Penyuap Eks Pejabat DJP Divonis 2 Tahun Penjara

IKPI, Jakarta: Komisaris PT Panin Investment Veronika Lindawati divonis dengan hukuman penjara dua tahun. Veronika diputuskan bersalah menyuap sejumlah eks pejabat di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu guna pengurusan pajak Bank Panin.

Hal tersebut terungkap dalam persidangan di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat pada Rabu (18/1/2023). Selain hukuman penjara, Veronika juga dijatuhi hukuman denda.

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Veronika Lindawati dengan pidana penjara selama dua tahun dan denda Rp 100 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar diganti pidana kurungan tiga bulan kurungan,” kata Hakim Ketua Fahzal Hendri seperti dikutip Republika.co.id, dalam persidangan tersebut.

Majelis Hakim meyakini Veronika terbukti bersalah melakukan korupsi. Sehingga Veronika dianggap pantas menerima hukuman. “Mengadili, menyatakan terdakwa Veronika Lindawati telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan alternatif pertama,” ujar Fahzal.

Vonis terhadap Veronica lebih rendah dari tuntutan Jaksa KPK yaitu pidana penjara selama tiga tahun dan denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan. Veronica diputus Majelis Hakim bersalah melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a UU Tipikor.

Atas putusan ini, Veronica dan tim kuasa hukumnya menerimanya. Sedangkan Jaksa KPK menyatakan pikir-pikir. Sebelumnya, Veronica didakwa menyuap sejumlah eks petinggi Ditjen Pajak Kemenkeu guna pengurusan pajak Bank Panin.

“Memberi atau menjanjikan sesuatu yaitu memberi uang yang keseluruhannya sebesar 500 ribu dolar Singapura dari Rp 25 miliar yang dijanjikan kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara,” kata jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) Wawan Yunarwanto saat membacakan surat dakwaan.

Dalam dakwaan disebutkan suap itu ditujukan kepada Direktur Pemeriksaan dan Penagihan pada Ditjen Pajak Tahun 2016-2019 Angin Prayitno Aji, Kepala Sub Direktorat Kerjasama dan Dukungan Pemeriksaan Ditjen Pajak Tahun 2016-2019 Dadan Ramdani, Supervisor Tim Pemeriksa Pajak Wawan Ridwan, Ketua Tim Pemeriksa Pajak Alfred Simanjuntak, dan Yulmanizar serta Febrian selaku tim pemeriksa pajak.

Suap dimaksudkan agar mereka merekayasa hasil penghitungan pajak pada wajib pajak PT Bank Pan Indonesia, Tbk (Bank PANIN) tahun pajak 2016. “Yang bertentangan dengan kewajibannya, yaitu bertentangan dengan kewajiban Angin Prayitno Aji, Dadan Ramdani, Wawan Ridwan, Alfred Simanjuntak, Yulmanizar, dan Febrian,” ujar Wawan.

Dalam kasus ini, setelah menjabat sebagai Direktur Pemeriksaan dan Penagihan, Angin Prayitno Aji membuat kebijakan untuk mendapatkan keuntungan dari pemeriksaan kepada wajib pajak. Kemudian Angin memberitahukan kepada para Supervisor Tim Pemeriksa Pajak agar pada saat melaporkan hasil pemeriksaan sekaligus melaporkan fee untuk pejabat struktural (Direktur dan Kasubdit) serta untuk jatah Tim Pemeriksa Pajak dimana pembagiannya adalah 50 persen untuk pejabat struktural.

Yang terdiri atas Direktur dan Kepala Sub Direktorat sedangkan 50 persen untuk jatah Tim Pemeriksa Pajak. Sebagai tindak lanjut arahan Angin, Wawan Ridwan, Alfred Simanjuntak.

Yulmanizar dan Febrian membuat Analisis Risiko wajib pajak atas perusahaan PT Bank PAN Indonesia, Tbk (PANIN) untuk tahun pajak 2016 dengan maksud mencari potensi pajak dari wajib pajak sekaligus mencari keuntungan pribadi. Dari Analisis Risiko tersebut didapat potensi pajak atas wajib pajak Bank PANIN untuk tahun pajak 2016 sebesar Rp 81.653.154.805,00.

Kemudian Febrian dengan Yulmanizar melakukan pemeriksaan dan diperoleh hasil temuan sementara berupa kurang bayar pajak sebesar Rp 926.263.445.392,00. Terdakwa lalu mengetahui adanya temuan tim 0emeriksa pajak berupa kurang bayar pajak tersebut. Selanjutnya terdakwa diminta menegosiasikan penurunan kewajiban pajak Bank PANIN.

“Terdakwa menemui Wawan Ridwan, Alfred Simanjuntak, Yulmanizar dan Febrian. Dalam pertemuan tersebut, Terdakwa meminta agar kewajiban pajak Bank PANIN diangka sekitar Rp 300 miliar serta menyampaikan bahwa Bank PANIN akan memberikan komitmen fee sebesar Rp 25 miliar,” ujar Wawan.

Namun setelah setelah Laporan Hasil Pemeriksaan terbit, Terdakwa belum merealisasikan komitmen fee sebesar Rp 25 miliar. Terdakwa beralasan belum bisa merealisasikannya karena masih berada di luar negeri. Belakangan, Terdakwa hanya menuntaskan komitmen fee 500 ribu dolar Singapura atau sekitar Rp 5,5 miliar yang akhirnya diserahkan untuk Angin Prayitno Aji dan Dadan Ramdani.

“Bahwa Terdakwa mengetahui atau patut menduga perbuatannya memberi hadiah uang untuk menggerakkan Angin Prayitno Aji, Dadan Ramdani, Wawan Ridwan, Alfred Simanjuntak, Yulmanizar, dan Febrian merekayasa hasil penghitungan pajak pada wajib pajak PT Bank Pan Indonesia, Tbk (Bank PANIN) tahun pajak 2016,” ucap Wawan. (bl)

Rekayasa Hitungan Pajak, Komisaris Panin Investment Didakwa Suap Pejabat DJP

IKPI, Jakarta: Komisaris PT Panin Investment Veronika Lindawati didakwa menyuap Direktur Pemeriksaan dan Penagihan (PP) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) periode 2016-2019 Angin Prayitno Aji sebesar S$ 500 ribu agar merekayasa hasil penghitungan pajak milik Bank Panin.

“Terdakwa Veronika Lindawati selaku Komisaris PT Panin Investment sebagai kuasa khusus wajib pajak PT Bank Pan Indonesia Tbk (Bank Panin) memberi uang seluruhnya sebesar 500 ribu dolar Singapura dari Rp25 miliar yang dijanjikan kepada Angin Prayitno Aji selaku Direktur Pemeriksaan dan Penagihan pada Direktorat Jenderal Pajak,” kata Jaksa Penuntut Umum KPK Yoga Pratomo di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (10/11/2022).

Seperti dikutip dari Antara News, tujuan pemberian suap itu adalah agar Angin Prayitno Aji dan sejumlah bawahannya, yaitu Dadan Ramdani selaku Kasubdit Kerja sama dan Dukungan Pemeriksaan Pajak, Wawan Ridwan selaku supervisor tim pemeriksa, Alfred Simanjuntak selaku Ketua Tim Pemeriksa Pajak, Yulmanizar, serta Febrian selaku Tim Pemeriksa Pajak pada Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan Ditjen Pajak mau untuk merekayasa hasil penghitungan pajak pada wajib pajak milik Bank Panin.

Dalam dakwaan disebutkan Angin Prayitno membuat kebijakan untuk mendapatkan keuntungan dari pemeriksaan kepada wajib pajak, meminta kepada para “supervisor” Tim Pemeriksa Pajak agar pada saat melaporkan hasil pemeriksaan sekaligus fee untuk pejabat struktural (Direktur dan Kasubdit) serta untuk jatah Tim Pemeriksa Pajak.

Pembagiannya adalah 50 persen untuk pejabat struktural yang terdiri atas direktur dan kepala subdirektorat, sedangkan 50 persen untuk jatah tim pemeriksa.

Pada Desember 2017, Wawan Ridwan, Alfred Simanjuntak, Yulmanizar, dan Febrian membuat analisis risiko wajib pajak Bank Panin tahun pajak 2016 dengan maksud untuk mencari potensi pajak dari wajib pajak sekaligus mencari keuntungan pribadi.

Dari analisis risiko, didapat potensi pajak 2016 adalah sebesar Rp81,653 miliar. Lalu Angin menerbitkan surat perintah pemeriksaan untuk Bank Panin dan menunjuk Wawan Ridwan sebagai “supervisor”, Alfred Simanjuntak sebagai ketua tim, Yulmanizar dan Febrian sebagai anggota pemeriksa pajak.

Pada 13 Desember 2017, tim pemeriksa pajak yang dibentuk Angin melakukan pemeriksaan diperoleh hasil temuan sementara berupa kurang bayar pajak sebesar Rp926,26 miliar. Atas hasil temuan sementara tersebut Kepala Biro Administrasi Keuangan Bank Panin Marlina Gunawan memberikan tanggapan, tapi tim pemeriksa pajak tidak menyetujui tanggapan tersebut.

Marlina lalu menyampaikan temuan tersebut kepada Veronika. Lalu Veronika membuat surat kuasa sendiri pada 8 Juni 2018 untuk mewakili Bank Panin dalam pengurusan pajak, meski ia bukan pegawai Bank Panin.

Pada Juni 2018, Veronika lalu menemui tim pemeriksa pajak dan meminta agar kewajiban pajak Bank Panin menjadi sekitar Rp300 miliar dan akan memberikan fee sebesar Rp25 miliar.

Atas permintaan tersebut, Febrian lalu membuat perhitungan yang sudah disesuaikan sehingga didapat angka sekitar Rp300 miliar dan dilaporkan ke Dadan dan selanjutnya Dadan melaporkan ke Angin Prayitno, Angin pun menyetujuinya.

Tim pemeriksa pajak lalu menyesuaikan hasil pemeriksaan menjadi Rp303,615 miliar yang tertuang dalam Kepala Biro Administrasi Keuangan pada 13 Agustus 2018, namun fee belum kunjung diberikan oleh Veronika.

Barulah pada 15 Oktober 2018 di Kantor Direktorat Jenderal Pajak, Veronika memberikan uang kepada Wawan Ridwan sebesar 500 ribu dolar Singapura dari komitmen Rp25 miliar yang dijanjikan.

Selanjutnya Wawan Ridwan menyerahkan seluruh uang fee tersebut kepada Angin Prayitno melalui Dadan Ramdani, dan Angin tidak mempermasalahnnya kekurangan fee.

Atas perbuatannya Veronika Lindawati diancam pidana Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (bl)

 

en_US