IKPI, Jakarta: Menjelang penutupan tahun 2025, pemerintah pusat bersama Pemerintah Provinsi Jawa Barat mulai merapatkan barisan untuk menghadapi tantangan ekonomi akhir tahun. Fokus utama diarahkan pada ketahanan pangan dan penguatan tata kelola fiskal daerah, terutama menghadapi potensi lonjakan harga yang biasanya muncul pada periode Natal dan Tahun Baru—yang kali ini diperburuk oleh ancaman cuaca basah ekstrem.
Meski pemerintah menilai fundamental ekonomi nasional masih solid, tekanan musiman di akhir tahun dinilai membutuhkan langkah yang lebih taktis dan responsif. Lonjakan permintaan masyarakat, gangguan distribusi akibat cuaca, serta potensi fluktuasi pasokan komoditas pangan disebut sebagai kombinasi risiko yang tidak boleh disepelekan.
Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan dan Pengembangan Usaha BUMN Kemenko Perekonomian, Ferry Irawan, menegaskan bahwa periode ini adalah momentum pengujian efektivitas koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah.
“Kebijakan harus cepat, akurat, dan memberikan dampak langsung kepada masyarakat. Akhir tahun bukan sekadar rutinitas, tetapi ujian penting bagi ketahanan pangan dan inovasi kebijakan daerah,” ujar Ferry dalam High Level Meeting TPID dan TP2DD Jawa Barat di Kabupaten Garut, Rabu.
Ferry menjelaskan bahwa pemerintah kini bertumpu pada dua pilar utama:
1. Penguatan basis data neraca pangan untuk memetakan kebutuhan dan pasokan secara presisi.
2. Optimalisasi digitalisasi fiskal daerah, termasuk dorongan penggunaan Kartu Kredit Indonesia (KKI) untuk mempercepat realisasi belanja pemerintah.
Kedua pilar tersebut diharapkan dapat menjaga ritme konsumsi publik sekaligus memperkuat stabilitas harga di saat kritis.
Jawa Barat Jadi Faktor Penentu Inflasi Nasional
Sebagai provinsi dengan populasi terbesar di Indonesia, Jawa Barat memainkan peran strategis dalam menentukan arah inflasi nasional. Karena itu, pemerintah pusat memberi perhatian khusus terhadap dinamika pasokan dan permintaan komoditas di wilayah ini.
Wakil Gubernur Jawa Barat, Erwan Setiawan, mengingatkan jajarannya agar tidak terlena oleh capaian inflasi yang masih dalam batas target.
“Tekanan akhir tahun biasanya cepat muncul dan langsung mengena pada komoditas tertentu. Ketersediaan barang, kelancaran distribusi, dan komunikasi publik harus dijaga agar masyarakat tidak terbebani,” kata Erwan.
Ia juga meminta TPID dan TP2DD memperkuat koordinasi, terutama dalam memanfaatkan Kerja Sama Antar Daerah (KAD) sebagai mekanisme pengaman jika terjadi ketimpangan pasokan di suatu wilayah.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Barat menilai kebijakan stabilisasi akhir tahun ini akan menjadi fondasi penting memasuki tahun 2026. Upaya pemerintah dianggap krusial untuk menjaga daya beli masyarakat dari guncangan harga serta memperkuat ketahanan ekonomi daerah.
BI menekankan tiga prioritas yang harus diamankan seluruh pemangku kebijakan:
1. Menjaga stok pangan strategis,
2. Mengendalikan tarif transportasi,
3. Memitigasi risiko distribusi akibat cuaca ekstrem. (bl)
