
IKPI, Jakarta: Pemerintah Kota Lhokseumawe, Provinsi Aceh, resmi mengoreksi kebijakan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) yang sebelumnya diberlakukan mulai 1 Januari 2025. Langkah ini diambil setelah gelombang protes masyarakat yang menilai kenaikan tarif hingga 280 persen itu memberatkan dan tidak realistis.
Hal tersebut dilakukan setelah gelombang protes dari warga, Pemerintah Kota Lhokseumawe akhirnya memutuskan mengembalikan tarif Pajak Bumi dan Bangunan (PBB-P2) ke angka semula. Sebanyak 1.180 wajib pajak kini berhak menerima pengembalian dana akibat kelebihan bayar dari kenaikan tarif yang sempat melonjak hingga 280 persen.
Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Lhokseumawe, Teguh Harianto, menjelaskan bahwa dari total 63.959 wajib pajak di wilayahnya, terdapat 1.180 wajib pajak yang membayar pajak dengan tarif baru sebelum kebijakan tersebut dibatalkan.
“Mereka yang sudah terlanjur membayar dengan tarif kenaikan akan kami kembalikan dananya. Sementara itu, 5.864 wajib pajak sudah membayar dengan tarif normal tahun 2024,” ujar Teguh, Minggu (5/10/2025).
Sementara itu, masih ada 58.095 wajib pajak yang belum melunasi kewajiban mereka. Pemerintah daerah pun memperpanjang tenggat waktu pembayaran PBB-P2 hingga 31 Oktober 2025, setelah sebelumnya direncanakan ditutup pada bulan November tahun lalu.
“Kami mengimbau masyarakat agar melakukan pembayaran tepat waktu untuk menghindari denda administrasi,” tambah Teguh.
Kenaikan tarif PBB-P2 sebesar 280 persen tersebut sebelumnya ditetapkan melalui keputusan yang ditandatangani oleh Penjabat Wali Kota Lhokseumawe A Hanan pada tahun 2024. Namun, setelah terjadinya penolakan luas dari warga, Wali Kota definitif Sayuti Abubakar akhirnya mencabut kebijakan itu dan mengembalikannya ke tarif lama.
Kebijakan ini disambut positif oleh masyarakat, yang menilai keputusan pemerintah daerah menunjukkan sikap terbuka terhadap aspirasi publik. Meski begitu, beberapa pihak berharap evaluasi menyeluruh dilakukan agar kebijakan fiskal ke depan lebih transparan, partisipatif, dan tidak menimbulkan gejolak serupa. (alf)