IKPI, Jakarta: Wisatawan yang terbang dari Singapura harus menyiapkan biaya tambahan mulai 2026. Pemerintah Negeri Singa resmi memperkenalkan pungutan baru yang berfungsi layaknya “pajak hijau” untuk mendorong penggunaan Sustainable Aviation Fuel (SAF) atau bahan bakar aviasi berkelanjutan dalam industri penerbangan.
Kebijakan yang diumumkan Otoritas Penerbangan Sipil Singapura (CAAS) ini berlaku untuk seluruh penumpang yang berangkat dari Singapura, baik perjalanan jarak dekat maupun rute antarbenua. Dengan langkah ini, Singapura menjadi negara pertama di dunia yang memberlakukan pungutan khusus guna mempercepat pemakaian bahan bakar rendah emisi di sektor aviasi.
Berlaku Oktober 2026
Melansir Independent, Selasa (9/12/2025) kebijakan ini mulai efektif 1 Oktober 2026, sementara seluruh tiket penerbangan yang dijual mulai 1 April 2026 harus mencantumkan komponen pungutan tersebut. Selain penumpang komersial, tarif juga berlaku untuk layanan kargo dan penerbangan bisnis.
CAAS menyusun struktur pungutan berdasarkan jarak penerbangan dan kelas kabin, yang dikelompokkan menjadi empat wilayah geografis. Penumpang kelas ekonomi, misalnya, akan dikenakan:
• S$1 untuk penerbangan ke Bangkok
• S$2,80 untuk perjalanan ke Tokyo
• S$6,40 untuk rute London
• S$10,40 menuju New York
Pungutan ini akan dicantumkan oleh maskapai sebagai item baris terpisah pada tiket—membuatnya mirip dengan skema pajak tambahan pada sektor transportasi di berbagai negara. Namun, penumpang yang transit melalui Singapura tidak akan dikenai tarif ini.
Instrumen Fiskal untuk Tekan Emisi
Meski secara formal tidak disebut sebagai pajak, mekanismenya memiliki karakteristik pajak lingkungan (environmental tax):
• bersifat wajib,
• dikenakan per penumpang,
• dan dialokasikan untuk mendanai transisi energi bersih sektor penerbangan.
Pemerintah menilai “pajak hijau” ini sebagai langkah penting untuk mempercepat penggunaan bahan bakar rendah karbon dan menjaga daya saing industri aviasi Singapura dalam jangka panjang. Kebijakan tersebut juga sejalan dengan target nol emisi karbon bersih pada 2050 yang ditetapkan Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO).
Direktur Jenderal CAAS, Han Kok Juan, menegaskan bahwa penerapan pungutan SAF merupakan bagian dari strategi jangka panjang negara itu.
“Pengenalan Retribusi SAF menandai langkah signifikan dalam membangun pusat udara yang lebih berkelanjutan dan kompetitif,” ujarnya.
“Kita perlu memulai. Kebijakan ini dilakukan secara terukur dan memberi waktu bagi industri, bisnis, serta publik untuk beradaptasi.”
Dengan kebijakan ini, Singapura tidak hanya memposisikan diri sebagai pelopor penerbangan hijau, tetapi juga menunjukkan bagaimana instrumen berbasis pungutan mirip pajak karbon, dapat menjadi alat efektif untuk mendorong perubahan perilaku sekaligus mendanai inovasi energi bersih. (alf)
