Penerapan SIN Diklaim Bisa Tingkatkan Kepatuhan Wajib Pajak Hingga Berantas Korupsi

Direktur Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan periode 2001-2005 Hadi Poernomo. (Foto: Istimewa)

IKPI, Jakarta: Pengagas Single Identity Number (SIN) Hadi Poernomo menyayangkan belum diterapkannya kebijakan tersebut oleh pemerintah. Padahal, penerapan kebijakan itu diyakini bisa meningkatkan kepatuhan wajib pajak dan memberantas korupsi.

Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) periode 2001-2005 ini juga mengungkapakan, sudah lebih dari satu dekade dia memunculkan gagas tersebut.

“SIN adalah identitas unik yang dimiliki oleh individual. Identitas unik ini berisi bermacam informasi terkait dengan individu seperti informasi diri, data keluarga, kepemilikan aset dan lain-lainnya. Dalam kaitan pajak, SIN sebagai sistem yang mengintegrasikan seluruh data agar terpusat dan terbuka bagi Ditjen Pajak(DJP),” kata Hadi, Senin (24/10/2022).

Hadi mengatakan, SIN Pajak sudah ada dalam cetak biru atau blue print kebijakan jangka panjang DJP. Dokumen itu berisi kerangka kebijakan, regulasi, visi, misi dan tujuan telah disusun pada periode 2001-2010.

Dia meyakini SIN Pajak berguna untuk meningkatkan tax ratio sampai memberantas korupsi. Selain itu, tujuan akhir dari penerapan SIN Pajak adalah mencapai kehidupan berbangsa yang sejahtera.

“Indonesia sejahtera itu ada 3 hal intinya, penerimaan negara yang naik, yang tinggi, korupsi kecil, kredit macet kecil,” ujarnya.

Menurutnya, SIN mengintegrasikan semua data untuk dipegang DJP. Dengan kata lain, tidak ada satu pihak pun yang merahasiakan informasi kepada otoritas pajak dan itu adalah kewajiban.

Adapun payung hukum yang mendasari SIN mencakup Pasal 35a UU KUP, UU No.11/2016 tentang Tax Amnesty, dan UU No.9/2017 tentang Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan.

Hadi menuturkan semua pihak lain wajib menyerahkan data informasi ke DJP. Dirjen Pajak memiliki wewenang untuk meminta data tambahan dan pihak-pihak yang tidak memberikannya dapat dipidana.

Dengan begitu, sambungnya, kondisi keterbukaan itu memaksa orang-orang, perusahaan, perbankan, bahkan jajaran pemerintah untuk jujur. Jujur untuk memberi data, informasi, laporan keuangan, SPT Tahunan

“Kalau sudah terpaksa jujur, tentu tax ratio naik. Kalau tax ratio naik, pasti penerimaan negara naik, kredit macet kurang, korupsi kurang. Apa terbitnya? Ya, Indonesia sejahtera,” kata Hadi.

Mantan Ketua BPK itu menambahkan keterbukaan yang menyeluruh itu dapat dijalankan dengan menyingkirkan amandemen undang-undang penghambat pajak.

Seperti halnya, aturan kerahasiaan perbankan dalam Pasal 40 dan 41 UU No.10/1998, lalu lintas devisa dan transaksi keuangannya, serta mengembangkan sistem perpajakan yang terintegrasi dan online. (bl)

en_US