Substance Over Form: Catur Rini Tegaskan “Aliran Uang Bicara Lebih Keras daripada Kontrak”

IKPI, Jakarta: Direktur Keberatan dan Banding periode (2010 – 2015) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Catur Rini Widosari menegaskan bahwa dalam praktik perpajakan modern, pembuktian ekonomi atau substance kini menjadi penentu utama dalam sengketa pajak. “Aliran uang bicara lebih keras daripada kontrak,” ujar Catur dalam Diskusi Panel bertajuk “Substance Over Form: Saat Fiskus dan Wajib Pajak Beradu Makna di Balik Transaksi” yang digelar oleh Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Jumat (24/10/2025).

Diskusi bulanan tersebut diselenggarakan secara hybrid di Gedung IKPI Pejaten, Jakarta Selatan, dan melalui Zoom Meeting. Catur hadir sebagai narasumber bersama sejumlah tokoh perpajakan lainnya. Ia merupakan Anggota Kehormatan IKPI sekaligus pernah menjabat sebagai Kakanwil DJP Banten (2015–2018), dan Kakanwil DJP Jawa Barat I (2018–2021).

Dalam paparannya, Catur mengungkap bahwa prinsip substance over form sebenarnya bukan hal baru dalam praktik perpajakan. Namun, penerapannya kini semakin kuat berkat kemajuan sistem pertukaran informasi dan teknologi data perpajakan. “Secara implisit, prinsip itu sudah lama hidup di sistem kita, tapi dulu belum sekuat sekarang,” katanya.

Ia menjelaskan, dahulu aparat pajak sangat bergantung pada kontrak dan dokumen formal yang diserahkan wajib pajak. Namun, kini dengan adanya pertukaran informasi otomatis antarnegara (Automatic Exchange of Information), otoritas pajak bisa menelusuri aliran dana hingga ke rekening penerima manfaat sesungguhnya. 

“Dulu kita hanya bisa tanya ke otoritas lain: apakah perusahaan ini benar ada, apakah mereka menyampaikan SPT, apakah pinjaman itu nyata. Jawabannya sering hanya ‘ya’ atau ‘tidak’. Sekarang, kita bisa lihat langsung uangnya mengalir ke mana,” jelasnya.

Menurut Catur, temuan-temuan dari hasil penelusuran ini seringkali mengungkap realitas berbeda dari dokumen legal. Banyak perusahaan yang tampak sah secara administratif ternyata hanya paper company entitas legal yang dibentuk untuk tujuan penghindaran pajak. 

“Kadang kita lihat uang yang dikirim dari luar negeri, tapi setelah ditelusuri, justru kembali lagi ke orang-orang di dalam negeri,” ujarnya.

Ia juga menekankan pentingnya keseimbangan antara form dan substance dalam penegakan hukum pajak. Form tetap penting sebagai dasar hukum, tetapi substance menentukan kebenaran ekonominya. “Form adalah pijakan, tetapi substansi yang membuktikan. Kalau form-nya indah tapi substansinya kosong, ya tidak ada nilainya,” katanya.

Catur menambahkan, dalam praktik pemeriksaan maupun sengketa pajak, baik fiskus maupun wajib pajak harus mampu menunjukkan bukti yang kuat. “Beban pembuktian tidak hanya di wajib pajak. Fiskus juga harus bisa membuktikan, jangan cuma klaim tanpa data,” tegasnya.

Ia menilai, perangkat hukum dan sistem informasi saat ini sudah jauh lebih siap dibanding satu dekade lalu. Namun demikian, keberhasilan penegakan pajak tetap bergantung pada integritas dan kemampuan analitis para pelaksana. “Aturan sudah ada, data tersedia, tapi ujungnya tetap pada orangnya. Seberapa jujur dan cermat mereka membaca bukti,” pungkasnya. (bl)

en_US