Importir Balpres Ilegal Diburu, Purbaya: “SPT-nya Nol Terus, Kita Hajar dari Pajak!”

IKPI, Jakarta: Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa melontarkan pernyataan keras terkait maraknya importir pakaian bekas ilegal (balpres) yang selama ini mengabaikan kewajiban perpajakan namun gencar menentang kebijakan pemerintah dalam pemberantasan thrifting ilegal.

Dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR, Senin (8/12/2025) Purbaya mengungkap bahwa pihaknya telah mengidentifikasi sejumlah pelaku impor ilegal pakaian bekas yang kerap bersuara lantang di media sosial. Namun setelah ditelusuri, para pelaku tersebut justru tercatat tidak pernah membayar pajak.

“Yang ribut-ribut di medsos tentang balpres, kami dapat namanya, kami investigasi. Ternyata banyak dari mereka enggak bayar pajak. SPT-nya nol terus. Saya datangi orangnya untuk suruh bayar,” kata Purbaya.

Ia menegaskan bahwa kritik terhadap kebijakan pemerintah seharusnya datang dari pihak yang juga taat aturan. Namun berdasarkan data lima tahun terakhir, banyak importir balpres ilegal melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) dengan status nihil meski memiliki aktivitas usaha yang signifikan.

“SPT-nya nol, nol, nol lima tahun berturut-turut. Ada yang selalu nihil padahal punya gudang besar. Jangan main-main dengan pemerintah. Kalau mereka menyerang tapi untuk menutupi kejahatannya, saya hajar dari pajak,” tegasnya.

Pedagang Thrifting Minta Jalan Keluar: Legalkan Impor dan Siap Bayar Pajak

Di tengah ketegangan tersebut, pedagang pakaian bekas mengeluhkan dampak larangan impor yang membuat mereka kesulitan mendapatkan barang. Ketua Aliansi Pedagang Pakaian Bekas Indonesia, WR Rahasdikin, menilai pemerintah seharusnya mempertimbangkan legalisasi impor agar pelaku usaha bisa memberi kontribusi fiskal secara resmi.

Rahasdikin menilai sektor pakaian bekas berpotensi menjadi sumber penerimaan pajak baru yang cukup besar, apalagi pemerintah sedang menjajaki tambahan basis pajak.

“Kalau pemerintah butuh pemasukan pajak, ini kesempatan pajak baru. Pajak impor pakaian bekas bisa setara target pajak e-commerce yang Rp10 triliun,” ujarnya dalam RDP di Komisi VI DPR, Selasa (2/12/2025).

Ia pun mengusulkan struktur pungutan yang lebih terukur jika impor pakaian bekas dilegalkan. Selain bea masuk 7,5% dari CIF, PPN 11%, serta PPh Pasal 22 sebesar 7,5%, pihaknya meminta adanya pajak impor pakaian bekas tambahan sebesar 7,5%–10%.

“Kami mengusulkan pajak impor pakaian bekas 7,5% sampai 10%. Mudah-mudahan Komisi VI menyetujui,” tambahnya.

Pemerintah Serius Menghadang Importir Ilegal

Kementerian Keuangan memastikan akan terus memperketat pengawasan terhadap aktivitas impor pakaian bekas ilegal yang dinilai merugikan industri tekstil dalam negeri dan menciptakan praktik dagang tidak sehat. Temuan terkait nihilnya pembayaran pajak pelaku impor ilegal ini, menurut Purbaya, menjadi bukti bahwa sebagian pihak yang menolak kebijakan pemerintah justru tidak menjalankan kewajiban dasarnya sebagai pelaku usaha.

Polemik antara regulator dan pelaku thrifting ini diperkirakan akan terus menghangat, terutama karena adanya perbedaan pandangan: pemerintah yang ingin menutup pintu bagi balpres ilegal, dan pedagang yang berharap legalisasi agar bisa berkontribusi lewat skema pajak yang jelas. (alf)

en_US