Tim Ad Hoc IKPI Batalkan Usulan Penambahan Klaster dan Penghapusan Pengda

Ketua IKPI Palembang Andreas Budiman. (Foto: Departemen Humas-PP IKPI/Bayu Legianto)

IKPI, Jakarta: Hari ini kami dari Tim Ad Hoc telah menyelesaikan beberapa permasalahan perubahan-perubahan di dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD ART) dan Kode Etik dari Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI). Salah satunya adalah tentang pasal penghapusan Pengurus Daerah (Pengda).

Dengan melalui mekanisme voting, yang diikuti oleh 42 ketua cabang/perwakilan dari IKPI seluruh Indonesia, usulan tentang penghapusan Pengda yang muncul dalam Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas di Surabaya beberapa waktu lalu diputuskan untuk dibatalkan.

“Dalam kasus ini, Tim Ad Hoc memutuskan untuk tidak menghapus Pengda tetapi nanti perannya akan ditambah. Karena bagi kami Pengda adalah icon bagi kami di daerah,” kata Ketua IKPI Cabang Palembang Andreas Budiman, di Kantor Pusat IKPI, Pejaten, Jakarta Selatan, Kamis (21/9/2023).

Lalu yang kedua lanjut Andreas, tentang penambahan klaster anggota pratama dan madya juga disepakati untuk ditunda. Di mana diketahui, usulan penambahan klaster anggota ini juga muncul saat Mukernas di Surabaya.

Namun, karena tidak ada kesepakatan saat rakernas, maka usulan-usulan tersebut kemudian dibawa melalui mekanisme Ad Hoc yang diselenggarakan di Jakarta, pada Kamis (21/9/2023).

“Dalam rapat Ad Hoc yang diputuskan dengan mekanisme voting, sebanyak 25 cabang tidak menyetujui adanya penambahan klaster baru, yang artinya di IKPI hanya tetap mengakui anggota tetap, anggota tidak tetap dan anggota kehormatan,” kata Andreas.

Selain itu, Tim Ad Hoc juga membahas Kode Etik asosiasi terkait bagaimana sanksi/status anggota yang mendapatkan sanksi pidana 1-5 tahun. “Dalam kasus ini diputuskan asosiasi akan memberikan sanksi apabila yang bersangkutan dinyatakan bersalah oleh pengadilan dan harus menjalani hukuman minimal 2 tahun kurungan,” ujarnya.

Dengan demikian kata Andreas, ada tiga pembahasan yang semuanya telah diselesaikan dengan baik oleh Tim Ad Hoc, dan semuanya dilakukan dengan cara-cara yang demokratis.

Menurut Andreas, Ad Hoc kali ini sangat berbeda dengan yang dilakukan sebelumnya di Kongres IKPI Malang, Jawa Timur. Kalau kali ini, Tim Ad Hoc dibentuk setelah Mukernas.

“Padahal sebelumnya, Tim Ad Hoc dibentuk saat terjadi kebuntuan keputusan saat Kongres. Nah mekanisme seperti ini tidak lagi dipakai karena menghabiskan banyak waktu dan energi peserta Kongres, dan suasana di arena itu juga jadi tidak bersahabat,” katanya. (bl)

 

 

en_US