Kanwil DJP Jakarta Barat Catat Kinerja Positif dalam Penerimaan Pajak

IKPI, Jakarta: Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Jakarta Barat mencatatkan kinerja positif dalam penerimaan pajak hingga akhir Februari 2025. Realisasi penerimaan pajak mencapai Rp10,79 triliun atau 13,73 persen dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 yang ditetapkan sebesar Rp78,59 triliun. Angka tersebut menunjukkan pertumbuhan sebesar 5,02 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.

Kepala Kanwil DJP Jakarta Barat, Farid Bachtiar, menyampaikan apresiasinya atas kerja sama yang baik dari seluruh pemangku kepentingan yang turut mendukung pencapaian tersebut. “Atas berkat rahmat Allah SWT serta doa, dukungan, dan kerja sama Bapak dan Ibu para pemangku kepentingan, kami dapat memenuhi amanah target penerimaan APBN 2024,” ujar Farid dalam keterangannya, Selasa (25/3/2025).

Keberhasilan tersebut didukung oleh kontribusi berbagai sektor usaha. Sektor perdagangan menjadi penyumbang terbesar dengan realisasi Rp4,94 triliun atau 45,85 persen dari total penerimaan. Sektor industri pengolahan berkontribusi sebesar Rp2,08 triliun atau 19,35 persen. Sektor pengangkutan dan pergudangan mencatatkan penerimaan Rp719,56 miliar atau 6,67 persen, sedangkan sektor konstruksi menyumbang Rp559,04 miliar atau 5,18 persen.

Selain berdasarkan sektor usaha, realisasi penerimaan pajak juga tercermin dalam jenis pajak yang dikumpulkan. Pajak Penghasilan (PPh) memberikan kontribusi terbesar dengan total penerimaan Rp5,60 triliun.

Sementara itu, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) mencapai Rp5,50 triliun. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) mencatatkan penerimaan Rp1,83 triliun, sedangkan pajak lainnya menyumbang Rp321,75 miliar.

Selain pencapaian di sektor penerimaan pajak, hingga akhir Februari 2025 jumlah Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan yang telah dilaporkan di Kanwil DJP Jakarta Barat mencapai 86.845 SPT atau 21,59 persen dari target 402.188 SPT. Secara nasional, realisasi pelaporan SPT Tahunan tercatat sebanyak 6.609.305 SPT.

Namun demikian, pemerintah menghadapi tantangan besar dalam pengelolaan APBN 2025. Hingga 28 Februari 2025, total pendapatan negara baru mencapai Rp316,9 triliun. Angka ini turun signifikan sebesar Rp83,46 triliun atau 20,85 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2024, yang saat itu berhasil mengumpulkan Rp400,36 triliun. Dari total pendapatan tersebut, penerimaan perpajakan tetap menjadi kontributor utama, meski realisasinya masih jauh dari target yang ditetapkan.

Hingga 28 Februari 2025, penerimaan pajak hanya mencapai Rp187,8 triliun atau 8,6 persen dari target APBN 2025 yang sebesar Rp2.189,3 triliun. Angka ini turun drastis sebesar 30,19 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai Rp269,02 triliun. (alf)

 

DJP Kalselteng Terbitkan 167 Surat Paksa

IKPI, Jakarta: Dalam upaya meningkatkan kepatuhan wajib pajak dan mengamankan penerimaan negara, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kalimantan Selatan dan Tengah (Kanwil DJP Kalselteng) bersama 10 Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di wilayahnya melakukan penegakan hukum perpajakan. Salah satu langkah yang dilakukan adalah penagihan pajak melalui penyampaian 167 surat paksa secara serentak pada Kamis, 20 Maret 2025.

Total nilai ketetapan pajak yang ditagih mencapai Rp17.564.298.776. Dari total tersebut, KPP di Provinsi Kalimantan Tengah menetapkan nilai sebesar Rp5.107.970.522, sementara KPP di Provinsi Kalimantan Selatan lebih besar, yaitu Rp12.456.328.254. Beberapa KPP yang terlibat dalam penagihan ini meliputi KPP Pratama Banjarmasin, Banjarbaru, Barabai, Batulicin, Tanjung, dan KPP Madya Banjarmasin.

Penerbitan surat paksa ini dilakukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000. Langkah ini diambil sebagai tindak lanjut terhadap wajib pajak yang masih belum membayar pajak meskipun telah diberikan surat teguran sebelumnya.

Kepala Kanwil DJP Kalselteng, Syamsinar, menegaskan bahwa pihaknya telah melakukan berbagai pendekatan persuasif sebelum tindakan ini diambil. “Saya harap seluruh wajib pajak dapat memenuhi kewajiban perpajakannya tepat waktu guna menghindari sanksi administratif maupun serangkaian tindakan penagihan. Dengan demikian, kepatuhan pajak dapat meningkat dan penerimaan negara untuk pembangunan nasional dapat terjaga,” ujarnya, Selasa (25/3/2025).

Selain sebagai tindakan hukum bagi wajib pajak yang belum patuh, langkah ini juga dimaksudkan untuk menegakkan keadilan bagi mereka yang sudah taat membayar pajak.

DJP bekerja sama dengan berbagai instansi terkait guna memastikan proses penagihan berjalan sesuai aturan. Jika setelah surat paksa diterbitkan wajib pajak masih tidak memenuhi kewajibannya, maka tindakan lebih lanjut seperti penyitaan dan pelelangan aset dapat dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku. (alf)

 

Ekonom Sebut Insentif PPh 21 Dorong Daya Beli dan Pertumbuhan Ekonomi

IKPI, Jakarta: Kementerian Keuangan (Kemenkeu) baru saja menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 10 Tahun 2025 yang memberikan insentif Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 bagi pekerja di sektor industri padat karya. Kebijakan ini berlaku mulai Januari 2025 dan ditujukan untuk meringankan beban pajak pekerja di sektor-sektor seperti tekstil, pakaian jadi, alas kaki, furnitur, dan kulit. Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan daya beli pekerja dan mendorong pertumbuhan ekonomi.

Ekonom Universitas Indonesia, Vid Adrison, turut mendukung kebijakan ini. Menurut Vid, pengurangan pajak akan meningkatkan daya beli masyarakat.

“Dengan keringanan pajak, masyarakat akan memiliki lebih banyak uang untuk dibelanjakan, yang akan mendorong perputaran ekonomi di tingkat nasional dan lokal,” ujarnya, Selasa (25/3/2025).

Vid menekankan pentingnya agar kebijakan ini tetap inklusif, dengan memperluas cakupan kepada pekerja dari berbagai sektor dengan penghasilan tertentu yang terdaftar dalam sistem perpajakan. Ia menilai bahwa kebijakan ini merupakan respons terhadap penurunan aktivitas di sektor-sektor padat karya.

Selain itu, Vid juga menyebutkan bahwa memperluas insentif PPh 21 ke sektor lain bukanlah hal yang mudah, meskipun diharapkan dapat terus berlanjut. Sektor lain yang juga layak mendapatkan perhatian, menurut Vid, adalah industri makanan dan minuman yang menyerap sekitar 4,3% tenaga kerja Indonesia, serta industri tembakau yang melibatkan sekitar 6 juta pekerja dari hulu hingga hilir.

Dengan perluasan kebijakan insentif PPh 21, diharapkan lebih banyak sektor yang dapat merasakan manfaatnya, serta mendorong pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan pekerja secara lebih merata.

Sementara itu, Pakar kebijakan publik UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, juga menyambut baik kebijakan ini. Menurut Achmad, kebijakan ini sangat relevan di tengah dampak gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang melanda sejumlah sektor.

“Pengurangan pajak ini akan menguntungkan pekerja di sektor padat karya yang sebagian besar memiliki penghasilan di bawah UMP. Ini adalah langkah brilian untuk meringankan beban kelas pekerja,” kata Achmad di Jakarta, Senin (24/3/2025).

Ia juga menambahkan bahwa kebijakan ini tidak hanya bermanfaat bagi pekerja, tetapi juga untuk pengusaha, karena dapat mengurangi kewajiban mereka dalam membayar PPh 21. Hal ini pada akhirnya memungkinkan para pengusaha untuk merekrut lebih banyak tenaga kerja, yang berpotensi meningkatkan stabilitas ekonomi di masa mendatang. (alf)

DJP Beri Tanggapan atas Keluhan IDAI Terkait Kebijakan Pajak untuk Dokter

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP) memberikan tanggapan resmi terhadap empat poin keluhan yang diajukan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) terkait kebijakan perpajakan yang diterapkan pada dokter yang berpraktik di rumah sakit. Tanggapan ini disampaikan oleh Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Kemenkeu Dwi Astuti, Senin (24/3/2025) .

Dwi Astuti menjelaskan bahwa pengenaan tarif atas penghasilan bruto berlaku apabila dokter memilih menggunakan norma penghitungan penghasilan neto (NPPN) dalam menghitung pajak penghasilannya. “NPPN untuk dokter adalah 50%. Angka 50% ini dianggap sebagai biaya-biaya yang dikeluarkan dokter untuk memperoleh penghasilannya,” ujar Dwi.

Lebih lanjut, ia memaparkan bahwa bagi dokter yang berpenghasilan di bawah Rp4,8 miliar per tahun dan memilih untuk menyelenggarakan pembukuan, bagi hasil dengan rumah sakit dapat dikurangkan sebagai biaya. Biaya ini termasuk biaya-biaya lain yang dikeluarkan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dokter.

Mengenai tarif pajak, Dwi menegaskan bahwa tarif progresif yang diatur dalam Pasal 17 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) berlaku secara umum untuk seluruh wajib pajak orang pribadi atas penghasilan yang diterima dalam satu tahun. Tarif ini tidak bersifat khusus untuk profesi dokter, melainkan merupakan ketentuan yang berlaku bagi semua wajib pajak.

Tanggapan ini diberikan sebagai respons atas kekhawatiran IDAI yang menyoroti dampak kebijakan perpajakan terhadap praktik dokter di rumah sakit. IDAI sebelumnya menyatakan bahwa kebijakan tersebut dapat memberatkan para dokter, terutama dalam hal penghitungan pajak dan biaya operasional.

DJP berharap penjelasan ini dapat memberikan kejelasan dan transparansi terkait kebijakan perpajakan yang berlaku, sekaligus menjembatani komunikasi antara pemerintah dan para praktisi kesehatan. (alf)

Penerimaan Pajak Banten Capai Rp9,28 Triliun hingga Februari 2025

IKPI, Jakarta: Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Banten mencatat penerimaan pajak sebesar Rp9,28 triliun hingga 28 Februari 2025. Angka ini setara dengan 11,39 persen dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 yang ditetapkan sebesar Rp81,48 triliun.

Kepala Kanwil DJP Banten, Cucu Supriatna, merinci bahwa realisasi penerimaan pajak tersebut terdiri atas:

– Pajak Penghasilan (PPh) nonmigas: 10,34 persen

– Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM): 11,61 persen

– Pajak Bumi Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB): 0,63 persen

– Pajak lainnya: 67,78 persen

“Kontribusi penerimaan pajak Kanwil DJP Banten ditopang oleh jenis pajak PPN impor 30,37 persen, PPN dalam negeri 29,74 persen, dan PPh Pasal 21 sebesar 10,43 persen,” ungkap Cucu dalam keterangan tertulis yang diterima pada Minggu (23/3/2025).

Selain itu, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Tigaraksa mencatat realisasi penerimaan pajak tertinggi di lingkungan Kanwil DJP Banten dengan capaian 13,65 persen dari target.

Pada kesempatan yang sama, Plt. Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Banten, Nirwala Dwi Heryanto, melaporkan bahwa penerimaan kepabeanan dan cukai mencapai Rp2,06 triliun atau 14,39 persen dari target sebesar Rp14,31 triliun hingga 28 Februari 2025.

Penerimaan bea masuk mencapai Rp1,61 triliun, yang didorong oleh komoditas kebutuhan bahan bakar, gula, kakao, peternakan, baja, batu bara, elektronik, gypsum, kimia, bahan kimia, kendaraan listrik, sepeda, alas kaki, dan ban. Sementara penerimaan bea keluar sebesar Rp210 miliar dipengaruhi oleh fluktuasi harga komoditas kelapa sawit dan produk turunannya. “Selebihnya, penerimaan kepabeanan dan cukai ditopang oleh penerimaan cukai,” jelas Nirwala.

Selain itu, Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Provinsi Banten, Djanurindro Wibowo, melaporkan realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp13,92 miliar atau 16,35 persen dari target.

“Realisasi PNBP dari pengelolaan aset mencapai Rp4,56 miliar atau 11,66 persen dari target tahun 2025. Sementara itu, realisasi PNBP dari lelang mencapai Rp9,34 miliar atau 20,33 persen dari target dan PNBP dari piutang negara adalah Rp17,81 juta atau 26,58 persen dari target,” urai Djanurindro.

Keterangan tertulis ini disampaikan setelah digelarnya Konferensi Pers ALCO Regional Banten pada 20 Maret 2025. (alf)

 

 

DJP Kembali Ingatkan Sanksi bagi Wajib Pajak yang Lalai

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengingatkan bahwa wajib pajak yang tidak melaporkan SPT akan dikenakan sanksi administrasi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). Dalam pasal 7, disebutkan bahwa:

• Denda bagi WP OP sebesar Rp 100 ribu

• Denda bagi wajib pajak badan sebesar Rp 1 juta

Namun, denda tidak dikenakan bagi wajib pajak yang telah meninggal dunia, tidak memiliki kegiatan usaha, berstatus warga negara asing yang tidak lagi tinggal di Indonesia, atau badan usaha yang tidak lagi beroperasi di Indonesia.

Apabila hasil pelaporan SPT Tahunan menunjukkan pajak yang kurang bayar, maka akan dikenakan sanksi bunga sebesar 2% per bulan dari jumlah pajak yang terlambat disetor. Perhitungan bunga dimulai sejak batas akhir penyampaian SPT hingga tanggal pembayaran dilakukan.

Selain itu, Pasal 39 UU KUP juga mengatur sanksi pidana bagi wajib pajak yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPT atau memberikan data yang tidak benar sehingga merugikan pendapatan negara.

Pelanggar dapat dikenakan hukuman penjara minimal 6 bulan hingga maksimal 6 tahun, serta denda minimal 2 kali hingga maksimal 4 kali jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayarkan.

Pembayaran denda tersebut akan ditagih melalui Surat Tagihan Pajak (STP) yang diterbitkan oleh DJP. Meskipun denda telah dibayarkan, wajib pajak tetap diwajibkan melaporkan SPT Tahunan Pajaknya. (alf)

 

 

 

 

 

 

 

Batas Akhir Pelaporan SPT Tahunan Semakin Dekat, DJP Imbau Wajib Pajak Melapor Lebih Awal

IKPI, Jakarta: Batas akhir pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) bagi Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) semakin dekat. WP OP memiliki tenggat waktu hingga 31 Maret 2025 untuk melaporkan SPT Tahunannya, sementara wajib pajak badan memiliki batas akhir pada 30 April 2025.

Mengutip situs resmi Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengimbau agar masyarakat melaporkan SPT Tahunan lebih awal. Imbauan ini disampaikan karena berdekatan dengan periode libur nasional dan cuti bersama yang bertepatan dengan batas akhir pelaporan SPT Tahunan WP OP untuk tahun 2024.

“Namun demikian, penyampaian SPT Tahunan tetap dapat dilaksanakan hingga batas waktu melalui saluran elektronik pada laman DJP Online,” tulis DJP dalam keterangan resminya, Minggu (23/3/2025).

Hingga saat ini, dari 9,6 juta SPT Pajak yang telah diterima DJP, sebanyak 9,41 juta disampaikan secara elektronik, sedangkan 264,8 ribu disampaikan secara manual. (alf)

DJP Turunkan Target Kepatuhan Pelaporan SPT Tahunan 2025, Imbas PHK Massal dan Ekonomi Lesu

IKPI, Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menurunkan target kepatuhan penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) 2025. Langkah tersebut melihat kondisi ekonomi yang lesu, gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal, dan penutupan usaha menjadi faktor utama menurunnya jumlah wajib pajak aktif.

Manajer Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menjelaskan bahwa ada keterkaitan erat antara kondisi ekonomi, dunia usaha, dan ketenagakerjaan dengan tingkat kepatuhan formal pelaporan pajak, terutama dalam lima tahun terakhir.

“Terlihat jika kondisi ekonomi, dunia usaha, dan sektor tenaga kerja sedang menurun, tingkat kepatuhan formal juga mengalami penurunan khususnya Wajib Pajak (WP) Orang Pribadi Non-Karyawan,” ujar Fajry, Minggu (23/3/2025).

Ia menambahkan bahwa peningkatan jumlah WP yang berstatus nonefektif (NE) akan terjadi seiring dengan memburuknya kondisi ekonomi yang memicu lebih banyak PHK dan penutupan usaha. Akibatnya, tingkat kepatuhan formal laporan pajak juga akan menurun.

Selain faktor ekonomi, Fajry menyoroti tingginya ketidakpercayaan publik terhadap pemerintah yang turut memengaruhi kepatuhan pajak. Ia mencontohkan bahwa revisi UU TNI tetap disahkan meskipun masyarakat sipil secara luas menolak kebijakan tersebut.

“Akibatnya masyarakat kembali mempertanyakan buat apa mereka patuh [lapor pajak]? Toh, pada akhirnya pemerintah tidak mendengarkan mereka,” ujarnya.

Fajry menegaskan bahwa secara fundamental, kinerja penerimaan pajak lebih dipengaruhi oleh kondisi perekonomian. Menurutnya, banyak penelitian menunjukkan bahwa kinerja rasio pajak negara berkembang seperti Indonesia cenderung bersifat procyclical atau bergerak searah dengan siklus ekonomi.

“Jadi, kalau ekonomi lebih rendah dari tahun lalu maka tax ratio-nya juga akan menurun lebih dalam,” katanya.

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mengakui bahwa penurunan target pelaporan SPT Tahunan berkaitan dengan jumlah wajib pajak yang aktif. Direktur P2Humas Ditjen Pajak, Dwi Astuti, menjelaskan bahwa total WP saat ini mencapai 19,7 juta.

Dari jumlah tersebut, Ditjen Pajak menargetkan sebanyak 16,21 juta WP melaporkan SPT Tahunan 2024 pada tahun ini atau setara dengan 81,92% dari total WP. Target tersebut lebih rendah dibandingkan realisasi pelaporan SPT Tahunan 2023 yang mencapai 16,52 juta.

“Penentuan target tersebut memperhitungkan jumlah wajib pajak yang aktif,” ujar Dwi Astuti, Kamis (20/3/2025).

Masa penyampaian SPT Tahunan 2024 sudah dimulai sejak 1 Januari 2025. Untuk WP orang pribadi, batas waktu pelaporan adalah hingga 31 Maret 2025, sedangkan untuk WP badan hingga 30 April 2025. Per 20 Maret 2025 pukul 00.01 WIB, sebanyak 9,67 juta wajib pajak telah melaporkan SPT Tahunan 2024. Angka tersebut terdiri atas 9,4 juta SPT Tahunan orang pribadi dan 275,9 ribu SPT Tahunan badan. Capaian ini setara dengan 48,9% dari total WP yang ada, atau belum mencapai separuhnya.

Dwi Astuti pun mengimbau kepada seluruh wajib pajak untuk segera melaporkan SPT Tahunannya melalui kanal djponline.pajak.go.id. “Karena lapor lebih awal, lebih nyaman,” tutupnya. (alf)

 

Pemerintah Perpanjang Kebijakan Tax Holiday Hingga Akhir 2025

IKPI, Jakarta: Pemerintah Indonesia resmi memperpanjang fasilitas tax holiday hingga 31 Desember 2025. Keputusan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 69 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PMK No. 130/PMK.010/2020.

Langkah ini diambil untuk menarik lebih banyak investasi asing ke Indonesia di tengah penerapan pajak minimum global 15 persen oleh berbagai negara.

Perpanjangan tax holiday ini diumumkan oleh Menteri Investasi dan Hilirisasi sekaligus Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Rosan Roeslani, usai rapat koordinasi dengan Kementerian Koordinator Perekonomian di Jakarta, Minggu (3/11/2024).

Rosan menekankan pentingnya tax holiday dalam mendukung arus investasi asing yang signifikan ke Indonesia. “Tax holiday memiliki peran sangat penting dan proporsinya besar terhadap investasi yang masuk, yakni di atas 25 persen. Selain itu, adanya Global Minimum Tax (GMT) dengan tarif 15 persen yang diberlakukan di banyak negara juga menjadi pertimbangan untuk perpanjangan ini,” ujar Rosan.

Lebih dari 100 negara telah menerapkan pajak minimum global 15 persen. Jika Indonesia tidak memungut pajak ini pada perusahaan asing, maka negara asal perusahaan tersebut yang akan melakukannya. Hal ini menjadikan Indonesia perlu menyesuaikan kebijakan insentif pajak agar tetap kompetitif di mata investor asing.

Untuk mengantisipasi dampak penerapan GMT, BKPM telah melakukan sosialisasi kepada calon investor asing mengenai kebijakan ini. Rosan memastikan bahwa pemerintah Indonesia telah menyiapkan alternatif insentif lain untuk tetap menarik minat investor asing.

“Kita telah melakukan penyesuaian sehingga tax holiday 15 persen ini bisa dikompensasi dalam bentuk insentif lain,” jelasnya.

Lebih lanjut, Rosan menambahkan bahwa kebijakan pajak minimum global hanya berlaku untuk perusahaan asing. Perusahaan domestik tetap dapat mengajukan insentif tax holiday yang diperpanjang hingga akhir 2025. Dengan demikian, kebijakan ini diharapkan mampu mendorong pertumbuhan investasi domestik maupun asing di berbagai sektor ekonomi.

Dengan perpanjangan kebijakan ini, pemerintah optimistis dapat menarik lebih banyak investasi asing sekaligus mendukung penciptaan lapangan kerja, pertumbuhan ekonomi, dan keberlanjutan bisnis di tengah persaingan global yang semakin ketat. (alf)

 

KEK Industropolis Batang Diharapkan Tarik Investasi Rp75 Triliun

IKPI, Jakarta: Presiden Prabowo Subianto meresmikan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Industropolis Batang di Jawa Tengah pada Sabtu (20/1/2025). Peresmian ini diharapkan mampu menarik investasi besar dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut.

Ngurah Wirawan, Kepala Badan Usaha Pembangun dan Pengelola (BUPP) KEK Industropolis Batang, menyatakan optimisme bahwa status KEK akan mempercepat pembangunan Kawasan Industri Batang (KIB) dan membuatnya lebih menarik bagi investor. Dengan insentif pajak, kemudahan perizinan, dan fasilitas lengkap, KEK ini diproyeksikan mampu menarik komitmen investasi baru hingga Rp75 triliun dan menciptakan sekitar 50 ribu lapangan kerja.

“Investasi tentunya menambah jumlah pabrik dan aktivitas ekonomi di sini, menciptakan lapangan kerja, dan mendukung pertumbuhan ekonomi sebagaimana diharapkan oleh pemerintah,” ujar Ngurah dalam acara peresmian pada Jumat (21/3/2025).

Fasilitas Lengkap di KEK Industropolis Batang

Ngurah menjelaskan bahwa KEK Industropolis Batang memiliki tiga klaster utama, yakni:

1. Kawasan industri dan pengolahan

2. Kawasan logistik dan transportasi

3. Kawasan pariwisata dan properti

Dukungan infrastruktur strategis juga menjadi keunggulan KEK ini, termasuk akses jalan tol, jalur kereta api super dry port yang mampu mengangkut 30 rangkaian kereta kontainer, serta pelabuhan yang tengah dibangun untuk mempermudah arus barang dan logistik.

“Kami bersyukur mendapat kesempatan dari pemerintah untuk membangun kawasan yang lengkap ini. Dengan diresmikannya KEK ini oleh Bapak Presiden, kami harapkan investasi bisa semakin terakselerasi,” tambah Ngurah.

Luas kawasan KEK mencapai 28.886,7 hektare, dengan 27 tenant yang telah bergabung, terdiri dari tujuh perusahaan yang telah beroperasi, tujuh dalam masa konstruksi, dan 13 dalam tahap persiapan konstruksi. Tenant tersebut bergerak di berbagai sektor industri, mulai dari panel surya, kaca, wood pellet, alas kaki, PVC, grinding ball, keramik, gas industri, hingga alat kesehatan.

Daftar Insentif Pajak di KEK

KEK Industropolis Batang juga menawarkan sejumlah insentif pajak berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 33 Tahun 2021, meliputi:

– Pengurangan Pajak Penghasilan (PPh) badan (tax holiday) dan fasilitas PPh untuk penanaman modal tertentu (tax allowance).

– Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) tidak dipungut.

– Pembebasan atau penangguhan bea masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI).

– Pembebasan cukai. (alf)

 

id_ID