce lintas negara.

Selain reformasi SPT Masa PPN, DJP juga tengah mencermati sejumlah isu strategis lain seperti dampak program pemutihan terhadap penerimaan pajak daerah, efektivitas insentif fiskal di Ibu Kota Nusantara (IKN), penanganan lebih bayar PPh Pasal 25, serta pengelolaan dana abadi pemerintah daerah. Semua ini menjadi bagian dari upaya memperkuat sistem fiskal nasional dalam jangka panjang. (alf)

 

 

Penerimaan Pajak Daerah Tertekan, UU HKPD Tantang Kesiapan Daerah

IKPI, Jakarta: Implementasi Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD) yang mulai berlaku awal 2024 justru diwarnai penurunan penerimaan pajak daerah. Alih-alih memperkuat otonomi fiskal, realisasi pendapatan daerah tercatat mengalami kontraksi sebesar 8,06% secara tahunan (year-on-year) pada semester I-2025.

Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Kementerian Keuangan, Lydia Kurniawati Chrityana, menilai salah satu penyebab utama penurunan ini adalah ketidaksiapan pemerintah daerah dalam menjalankan transformasi sistem yang dibawa oleh UU HKPD.

“Ada perubahan-perubahan mendasar dalam UU HKPD yang mempengaruhi. Namun apakah kesiapan para fiskus di daerah itu sudah seragam dari Sabang sampai Merauke? Itu tantangan besar,” ungkap Lydia dalam diskusi publik yang diselenggarakan UPN Jakarta secara daring, Kamis (10/7/2025).

UU HKPD membawa sejumlah reformasi penting. Daerah kini menerima langsung opsen atas Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), diperkenalkannya Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT), hingga kenaikan tarif Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) maksimal menjadi 0,5%.

Namun, perubahan struktur ini belum dibarengi kesiapan teknis dan sumber daya di lapangan. Perbedaan kapasitas antar daerah menciptakan kesenjangan kinerja fiskal. Sementara beberapa daerah mampu menyesuaikan dan mencatatkan pertumbuhan, mayoritas lainnya tertinggal, terutama karena lemahnya kualitas sistem informasi dan keterbatasan sumber daya manusia.

“Banyak daerah belum memperbarui datanya. Sistem kita sekarang mengandalkan integrasi antara SIKD Kemenkeu dan SIPD Kemendagri, tapi masih terjadi keterlambatan. Ini memengaruhi akurasi pelaporan nasional,” jelas Lydia.

Selain faktor struktural dan teknis, tren pemutihan pajak daerah juga ikut menekan penerimaan. Meski tak diatur secara eksplisit dalam UU, kebijakan insentif berupa penghapusan denda dan bunga pajak tetap diberlakukan di sejumlah daerah, yang pada akhirnya menggerus potensi pendapatan.

“Bahasa hukumnya memang bukan pemutihan, tapi pemberian insentif ini juga berdampak langsung pada turunnya pendapatan,” tambah Lydia.

Ia menegaskan, pertumbuhan ekonomi tidak serta merta menjamin peningkatan pajak daerah. Oleh karena itu, Lydia mendorong pemda agar tidak hanya mengandalkan regulasi baru, tetapi juga aktif melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi pajak.

“Diperlukan strategi fiskal yang terencana, dukungan SDM yang kompeten, serta sinergi antar lembaga baik pemerintah pusat, pemda, DPRD maupun fiskus daerahuntuk memperkuat kemandirian fiskal,” pungkasnya. (alf)

 

 

id_ID