IKPI, Jakarta: Sektor ekonomi digital semakin menunjukkan tajinya sebagai penopang baru penerimaan negara. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mencatat penerimaan pajak dari sektor ini hingga 30 September 2025 mencapai Rp 42,53 triliun, yang berasal dari berbagai lini usaha digital.
“Realisasi sebesar Rp 42,53 triliun menunjukkan bukti nyata bahwa sektor digital kini menjadi penggerak baru penerimaan pajak Indonesia,” ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Rosmauli, dalam keterangan tertulis, Rabu (22/10/2025).
Kontributor terbesar berasal dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) sebesar Rp 32,94 triliun. Hingga September 2025, pemerintah telah menunjuk 246 perusahaan sebagai pemungut PPN PMSE. Lima di antaranya baru ditunjuk tahun ini, yaitu Viagogo GMBH, Coursiv Limited, Ogury Singapore Pte. Ltd., BMI GlobalEd Limited, dan GetYourGuide Tours & Tickets GmbH. Dari seluruh pemungut yang telah ditetapkan, sebanyak 207 telah aktif melakukan pemungutan dan penyetoran PPN PMSE.
Rosmauli menjelaskan, tren penerimaan PPN PMSE terus meningkat dari tahun ke tahun, mulai dari Rp 731,4 miliar pada 2020, Rp 3,9 triliun pada 2021, Rp 5,51 triliun pada 2022, Rp 6,76 triliun pada 2023, Rp 8,44 triliun pada 2024, hingga mencapai Rp 7,6 triliun per September 2025. Menurutnya, kinerja tersebut mencerminkan konsistensi kepatuhan pelaku usaha digital global maupun lokal dalam menjalankan kewajiban perpajakan di Indonesia.
Selain PMSE, penerimaan pajak dari aset kripto juga menunjukkan pertumbuhan positif dengan total Rp 1,71 triliun sampai September 2025. Penerimaan tersebut terdiri atas PPh 22 sebesar Rp 836,36 miliar dan PPN Dalam Negeri sebesar Rp 872,62 miliar. Adapun secara tahunan, penerimaan pajak kripto tercatat sebesar Rp 246,45 miliar pada 2022, Rp 220,83 miliar pada 2023, Rp 620,4 miliar pada 2024, dan Rp 621,3 miliar hingga September 2025.
Sementara itu, pajak sektor fintech juga memberikan kontribusi signifikan dengan nilai mencapai Rp 4,1 triliun. Penerimaan ini berasal dari PPh 23 atas bunga pinjaman yang diterima Wajib Pajak Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap sebesar Rp 1,14 triliun, PPh 26 atas bunga pinjaman Wajib Pajak Luar Negeri sebesar Rp 724,4 miliar, serta PPN Dalam Negeri atas setoran masa sebesar Rp 2,24 triliun.
Tak ketinggalan, penerimaan pajak melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (SIPP) turut menyumbang Rp 3,78 triliun hingga September 2025. Penerimaan dari pajak SIPP ini terdiri atas PPh Pasal 22 sebesar Rp 251,14 miliar dan PPN sebesar Rp 3,53 triliun.
Rosmauli menegaskan, capaian tersebut merupakan hasil nyata dari transformasi digital yang dijalankan DJP untuk memperluas basis pajak di sektor-sektor baru. “Ekonomi digital bukan lagi sektor pelengkap, tetapi telah menjadi tulang punggung baru penerimaan pajak nasional. DJP akan terus memperkuat tata kelola dan memperluas kerja sama lintas sektor agar potensi pajak digital dapat dimaksimalkan,” tegasnya.
Dengan kontribusi Rp 42,53 triliun hingga kuartal III 2025, ekonomi digital kian memperkokoh posisinya sebagai salah satu sumber penerimaan negara yang paling dinamis di tengah perubahan lanskap ekonomi global. (alf)