IKPI, Jakarta: Pada tahun 2018 DPR RI telah menetapkan Rancangan Undang-undang Konsultan Pajak (RUU KP) sebagai payung hukum yang timbul atas usulan DPR. Pentingnya keberadaan UU tersebut, menjadikan RUU ini masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prioritas) pada tahun 2019.
Namun, entah apa yang menjadi kendala para politisi di Senayan ini sehingga RUU KP tidak berlanjut kepada pada pembahasan dan bahkan terpental dari Prolegnas Prioritas sejak 2020 hingga saat ini.
Padahal, sebagaimana diketahui lebih dari 80 persen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) diperoleh dari pajak. Dengan demikian, perlu ada payung hukum yang jelas untuk melindungi para wajib pajak yang telah berkontribusi besar terhadap kemajuan Indonesia, dan salah satu caranya adalah dengan melahirkan UU Konsultan Pajak.
Calon Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) periode 2024-2029 Vaudy Starworld mengungkapkan, wajib pajak merupakan aset negara yang harus dilindungi hak dan keberadaannya. Dengan demikian, wajib pajak juga bukan hanya dituntut menunaikan kewajiban perpajakannya tetapi mereka juga mempunyai hak-hak yang harus juga dipenuhi oleh negara sehingga tidak merasa dirugikan oleh peraturan yang ada.
Selain wajib pajak kata Vaudy, ada juga konsultan pajak yang juga cukup signifikan perannya dalam membantu pemerintah dalam mencapai target penerimaan negara dari sektor pajak.
“Sekitar 7.000 anggota IKPI di seluruh daerah di Indonesia berperan penting membantu pemerintah dalam menyosialisasikan setiap peraturan perpajakan, serta meningkatkan angka kepatuhan wajib pajak. Terbukti target pendapatan negara dari sektor pajak beberapa tahun terakhir ini selalu tercapai,” kata Vaudy di Jakarta, Selasa (6/8/2024).
Dengan demikian, Vaudy menegaskan jika dirinya terpilih menjadi ketua umum IKPI pada Kongres XII yang akan berlangsung di Nusa Dua, Bali, pada 18-20 Agustus 2024, maka dia menargetkan di masa kepengurusannya nanti dirinya bersama pengurus pusat, pengurus daerah, pengurus cabang dan seluruh anggota IKPI se-Indonesia akan memperjuangkan lahirnya UU KP.
Lebih lanjut Vaudy mengatakan, RUU KP merupakan payung hukum yang sangat penting bagi konsultan pajak dan hal itu sesuai UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSP) yang berguna untuk melindungi wajib pajak dari praktik-praktik pihak-pihak yang tidak memahami perpajakan.
Sebagai keseriusan dalam memperjuangkan lahirnya UU Konsultan Pajak, Vaudy tentunya akan melakukan berbagai kegiatan diantaranya:
1.Mengadakan audiensi dengan pemerintah (Kemenkeu, DJP, PPPK), BPK, dan DPR mengenai perkembangan dan kebutuhan RUU KP
2.Mengadakan FGD dengan stakeholder (pemerintahan/Kemenkeu, DJP, PPPK, Pengusaha, Konsultan Pajak, Akademisi, DPR, DPR, BPK)
3. Melibatkan anggota IKPI mengenai pokok-pokok RUU KP melalui usulan-usulan supaya mengelimir UU ini di judicial review.
4.Menguatkan tim RUU KP yang telah terbentuk
5.Diskusi dengan profesi penunjang sektor keuangan mengenai perjalanan terbentuknya UU mereka
6.Mengoptimalkan peran anggota kehormatan (Dewan Penasehat) dalam melakukan lobby-lobby politik) serta bersuara mengenai pentingnya UU Konsultan Pajak.
7.Melibatkan akademisi dalam rangka penyempurnaan RUU Konsultan Pajak, termasuk bersuara pentingnya UU KP.
“Jadi memang perlu kerja sama dari banyak pihak untuk mewujudkan lahirnya UU Konsultan pajak ini,” kata Vaudy.
Vaudy juga menjabarkan alasan dengan poin-poin rinci mengapa UU Konsultan Pajak harus diperjuangkan:
1. Penerimaan negara sebagian besar bersumber dari penerimaan pajak. Pihak yang berhubungan dengan penerimaan negara dari pajak ini adalah Wajib Pajak, konsultan pajak, dan otoritas perpajakan dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak. Karena berhubungan dengan penerimaan negara bahkan saat ini dan kedepan penerimaan negara sebagai tulang punggung pembiayaan APBN maka ketiga pihak ini harus diatur dengan jelas. Wajib Pajak sudah diatur melalui UU Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan (KUP), Otoritas Perpajakan sudah diatur dengan salah satunya melalui Undang-undang Administrasi Pemerintahan. Konsultan Pajak yang belum diatur oleh undang-undang. Jadi pihak-pihak yang berhubungan dengan penerimaan negara dari pajak harus diatur dengan undang-undang sehingga menjamin penerimaan negara.
2. Perlu regulasi dan standar bagi profesi konsultan pajak. Undang-undang bagi konsultan pajak juga akan mengatur mengenai standar profesi, kualitas, bahkan kompetensi berprofesi sehingga memberikan layanan akurat dan berkualitas kepada wajib pajak yang menjadi kliennya. Hal ini juga untuk mengurangi risiko kesalahan dan ketidak profesionalan dalam berpraktik.
3. Perlu adanya perlindungan Wajib Pajak. UU Konsultan Pajak selain mengatur profesi konsultan pajak juga diharapkan memberikan perlindungan bagi Wajib Pajak, dengan adanya regulasi diharapkan klien yang menggunakan jasa konsultan pajak akan merasa aman dan terlindungi karena mereka didampingi oleh konsultan pajak profesional. Ini akan menciptakan kepercayaan bagi Wajib Pajak dalam membayar pajak.
4. Pengembangan profesi. Dengan adanya undang-undang diharapkan profesi konsultan pajak akan terus berkembang, bahkan dengan perkembangan ini profesi konsultan pajak dapat membuka lapangan pekerjaan sehingga berdampak pada pengurangan pengangguran.
5. Terdapat pengawasan dan sanksi. Adanya undang-undang khusus memungkinkan adanya mekanisme pengawasan dan pemberian sanksi bagi konsultan pajak sehingga konsultan pajak dalam berpraktek akan mengedepankan kode etik, standar profesi, dan kehati-hatian. (bl)