UU Konsultan Pajak: Antara Profesionalisme, Kepastian Hukum, dan Perlindungan

Membangun Fondasi untuk Tata Kelola Perpajakan yang Berkeadilan

Di tengah gelombang reformasi perpajakan nasional yang menuntut sistem yang lebih berkeadilan, transparan, dan berbasis kepatuhan sukarela, profesi konsultan pajak menempati posisi yang semakin strategis. Mereka bukan hanya penyedia jasa teknis, tetapi juga memainkan peran kunci sebagai perantara antara negara dan Wajib Pajak.

Sayangnya, peran vital ini masih beroperasi tanpa dukungan regulasi yang kuat. Belum ada satu pun undang-undang yang secara komprehensif mengatur posisi, kewenangan, maupun tanggung jawab hukum konsultan pajak. Dalam konteks inilah, kehadiran Undang-Undang Konsultan Pajak (UU KP) menjadi sebuah keniscayaan.

Perlindungan Nyata bagi Wajib Pajak

Ketiadaan payung hukum membuat masyarakat sulit membedakan antara konsultan pajak profesional dan pihak-pihak yang tidak memiliki kompetensi. Tak jarang, Wajib Pajak menjadi korban praktik manipulatif yang berujung pada sanksi pidana atau denda administratif, akibat kesalahan konsultan tidak bertanggung jawab.

UU Konsultan Pajak hadir untuk menegaskan standar minimum yang harus dimiliki setiap konsultan pajak, termasuk keharusan sertifikasi, kepatuhan pada kode etik, dan sistem pengawasan yang tegas. Dengan demikian, Wajib Pajak memiliki landasan hukum yang kuat dalam memilih pendamping pajak yang sah dan kompeten.

Hubungan antara klien dan konsultan pun akan dibingkai dalam kerangka perlindungan hukum yang setara. Informasi sensitif tidak boleh disalahgunakan, dan Wajib Pajak tidak seharusnya dimintai pertanggungjawaban atas kesalahan profesional pihak ketiga.

Menegakkan Profesionalisme dan Kepastian Hukum bagi Konsultan

UU ini juga merupakan pengakuan atas eksistensi dan martabat profesi konsultan pajak. Tidak semua praktisi saat ini memiliki kualifikasi dan standar kompetensi yang sama. UU Konsultan Pajak akan mengakhiri ketimpangan ini dengan membangun sistem sertifikasi, jenjang pendidikan formal, serta aturan kode etik profesi yang mengikat secara hukum.

Lebih penting lagi, undang-undang ini harus memberikan perlindungan hukum dalam bentuk imunitas terbatas, terutama bagi konsultan yang menjalankan tugasnya sebagai penasihat hukum berdasarkan informasi dari klien. Tanpa perlindungan semacam ini, profesi konsultan akan selalu berada dalam posisi rawan kriminalisasi.

Konsultan Pajak sebagai Mitra Strategis Negara

Bagi pemerintah, khususnya Direktorat Jenderal Pajak (DJP), UU Konsultan Pajak berfungsi sebagai instrumen penguatan struktur perpajakan nasional. Konsultan pajak yang profesional dan patuh akan menjadi mitra negara dalam:

1. Mendorong kepatuhan sukarela melalui edukasi dan pendampingan Wajib Pajak secara sah dan transparan.

2. Menghasilkan data kredibel yang berguna bagi sistem audit dan pengawasan.

3. Mencegah praktik penghindaran pajak yang merugikan penerimaan negara melalui mekanisme pencegahan peran-peran manipulatif.

Dengan demikian, UU ini bukan hanya regulasi teknis, tetapi juga bagian dari strategi besar negara untuk meningkatkan efektivitas sistem perpajakan.

Pentingnya Proses Partisipatif dalam Penyusunan UU

Undang-Undang Konsultan Pajak tidak boleh disusun secara tertutup. Keterlibatan aktif dari seluruh pemangku kepentingan—pemerintah, DPR, organisasi profesi, akademisi, praktisi, dan masyarakat—merupakan syarat mutlak agar regulasi ini inklusif, adil, dan aplikatif.

Seminar publik, focus group discussion, serta diskusi terbuka adalah instrumen demokratis yang harus ditempuh dalam proses perumusannya. Dengan begitu, UU yang dihasilkan tidak hanya memiliki legitimasi formal, tetapi juga legitimasi sosial.

Penutup: Pilar Menuju Sistem Pajak Modern

UU Konsultan Pajak bukan hanya soal administrasi profesi, melainkan instrumen besar untuk membangun tata kelola perpajakan modern yang berpihak pada kepentingan nasional. Ia akan:

– Memperkuat profesionalisme,

– Menjamin kepastian hukum,

– Melindungi hak-hak masyarakat,

– Menjadi alat negara untuk memperluas basis penerimaan pajak secara adil dan berkelanjutan.

Sudah saatnya konsultan pajak tidak lagi berada dalam bayang-bayang ketidakpastian hukum. Mereka harus menjadi pilar penting dalam membangun sistem perpajakan yang kredibel, adil, dan berorientasi pada pelayanan publik.

Penulis adalah Ketua Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Lampung

Teten Dharmawan

Email: tetendharmawan@gmail.com

Disclaimer: Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis.

en_US