Lonjakan Kasus SPT Tidak Benar pada 2024: Peringatan Serius bagi Sistem Pajak dan Pelaku Usaha

Sepanjang 2024, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat bahwa penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) dengan data yang tidak akurat menjadi modus pelanggaran perpajakan yang paling banyak ditemukan, mengungguli berbagai tindak kejahatan pajak lain yang sebelumnya lebih dominan (DJP, Laporan Tahunan 2024). 

Tren ini menunjukkan adanya perubahan pola ketidakpatuhan dan menimbulkan pertanyaan mengenai efektivitas pengawasan serta kesiapan pelaku usaha dalam menjaga integritas pelaporan.

Mengapa Penyampaian SPT Tidak Benar Meningkat?

Beberapa faktor utama menjadi pendorong tingginya kasus manipulasi SPT pada 2024.

1. Persepsi Risiko yang Rendah

Studi kepatuhan pajak menunjukkan bahwa Wajib Pajak cenderung lebih berani melakukan manipulasi ketika mereka menilai risiko tertangkap rendah atau tidak signifikan (OECD, Tax Administration Series 2023). Manipulasi laporan keuangan internal dipandang sebagai tindakan sulit dideteksi, sehingga mendorong perilaku untuk melakukan pelaporan tidak benar.

2. Kompleksitas Regulasi sebagai Ruang Abu-Abu

Regulasi perpajakan yang kompleks sering dimanfaatkan untuk melakukan penafsiran yang merugikan fiskus. BPK dan Kemenkeu beberapa kali menyoroti bahwa kerumitan aturan menjadi celah regulasi yang potensial bagi terjadinya salah saji yang disengaja (BPK, Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Sektor Perpajakan).

3. Lemahnya Pengawasan Internal Wajib Pajak

Banyak perusahaan belum memiliki kontrol internal yang memadai terhadap proses pelaporan pajak. Kompas dan Bisnis Indonesia pada 2024 mencatat bahwa kasus pelaporan tidak akurat sering terjadi karena pengambil keputusan menyerahkan proses sepenuhnya kepada staf tanpa verifikasi memadai (Kompas, 2024).

Dampak Serius bagi Negara dan Pelaku Usaha

1. Kerugian Fiskal Negara

Manipulasi SPT berkontribusi pada hilangnya potensi penerimaan negara yang seharusnya menopang belanja publik (Kemenkeu, APBN Kita 2024). Penegakan hukum atas kasus ini juga menyerap biaya signifikan.

2. Risiko Hukum bagi Wajib Pajak

Dengan sistem CoreTax yang semakin terintegrasi menggunakan data perbankan, kepabeanan, dan pertanahan, peluang lolos dari deteksi makin kecil. Ketika penyimpangan terbukti, Wajib Pajak menghadapi sanksi administratif berat, ancaman pidana sesuai UU KUP Pasal 38 dan 39, serta potensi penyitaan aset.

3. Ancaman Etis dan Profesional bagi Konsultan Pajak

DJP secara konsisten menindak konsultan yang terlibat dalam penyusunan laporan tidak benar, termasuk pencabutan izin praktik pada kasus tertentu (DJP, Pengawasan Profesi 2024). Hal ini menegaskan bahwa peran konsultan bukan hanya teknis, tetapi juga etis dan kepatuhan.

Langkah Perbaikan yang Perlu Diperkuat

1. Optimalisasi Sistem CoreTax

World Bank menilai bahwa integrasi data lintas lembaga merupakan langkah fundamental untuk meningkatkan efektivitas administrasi perpajakan (World Bank, Indonesia Economic Prospects 2024). DJP perlu memastikan CoreTax mampu melakukan pencocokan data secara otomatis dan real time.

2. Edukasi Publik yang Lebih Komprehensif

Sosialisasi perpajakan perlu difokuskan tidak hanya pada teknis pelaporan, tetapi juga pada konsekuensi hukum dan manfaat kepatuhan bagi keberlangsungan bisnis.

3. Penguatan Tata Kelola Internal Perusahaan

Audit internal dan reviu direksi atas SPT menjadi keharusan. Banyak studi menunjukkan bahwa keterlibatan manajemen puncak meningkatkan kualitas pelaporan dan menekan risiko manipulasi.

4. Etika Profesi Konsultan Pajak

OECD menekankan bahwa konsultan pajak memiliki tanggung jawab profesional untuk mendorong kepatuhan, bukan memfasilitasi penghindaran yang bersifat agresif (OECD, Principles for Tax Intermediaries).

Penutup

Lonjakan kasus SPT tidak benar pada 2024 menjadi sinyal kuat bahwa perbaikan sistem pengawasan perlu diakselerasi, diikuti peningkatan integritas pelaporan dari pelaku usaha. Dalam lingkungan perpajakan yang semakin transparan dan berbasis data, pelaporan tidak akurat bukan hanya pelanggaran administratif, tetapi risiko bisnis yang serius.

Kepatuhan adalah investasi jangka panjang. Di era integrasi data nasional, setiap penyimpangan pada akhirnya akan terdeteksi.

Penulis adalah anggota Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Sidoarjo

Muhammad Ikmal

Email: ikmal.patarai@gmail.com

Disclaimer: Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis

en_US