Pemerintah Genjot Pajak Digital, Kripto, dan Global Minimum Tax untuk Dorong Penerimaan Negara

IKPI, Jakarta: Pemerintah semakin serius menggarap potensi penerimaan dari sektor ekonomi digital yang pertumbuhannya kian pesat. Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak, Yon Arsal, menyebut ekonomi digital kini telah menjadi salah satu motor utama penggerak perekonomian nasional.

“Kalau kita lihat, sektor jasa PDB kita tumbuh sangat signifikan. Kontribusinya sudah mencapai 54,95% terhadap PDB, dengan transaksi ekonomi digital yang terus melonjak. Tahun lalu, nilai transaksinya mencapai Rp1.454 triliun atau 6,6% terhadap PDB, jauh lebih tinggi dibanding tahun 2019 yang hanya Rp556 triliun,” kata Yon Arsal dalam webinar Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia, Selasa (26/8/2025).

Untuk mendukung penerimaan negara, Yon menjelaskan terdapat tiga kebijakan baru yang tengah dijalankan pemerintah, yakni pajak digital, pajak aset kripto, dan pajak minimum global.

Pertama, pajak digital kini diatur dalam PMK Nomor 37 Tahun 2025. Dalam aturan tersebut, platform e-commerce baik dalam maupun luar negeri ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22 sebesar 0,5% dari peredaran bruto penjualan oleh pedagang dalam negeri.

“Ini bukan jenis pajak baru, melainkan pengaturan mekanisme pelaporan agar lebih sederhana dan memberikan kemudahan bagi wajib pajak,” jelas Yon.

Kedua, pemerintah mengatur perpajakan aset kripto melalui PMK Nomor 50 Tahun 2025. Dalam ketentuan terbaru, aset kripto dipersamakan dengan surat berharga sehingga tidak dikenakan PPN. Namun, jasa kena pajak terkait transaksi kripto, seperti penyediaan sarana elektronik oleh penyelenggara perdagangan maupun verifikasi transaksi oleh penambang, tetap dikenakan PPN.

Ketiga, pemerintah mulai menerapkan PMK Nomor 136 Tahun 2024 mengenai pajak minimum global sebesar 15% untuk perusahaan multinasional dengan omzet konsolidasi di atas €750 juta. Aturan ini resmi berlaku pada 2025 dan telah diadopsi lebih dari 50 negara di dunia.

Yon menegaskan, pemerintah tengah menyiapkan skema insentif agar kebijakan pajak ini tidak hanya memperkuat penerimaan negara, tetapi juga tetap menjaga daya beli masyarakat serta menarik investasi.

Adapun dalam Rancangan APBN 2026, pemerintah menargetkan penerimaan negara sebesar Rp3.147 triliun, terdiri dari penerimaan pajak Rp2.357 triliun, bea dan cukai Rp334 triliun, serta PNBP Rp455 triliun. (alf)

 

 

en_US